K.P. SHK

Cerita Perajin Rotan Desa Gohong Pulang Pisau, Pelestarian Tradisi di Tengah Ancaman Deforestasi 

Rotan merupakan satu di antara kekayaan sumber daya alam di Kalimantan Tengah (Kalteng).  Tumbuhan berduri ini biasa dijadikan bahan baku untuk membuat produk anyaman, seperti yang dilakukan warga Desa Gohong, Pulang Pisau. Namun, di tengah upaya melestarikan tradisi anyaman rotan para pengrajin rotan di Desa Gohong dihadapkan pada ancaman deforestasi atau hilangnya tutupan hutan.

Global Forest Watch (GFW) mencatat, sejak tahun 2001 hingga 2023, Pulang Pisau kehilangan 323 ha tutupan pohon, setara dengan penurunan 36 persen tutupan pohon sejak tahun 2000. 

Jika hutan terus berkurang, tentu para pengrajin Desa Gohong akan kesulitan, karena rotan yang dijadikan bahan baku semakin sulit untuk di dapat. Mewariskan tradisi menganyam juga semakin sulit.

Mayoritas ibu-ibu di Desa Gohong memang terkenal sebagai pengrajin rotan. Beberapa contoh produk yang mereka hasilkan dipamerkan di Festival Rakyat Penjaga Hutan di Hotel Luwansa, Palangka Raya, Selasa (18/2/2025). 

Di lobby Hotel Luwansa menuju ruang rapat, nampak berbagai produk dari anyaman rotan, mulai dari tas, dompet, hingga topi berjejer rapi di atas meja. 

Tak jauh dari situ, dua wanita dari Desa Gohong, Wina (47) dan Marlini (57) tengah memamerkan kebolehannya menganyam rotan dihadapan anak-anak muda. 

Jari-jemari kedua wanita itu nampak begitu luwes menganyam tiga helai rotan yang sudah dihaluskan, mata mereka yang mulai kabur, tak mengurangi kejelian mereka membentuk motif khas Kalimantan. 

Wina dan Marlini berhasil mengundang decak kagum yang menyaksikan kebolehan mereka. Anak-anak muda yang penasaran mencoba melanjutkan anyaman rotan itu. 

Namun, meski terlihat mudah, anak-anak muda itu nampak kebingungan lalu menyerah. 

Mereka lebih memilih melihat Wina dan Marlini yang melanjutkan anyaman itu. 

Keduanya sudah puluhan tahun menjadi pengrajin rotan. 

Kebolehan yang mereka pamerkan itu, memang bertujuan untuk menurunkan tradisi menganyam rotan kepada anak muda. 

Wina menceritakan awal mula belajar rotan. Kala itu sekira tahun 1997 saat usianya masib 20 tahun, dia dibawa suaminya dari Bukit Rawi, Kota Palangka Raya ke Desa Gohong

“Karena suami orang Desa Gohong, jadi saya ikut suami, di lingkungan itu hampir semuanya penganyam rotan, jadi saya ikut belajar,” ujar Wina. 

Ketika pertama kali belajar, Wina mengakui, masih kesulitan untuk menganyam rotan. 

Paling sulit, kata Wina, adalah membuat motif pada anyaman. 

Selain teknik yang berbeda-beda, salah sedikit saja akan berbeda makna. 

Meski sudah lebih dari 20 tahun menganyam, Wina juga belum mengakui dirinya sudah ahli menganyam, pasalnya untuk membuat motif pada produk memerlukan teknik dan ketelitian. 

“Kalau kami menyebutnya, ada angkat 1 halat (jarak, red) 2, tekniknya menyesuaikan motif, memang palong sulit membuat motif,” ucalnya. 

Meski sulit, Wina pada akhirnya jatuh cinta dengan tradisi menganyam rotan. 

Rotan yang merupakan tanaan hutan, tentu akan berkurang juga deforestasi terus mengancam, bahan baku untuk menganyam rotan akan semakin sulit untuk dicari. 

“Karena itu, tanaman rotan ini sangat kami jaga, di desa kami juga ada petugas yang patroli untuk mencegah kebakaran dan menjaga agar tidak terus berkurang,” tuturnya. 

Untuk melestarikan tradisi menganyam rotan, Wina dan Marlini dibantu pengrajin serta warga Desa Gohong lainnya, juga berupaya agar hilangnya tutupan hutan bisa diminamalisir atau bahkan tidak ada lagi. Sehingga rotan yang dijadikan bahan baku bisa tetap terjaga.


Artikel ini telah tayang di Tribunkalteng.com dengan judul Cerita Perajin Rotan Desa Gohong Pulang Pisau, Pelestarian Tradisi di Tengah Ancaman Deforestasi , https://kalteng.tribunnews.com/2025/02/18/cerita-perajin-rotan-desa-gohong-pulang-pisau-pelestarian-tradisi-di-tengah-ancaman-deforestasi.
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto

Leave a Reply

Lihat post lainnya