Masyarakat Desa Gohong di Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah ini terkenal dengan kerajian anyaman rotannya. Produk anyaman rotan tersebut salah satunya ialah tikar. Kerajinan anyaman rotan lainnya ialah tas, topi, pajangan dinding, anjat, lawung, sumping, rambat, dan gelang.
Tikar dari anyaman rotan di Desa Gohong memiliki banyak motif dan ada juga yang khusus dibuat untuk acara adat pernikahan. Tikar tersebut ialah tikar Lowong Cermin. Tikar Lowong Cermin merupakan tikar dari anyaman rotan yang biasa digunakan saat ada upacara adat pernikahan masyarakat Dayak Ngaju.
Tikar ini dinamankan Lowong Cermin karena ciri khasnya adalah terbentuk motif bingkai cermin di bangian tengah tikar. Pembuatannya membutuhkan waktu 2-3 hari dengan dikerjakan oleh 4 orang. Dalam tikar ini terdapat beberapa motif yang berbeda dengan kombinasi warna yang telah disesuaikan.
Marlini (54 tahun) sebagai pengrajin anyaman rotan menjelaskan tentang beberapa motif pada tikar rotan khas Dayak Ngaju ini. Arti motif Tikar Lowong Cermin berdasarkan kehidupan sehari-hari karena orang zaman dahulu melihat apa yang ada di sekitar dan dituangkan dalam motif anyaman rotan.
Tersedia 4 Motif Tikar Lowong Cermin yang terkenal antara lain sebagai berikut:
Pemilihan kombinasi warna Tikar Lowong Cermin harus coklat asli rotan, hitam, merah, dan hijau. Pemilihan warna tidak ada alasan tertentu tetapi hanya mengikuti tradisi turun temurun agar bisa terbentuk motif bingkai cermin di tengahnya. Ukuran tikar ini sekitar 2m x 3m. Untuk membuat tikar ukuran 2m x 3m membutuhkan 70 batang tikar. Harga tikar Lowong Cermin berkisar antara Rp 600.000 – Rp 700.000.
Zaman dahulu, orang membuat anyaman tikar hanya membutuhkan waktu 1 hari, pagi mulai menganyam dan malam hari harus sudah selesai karena keesokan paginya dijual untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras. Sebelum adanya listrik, orang menganyam pada malam hari dengan bantuan penerangan seperti lampu obor yang menggunakan bahan bakar minyak tanah.
Warna anyaman rotan masyarakat Dayak Ngaju pada umumnya ialah coklat asli, hitam, merah, dan hijau. Bahan pewarna rotan untuk anyaman menggunakan pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami yang digunakan ialah daun tepanggang untuk menghasilkan warna hitam pada rotan.
Warna Merah dan Hijau menggunakan pewarna sintetis. Sebelum diwarnai dengan pewarna sintetis, helaian rotan yang sudah halus direbus terlebih dahulu dengan parutan kunyit. Tujuannya adalah untuk membuat warna hijau dan merah pada rotan tahan lama dan tidak mudah luntur. Setelah direbus dengan kunyit hingga mendidih lama, kemudian rotan diangkat dan direbus kembali dengan pewarna hijau atau merah.
Warna Hitam alami pada rotan sedikit lebih rumit dari pada membuat warna sintetis. Tahapan yang pertama ialah, helaian rotan halus direndam selama 1 malam dengan tanah lumpur dari sungai kahayan. Tanah lumpur yang digunakan adalah lumpur khusus yang teksturnya halus dan harus dari sungai kahayan di daerah hilir seperti Desa Gohong karena lumpur di daerah hulu tidak bisa digunakan untuk membuat pewarna alami. Setelah direndam, rotan dicuci dan direbus dengan daun tepanggang agar warnanya berubah menjadi hitam. Kemudian rotan dicuci dan dijemur hingga kering sampai siap dianyam.
Susilowati (60 tahun) mengatakan “Sejak kecil kebiasaan perempuan Dayak Ngaju di Desa Gohong ialah menganyam rotan” jelasnya.
Kebiasaan tersebut menurutnya menjadi budaya dan kebutuhan yang terus dilakukan para ibu rumah tangga dan anak-anak. Selain untuk melestarikan budaya nenek moyang, menganyam rotan juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi. Budaya menganyam rotan sebangian besar memang dilakukan oleh kaum perempuan karena kaum laki-laki lebih banyak bekerja di luar desa, namun ada juga laki-laki yang bisa menganyam.
Rotan yang digunakan untuk anyaman ialah rotan yang berumur 6 – 7 tahun. Apabila dilihat secara fisik, rotan yang bagus ialah rotan yang daunnya sudah menguning dan terlihat tua. Jenis rotan yang bagus ialah Rotan Sigi atau Rotan Taman karena mudah diraut atau dihaluskan, tidak mudah putus, dan mudah dianyam.
Proses meraut rotan hingga siap dianyam juga menggunakan pisau khusus agar hasilnya halus. Cara mengasah pisau untuk meraut rotan juga berbeda dengan mengasah pisau untuk ke kebun.
Selain tikar Lowong Cermin, ada lagi tikar lainnya yaitu Tikar Ganepo dengan motif pagar, biji kacang panjang, kotak-kotak, kodok berenang, dan batu bata. Dari sekian banyak motif tersebut, tikar yang harganya paling mahal adalah tikar dengan motif batu bata karena pembuatan motifnya lebih rumit.
Anyaman rotan dari Desa Gohong namanya sudah terkenal hingga ke luar Pulau Kalimantan. Pembeli tikar anyaman rotan dari Desa Gohong banyak berasal dari Yogyakarta dan Bali yang memesan dalam jumlah banyak. Apabila tidak ada yang membeli tikar, biasanya Ibu Marlini (60 tahun) mengguntingnya dan dijahit dengan kulit sintetis untuk dibuat menjadi kerajinan tas kombinasi rotan dan kulit.
#KPSHK-Feb/Al/Aft