Menuju Dusun Sisere tidak mudah. Kawasan teratas dari pemukiman penduduk di Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah ini berupa lereng-lereng terjal yang sebagian besar masih terlihat pohon besar-besar di kiri kari-kanan jalan tanah berbatu yang cukup untuk satu pelintasan mobil atau truk. Dan beberapa areal yang agak landai dari bentuk-bentuk gundukan bukit sudah dibudidayakan coklat rakyat, kelapa buah, dan sayuran tomat.
Kuala kecil hingga besar melintasi Kawasan Pegunungan Toposo yang didiami oleh komunitas Kaili Rai. Di sepanjang pinggir jalan menuju Desa Labuan Toposo dimana Dusun Sisere adalah dusun paling ujungnya, tampak terdengar deras bunyi aliran kuala (sungai) yang menjadi sumber air bersih bagi dusun-dusun di bawahnya yaitu Desa Labuan Panimba. Kuala Roto dan Matima melintasi Dusun Sisere.
“Dusun ini dusun tertua. Dulu disebut Karama, kemudian disebut Sisere berarti durian. Karena memang di sini banyak durian,” ungkap Ponilangi (80 tahun), Tetua Adat Kaili Rai, dalam bahasa Korai di kediaman Kepala Dusun Sisere, Desa Labuan Toposo (24/6).
Ponilangi, generasi tiga jaman yang mengenyam kehidupan Indonesia di masa penjajahan Belanda dan Jepang jauh sebelum masa Kemerdekaan. Dari penuturannya, adat-istiadat Kaili Rai masih berlangsung hingga sekarang.
“Kami melakukan Novunja untuk ucap syukur saat panen padi dan durian. Upacara Suwanvela (penyediaan sesaji di tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat, red) kami juga lakukan. Bila ada yang sakit tak bisa diobati, kami juga pakai Novurakai (upacara penyembuhan orang sakit red),” jelas Ponilangi dalam bahasa Korai.
Umumnya, tanah-tanah di Dusun Sisere, baik yang digunakan untuk pemukiman maupun kebun tidak bersertifikat. Kepemilikan lahan masih bersama secara adat. Dari penjelasan Ponilangi, hasil tanah boleh dijual tapi tanah tidak dijual.
Dusun KAT
Seluruh warga Dusun Sisere yang berjumlah 100 keluarga adalah pencari rotan. Tempat warga Sisere mengambil rotan dikenal dengan sebutan Buluh Semeh. Buluh Semeh berada di kawasan hutan di Pegunungan Toposo. Untuk mencapai tempat ini pencari rotan berjalan kaki dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore.
Dusun Sisere belum mendapat penerangan listrik negara. Listrik negara baru mencapai Dusun Simo yang berjarak 4 km dari Dusun Sisere. Dusun-dusun di Desa Labuan Toposo tergolong dusun miskin. Tiga dari 6 desa di Kecamatan Labuan termasuk desa berstatus miskin menurut Program PNPM yang anggarannya untuk Kecamatan Labuan mencapai 3 milyar rupiah setiap tahun dan penduduknya termasuk KAT (Komunitas Adat Terpencil).
“Jalan menuju sini dari dulu tak berubah. Sama saja dengan jaman Belanda,” imbuh Ponilangi tentang tidak adanya perubahan kondisi di Desa Labuan Toposo yang memiliki luas wilayah 6.262 hektar dari jaman ke jaman.
Program PNPM dilaksanakan di 3 desa yaitu Desa Kungguma, Desa Labuan Panimba dan Desa Labuan Toposo sejak 2006. Pembangunan infrastruktur dari Program PNPM di Dusun Sisere yang cukup terlihat berguna adalah adanya bangunan posyandu (kesehatan ibu dan anak) permanen tembok yang tampak lebih bagus dibanding rumah-rumah warga dusun untuk pelayanan kesehatan, karena akses ke Puskemas sangat jauh.