K.P. SHK

Sihir Nawacita : 12,7 Juta Ha Hutan Untuk Rakyat ?

KPSHK. Bogor, 12 Oktober 2016

Sepuluh tahun terakhir kinerja pemerintah Indonesia masih gagal mengelola hutan negara. Sementara selama kurun waktu tersebut sejumlah masyarakat dan organisasi sipil sudah lebih banyak bergerak dalam kegiatan pengelolaan Perhutanan Sosial.

Moh. Djauhari (Koordinator KPSHK) dan Arief Rahman P4W-IPB (dari kanan)
Arief Rahman (P4W-IPB) dan Moh. Djauhari (Koordinator Nasional KPSHK)

“Dalam historisnya pergerakan rakyatlah yang membentuk reformasi kehutanan, yaitu berjalannya Sistem Hutan Kerakyatan”, Jelas Mohammad Djauhari (Koordinator Nasional KPSHK) pada diskusi serial yang diselenggarakan oleh CREATA (Center of Research on Environment, Appropriate Technology, and Advocacy) di Bogor 12/10/2016.

“Sesuai visi  SHK (Sistem Hutan Kerakyatan) yaitu rakyatlah yang mengelola sumberdaya hutan, contoh kearifan tradisional dalam mengelola hutan sedari dulu sudah dipraktekkan di beberapa daerah semisal simpuq, pangale, tembawang, talun, huma, sasi, dan lain-lain,” jelas Moh. Djauhari.

Usaha menyelamatkan hutan diiringi dengan berbagai konflik kehutanan diantaranya 56% kawasan hutan co-inside (tumpangtindih klaim) antara rakyat dan negara (ICRAF, 2002), 48% masyarakat pinggir hutan miskin (CIFOR, 2004), serta temu gelang kawasan hutan 13% (konflik tatabatas).

Melalui reformasi kehutanan lahirlah UU No.41/1999 (Revisi UU No.5/1967) Penyusunan Prinsip Kriteria dan Indikator Community Forestry (Hutan Kemasyarakatan. Sejalan dengan itu aktifitas klaim dan ijin hutan telah dilakukan menggunakan Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007 diantaranya  9 juta Ha kawasan untuk orang miskin (Era Menteri Kehutanan  MS.Ka’ban), 8 juta Ha untuk program nasional (ProNa) Reforma Agraria (sertifikasi tanah).

img_0138bc

Klaim rakyat atas kawasan hutan diwadahi dengan Program HKm, HTR-Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa dan Kemitraan. HKm mencapai 400.000 Ha, Hutan Desa mencapai 10.000 Ha, HTR 500.000 Ha (Dephut, 2009). Serta HTR lebih progres karena ada BLU (kredit dari dana rebiosasi).

SHK atau Hutan Adat masuk Program HKm dan Hutan Desa. Semangatnya melegalkan hak pengelolaan dan “strategi antara” untuk mendapat pengakuan negara. Hasil pelaksanaan Program Perhutanan Sosial hingga 2013 mencapai 2 juta Ha. Potensi SHK / Wilayah Kelola Rakyat / CBFM (Community Based Forest Management) untuk Perhutanan Sosial Registrasi Wilayah Kelola Rakyat (Wikera) mencapai 16,7 juta Ha (Wikera-KpSHK, 2009). Sebaran CBFM mencapai 16 juta Ha (Skala-MFP2, 2010) dari program pemberdayaan 19 juta Ha (WGP, 2015).

Upaya pembuatan ijin petani untuk mendapatkan manfaat hutan yang dikelolanya mengalami problematika ijin. Sehingga terjadinya penolakan dari masyarakat hutan adat yang bersikeras mengeluarkan wilayah adatnya dari kawasan hutan, tapi tetap dengan paradigma UU No.41 (diperkuat dengan Putusan MK35/2012 tentang Definisi Hutan Adat). Prosedur pengajuan perhutanan sosial lambat bisa mencapai dua tahun untuk mengurusnya.

img_0238b

Sebanyak 80% pembiayaan untuk program perhutanan sosial dari dana asing/proyek hibah LSM, lembaga penelitian, dll (BPS, 2013). Anggaran pembiayaan program perhutanan sosial tidak ada dalam APBN/APBD. Demi kepentingan berbagai pihak terjadilah penyalahgunaan program Perhutanan Sosial, pemekaran kabupaten mengakibatkan ijin dicabut, berkurangnya luas kawasan hutan. Sementara tidak ada pendampingan kelompok setelah ijin didapat.

Problematika ini menjadi pertanyaan besar dengan temuan angka-angka ilusi ialah 40 juta Ha hutan untuk rakyat dengan PHBM-Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat/Community Forestry (Latin, 1999) kemudian 30 juta Ha hutan untuk rakyat (Rumahtransisi, 2014) dan 70 juta Ha wilayah indikatif masyarkat adat dalam kawasan hutan (Pertemuan LEI, 2014).

12,7 Juta hektar hutan untuk rakyat, diharapkan bukan sekedar angka politis Nawacita.

#KPSHK#

 

Leave a Reply

Lihat post lainnya