Belajar dari pengalaman kebakaran hebat 2015, 2019, dan 2023 yang menghanguskan hutan desa, masyarakat bersama KPSHK dan empat LPHD di Kahayan Hilir akhirnya bergerak. Mereka mulai membangun sekat kanal semacam bendungan kecil untuk menahan air agar tidak cepat kabur dari lahan gambut.
Pada tahun ketiga program Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG), telah dibangun 24 sekat kanal. Menariknya, sekat kanal ini kini dirancang lebih canggih dengan menggunakan modifikasi spillway tipe V dan U, balok kayu lokal, serta rangka penahan dari kayu galam agar tahan saat banjir datang. Sementara itu, pada tahun keempat program, direncanakan akan dibangun lagi 35 sekat kanal untuk memperluas manfaatnya.
“Sekat kanal ini membantu menahan air di dalam kanal dan sekitarnya, sehingga meningkatkan ketinggian muka air tanah. Dengan begitu, gambut jadi basah lagi dan lebih tahan terhadap api,” jelas Sarianto, Technical Officer KPSHK.

Apa hasilnya setelah dibangun sekat kanal? Menurut pantauan tim hidrologi KPSHK, lahan gambut yang dulu retak-retak saat kemarau kini tetap lembap. “Sekat kanal meningkatkan daya simpan air di kanal dan handel, sehingga ketersediaan air tetap terjaga,” sebut Sarianto. Ekosistem pun mulai pulih.
Yang paling penting, risiko kebakaran hutan dan lahan berkurang drastis. “Sekat kanal ini efektif menahan air di lahan gambut, sehingga mengurangi risiko kebakaran. Tapi harus diingat, ini solusi jangka pendek. Restorasi gambut tetap harus jalan terus,” kata Kitso Kusin, Tenaga Ahli Sekat Kanal memberi catatan.
Awalnya, pembangunan sekat kanal tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak ketua handel yang menolak. Mereka khawatir akses ke kebun terganggu. “Masyarakat merasa tidak dilibatkan, tidak dapat manfaat langsung, bahkan takut hak atas tanahnya terganggu,” ungkap Sarianto.
Namun setelah beberapa sekat kanal berdiri, pelan-pelan pandangan warga berubah. Mereka mulai melihat manfaatnya, bahkan ada yang tertarik terlibat langsung. “Partisipasi masyarakat di tahun ketiga cukup meningkat, walaupun penerima manfaatnya baru beberapa orang. Contohnya di Sei Buluh 1 Kalawa, masyarakat malah menambah penerima manfaat untuk membangun sekat kanal baru,” cerita Sarianto.
Kini tantangannya adalah bagaimana menjaga agar sekat kanal terus berfungsi optimal. Inspeksi rutin, penanaman vegetasi di sekitar sekat, serta pemantauan debit air terus dilakukan. Dengan cara ini, masyarakat dan alam sama-sama diuntungkan.
“Kami berharap program ini terus didukung pemerintah, LSM, dan masyarakat sendiri. Keterlibatan aktif warga itu penting sekali, supaya mereka merasa memiliki dan ikut menjaga. Kalau sekat kanal rusak, siapa lagi yang mau memperbaiki kalau bukan kita bersama?” ujar Karlin K. Ganti, Ketua LPHD Buntoi.
Cerita sekat kanal di Kahayan Hilir ini adalah bukti nyata: kerja sama masyarakat dan berbagai pihak bisa memulihkan hutan gambut. Dari tanah yang dulu kering dan mudah terbakar, kini pelan-pelan kembali basah, memberi harapan untuk masa depan yang lebih aman dan lestari.
Penulis: Alma
Editor: JW