K.P. SHK

Siti, Ayam dan Menjawit Rotan

Menjawit (menganyam-red) rotan merupakan kebiasaan masyarakat yang tinggal dan mengusahakan rotan sebagai sumber penghidupan dan mata pencahariannya. Pada masyarakat di sepanjang Bibir Sungai Katingan, menjawit merupakan pekerjaan para perempuan yang saat ini sudah jarang dilakukan di Desa Petak Bahandang, Kecamatan Tasik Payawan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Menjawit merupakan keahlian perempuan yang secara magis (sakral) membutuhkan restu leluhur dalam pandangan (kepercayaan) masyarakat setempat. Dan karenanya, menjawit di alam modern ini di masyarakat Desa Petak Bahandang tidak banyak digeluti oleh perempuan muda.

“Menjawit dilakukan oleh perempuan. Tapi yang muda sekarang sudah banyak tak bisa, tinggal yang tua-tua yang bisa jawit,” ujar Rusdie, Kepala Desa Petak Bahandang, di Balai Desa Petak Bahandang (22/6).

Beberapa perempuan muda (baca: ibu-ibu muda) warga Desa Petak Bahandang berpartispasi sebagai peserta Pelatihan Penggunaan Optimal Teknologi Informasi bagi Petani Rotan pada 22-23 Juni 2011 di Balai Desa Petak Bahandang. Mereka juga mengeluhkan hal sama seperti yang diutarakan Kades Rusdie. Para ibu muda yang kebanyakan sebagai ibu rumah tangga, jika pun memiliki kemampuan menjawit dan berproduksi kerajinan, apakah kemudian ada peluang pasar bagi hasil menjawit mereka.

“Saya punya banyak ayam di rumah. Tapi banyak yang mati karena penyakit. Kalau ada yang latih bikin lampit saya juga mau bikin kerajinan,” jelas Siti Sunarti di sesi perkenalan pelatihan untuk petani rotan di Desa Petak Bahandang.

Pemberdayaan kelompok perempuan untuk meningkatkan keterampilan menjawit rotan di Katingan sudah sering dilakukan oleh pemerintah daerah. Beberapa waktu lalu Perusahaan Daerah Kabupaten Katingan bekerja sama dengan Bank Indonesia telah membentuk dua kelompok pengrajin rotan di Desa Tumbang Liting di Katingan. Peran pendampingan usaha kecil kerajinan semisal yang dilakukan Perusda Katingan-BI. Perusda Katingan berperan mengembangkan produk kerajinan dari kelompok menjadi barang jadi sekaligus memasarkannya. Sementara BI membantu permodalan usaha kecil kelompok pengrajin.

Pendampingan kelompok perempuan pengrajin rotan juga dilakukan oleh LSM. April dari YPD-Kapuas (Yayasan Petak Danum) yang juga hadir dalam pelatihan, mengutarakan pengalaman YPD dalam mendampingi kelompok pengrajin rotan perempuan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

“Kami juga sedang mendampingi beberapa kelompok pengrajin rotan perempuan di Kapuas. Jika memungkinkan pengalaman pendampingan kami itu akan coba dibagi-bagi ke Katingan,” ujar April, Manager Program YPD-Kapuas.

Pengembangan kerajinan rotan berdasar kemampuan kelompok perempuan khususnya di masyarakat Kalimantan Tengah, bukan di tingkat kabupaten. Bahkan ada potensi hingga ke level propinsi. Di Palangkaraya Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah, sudah lama berdiri Koperasi Jawet Bawi dimana saat ini dikelola dan dilanjutkan secara personal oleh generasi ketiga dari pendiri Koperasi Jawet Bawi, Yusnita (50 tahun).

“Ibu saya asli orang sini. Usaha bikin kipas dan tas dari rotan berawal dari nenek dan ibu saya. Saya sendiri mau melatih perempuan-perempuan di sini untuk bisa menjawit,” tutur Yusnita beberapa waktu lalu saat di temui di kediamannya di Palangkaraya.

Penyatukan serpihan-serpihan pemberdayaan kelompok perempuan di sektor kerajinan rotan di beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah adalah jalan mengangkat kembali potensi kerajinan rotan yang lebih baik di masa dimana seperti diperlihat oleh semua kabupaten di Kalimantan Tengah dalam Kalteng Expo 2011 beberapa waktu lalu (Mei 2011). Semua kabupaten dalam Kalteng Expo 2011 menampilkan kerajinan dan mebel rotan. Selain juga menjawab kebutuhan pemberdayaan kelompok-kelompok perempuan di tingkat desa.

“Saya mau usaha apa aja, dibanding saya nganggur. Pelihara ayam saya lakukan, apalagi menjawit. Asal waktu dilatih dan bisa menjawit, barang-barang hasil jawit ada pasarnya,” tutur Siti saat mengutarakan keinginannya tentang keterampilan menjawit.

Menjawit erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan magis dan hanya perempuan-perempuan yang ‘dipilih’ secara spiritual yang bisa melakukannya, dalam konteks pengembangan produk hasil hutan dan peningkatan ekonomi di tingkat masyarakat di alam modern ini, bukan tidak mungkin bisa menjadi dasar pengembangan di masa datang. Seperti yang diungkap Siti, “pelihara ayam saja mau, apalagi menjawit”. Tunggu apalagi? Menjawit rotan seperti keinginan Siti. (tJong)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Lihat post lainnya