K.P. SHK

Sinergi Hijau di Kahayan Hilir

Pagi itu desiran angin yang mengalir menerpa pohon-pohon di hutan Kahayan Hilir, membisikkan semangat peserta Focus Group Discussion (FGD). Mereka bertekad  melahirkan langkah nyata membangun masa depan yang harmonis antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian ekosistem gambut. FGD yang berlangsung di Palangka Raya, 14-15 November 2024 mengusung tema, “Sinergi Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) dan Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG)”.  

Sejak tahun 2019, masyarakat desa di Kahayan Hilir telah mengusung visi melalui Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS). RKPS menjadi panduan dan arahan masyarakat lokal dalam mengelola hutan dengan prinsip-prinsip; berkelanjutan, rencana konservasi, pemanfaatan hasil hutan, dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis sumber daya alam lokal. “Dokumen RKPS bukan sekadar catatan, tetapi harapan yang hidup di tengah hutan,” ungkap Aftrinal (49), Project Manager Program PTEHG K.P.SHK.

Menurut Aftrinal, tiap lembar dokumen Rencana Kerja Perhutanan Sosial (RKPS) menyimpan kisah dan impian para pejuang hutan di desa-desa seperti Buntoi, Gohong, dan Kalawa. Namun, perjuangan mereka bukan hanya soal melindungi hutan, melainkan juga tentang memahami pentingnya ekosistem gambut. “Ekosistem ini adalah jantung kehidupan kami, dan RKPS adalah panduan untuk menjaganya,” ujar Aftrinal.

Keselarasan RKPS dengan Program Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG) menjadi sorotan utama dalam sebuah diskusi kelompok terfokus (FGD) yang menghadirkan KPSHK, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), dan para ahli kehutanan. PTEHG sendiri mempunyai tiga pilar utama: kelola kelembagaan, kelola kawasan, dan kelola usaha ekonomi. Program ini mencakup empat aspek utama, yakni penguatan kelembagaan, penataan kawasan, pemulihan ekosistem, serta peningkatan kapasitas dan usaha masyarakat.

“Mengintegrasikan dua dokumen besar ini seperti jalinan masa depan,” kata Penyang D. Sandan (55), salah satu narasumber FGD. Menurutnya, sinergi ini menghadirkan keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan konservasi. Ia menambahkan, “RKPS memberi arahan, sementara PTEHG menyediakan fondasi untuk implementasi yang lebih terstruktur”.

Diskusi dalam FGD berlangsung intens. Berbagai tantangan dibahas, mulai dari menjaga keutuhan hutan hingga membangun kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Yusuf Aguswan, salah satu narasumber, menyampaikan bahwa integrasi ini merupakan wujud nyata kolaborasi manusia dan alam. “Kahayan Hilir bukan sekedar wilayah. Ini adalah rumah bagi ribuan spesies flora, fauna, dan manusia yang hidup dari kelestariannya,” jelas Yusuf. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas kelembagaan hingga pemanfaatan jasa lingkungan. “Setiap peserta saling berbagi wawasan untuk mengatasi tantangan dalam mengelola ekosistem gambut,” tambahnya.

Di penghujung FGD, ada sebuah harapan yang mengalir di udara Kahayan Hilir. Harapan bahwa setiap helai daun, setiap aliran air, dan setiap embusan angin di hutan gambut ini akan terus memberi kehidupan. Bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk anak cucu yang kelak akan merasakan hutan sebagai warisan tak ternilai.

Penulis: Alma
Editor: JW dan Kis

Leave a Reply

Lihat post lainnya