Lysenko via Arsuka (2002) menyebutkan tetumbuhan dari species yang sama menunjukkan “solidaritas sosialis” dan tak akan saling bersaing demi kelestarian jenis masing-masing, bahkan dalam jarak tumbuh yang berdekatan tanaman-tanaman sejenis tersebut akan saling membahu untuk tumbuh. Pernyataan Lysenko ini sempat menggemparkan dunia, karena telah mendorong sain mundur 20 tahun ke belakang.
Lalu bagaimana dengan inisiatif-inisiatif semisal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang saat ini sedang marak digalakkan dalam pola kemitraan antara masyarakat dan perusahaan, adakah kemungkinan HTR Kemitraan menganut filosofi kehutanan Lysenko?
Membaca gelagatnya, inisiatif HTR Kemitraan menganut solidaritas sosialis-nya Lysenko untuk memecahkan persoalan kekurangan lahan bagi hutan tanaman dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar hutan tanaman. Walaupun solidaritas sosial HTR Kemitraan mengabaikan persoalan fisik-biologi tanah dan tanaman, yang dalam pandangan biologi modern lainnya dianggap sesat, bahkan bagi para kalangan yang meyakini monokultur (tanaman sejenis dalam skala besar) adalah bagian dari industri ekstraktif (mengeruk habis sumberdaya mineral tanah).
Memetik pengalaman dari inisiatif lain, kebun hutan (wanatani) yang menganut penanaman beragam jenis tanaman dan sudah dilakukan secara mandiri di beberapa tempat di Indonesia, serta telah diteliti oleh banyak pihak sebagai upaya terbaik kehutanan masyarakat malah tidak menjadi ketertarikan industri untuk pengembangannya? Apakah karena kebun hutan tidak relevan untuk industri kehutananan skala besar dibanding HTR Kemitraan? (tJong)