K.P. SHK

REDD, Paket Hemat Biaya Tinggi

Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dari skema menurunkan kerusakan lahan dan penyusutan hutan atau REDD menjadi hasil kesepakatan untuk Indonesia dengan negara-negara maju (Annex I) di KTT Iklim PBB ke-15 di Kopenhagen, Denmark, yang berakhir pada minggu lalu (18/12). Meminjam istilah Brigitta (Kompas 24/12), angka 26 persen yang didegungkan Presiden SBY sebagai retorika menjelang KTT Kopenhagen pada September lalu telah menuai hasil yang cukup memuaskan Indonesia.

REDD sebagai langkah murah, mudah dan cepat sebagai upaya mencegah perubahan iklim global sudah lama juga dikuatkan oleh lembaga-lembaga penelitian atau pakar perubahan iklim di nasional. Namun, tidak adanya kesepakatan mengikat bagi negara-negara Annex I untuk memastikan prosentase penurunan emisi CO2 yang ideal hingga kenaikan suhu bumi sebesar 2 derajat Celcius tidak terjadi akan menjadi harapan hampa warga dunia. Apalagi Annex I mengandalkan penyerapan emisi karbon mereka dengan mengkompensasikan dengan mempertahankan hutan-hutan di negara-negara Non Annex I semisal Indonesia.

Kehutanan di Indonesia sangat kompleks. Konversi hutan untuk peruntukan lahan bagi pertanian, perkebunan dan pertambangan semakin tahun semakin mengurangi luas tutupan hutan dan menciptakan konflik. Bahkan ditambah oleh masih berlangsungnya praktik tebang dan bakar (slash and burn) dalam pembukaan hutan oleh pemegang ijin Hutan Tanaman Industri dan HGU (Hak Guna Usaha) perkebunan yang setiap tahunnya membuat regional Indonesia gerah karena asap.

Dalam 3-5 tahun ke depan di Indonesia akan ada pembukaan hutan seluas 5,4 juta ha untuk HTI, 11 juta ha untuk perluasan kebun sawit, dan 6,7 ha juta sawit di hutan gambut (dari berbagai sumber). Hal ini tidak dipungkiri akan menuai konflik baru antara pelaku industi hutan tanaman dan perkebunan sawit dengan masyarakat setempat. Semisal, temuan Sawit Watch (2008), dalam rentang waktu 2 tahun (2005-2007), telah terjadi konflik antara masyarakat lokal dengan perusahaan sawit hingga 300 kejadian konflik yang hingga kini usaha ke arah penyelesaiannya tidak mencapai 2%-nya.

REDD sebagai satu skema kompensasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang terpaut dengan hutan dan kawasan hutan akan menambah persoalan baru, utamanya berkenaan dengan tumpang tindih klaim kawasan hutan antara masyarakat lokal (adat) dengan pemerintah (swasta). Konflik tenurial hutan dan agraria adalah persoalan dasar penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam hingga sekarang.

Kekawatiran REDD akan mendorong peningkatan jumlah konflik tenurial dan hak antara masyarakat (adat) dengan pemerintah sudah muncul di KTT Iklim PBB ke-14 di Poznan, Polandia, yaitu bagaimana salah satu pernyataan dipertemuan tersebut meminta Indonesia untuk memastikan terakomodasi hak-hak masyarakat adat dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim utama soal konflik hak dan tenurial hutan.

Terlepas ada anggapan dari para pakar iklim dan kehutanan, REDD sebagai cara murah, mudah dan cepat dalam mencegah perubahan iklim global, perjalanan panjang penyelesaian konflik tenurial dan hak atas hutan di Indonesia cukup memberikan gambaran pesimis REDD benar-benar menjadi jalan murah, mudah dan cepat. Alih-alih justru sebaliknya, REDD jalan murah bagi Annex I untuk tidak wajib menurunkan emisi karbon dari konsumsi energinya, namun bagi negara Non Annex I seperti Indonesia, REDD layak ditengarai sebagai paket hemat perubahan iklim yang berbiaya tinggi. Penyelesaian konflik di sektor perkebunan sawit dan hutan tanaman bagi menjadi komponen biaya tinggi.

2 thoughts on “REDD, Paket Hemat Biaya Tinggi

  1. Indonesia punya tanggung jawab berat jaga titipan buwat umat manusia, buktikan bentuk tanggung jawab yang besar itu kepeda masyarakat di pinggir untuk memberikan kompensasi, jangan jadikan sasaran pilot projec belaka, celaka lagi kerusakan hutan jadi komoditi!!

    1. Masyarakat selalu menjadi target proyek. Semoga ada yang berbuat tidak sekadar proyek, tapi bagaimana masyarakat mendapat manfaat langsung dari keberadaan hutan, dan hutan bisa dipulihkan.

Leave a Reply

Lihat post lainnya