Sejak jaman dahulu perempuan Sakuli memanfaatkan waktu luangnya untuk membuat perabotan rumah tangga dari bahan rotan dan pandan yang diperoleh dari alam. Rotan dan pandan awalnya masih diperoleh dengan mudah di sekitar hutan tempat mereka bermukim. Keahlian turun temurun ini menjadi sumber pendapatan tambahan bagi sebahagian warga Sakuli pada jamannya. Namun dengan issu modernisasi, kegiatan-kegiatan kerajinan hampir tidak ditemukan lagi. Para perempuan Sakuli terbawa arus modernisasi yang berlangsung dan terus digalakkan oleh para pemangku kepentingan pusat dan daerah.
Akan tetapi bersamaan dengan program PSDABM (Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat) wilayah Kolaka, perempuan Sakuli mulai mengenal kembali kegiatan Kerajinan Tangan yang di fasilitasi oleh KPSHK bersama YAPPI-Sultra dan LaPAK-Sultra di Kelurahan Sakuli. Pada awal pertengahan September 2016, kegiatan kerajinan tangan di Sakuli mulai dilirik sebagai pintu masuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam upaya menggolkan program PSDABM yang fenomenal dan disambut baik oleh masyarakat Sakuli, melalui Gapoktan Poluloa dan poktan-poktan terutama Kelompok Wanita Tani (KWT) yang telah ada di Kelurahan Sakuli.
Kelompok perempuan yang tergabung pada KWT (Duku & Bersatu pada awalnya) bersama YAPPI-Sultra (Yayasan Pembinaan Potensi Pemuda Indonesia) dan LaPAK-Sultra (Lembaga Peduli Aneka Komoditi) menentukan bentuk-bentuk kerajinan yang akan dihasilkan. Kerajinan berbahan bambu menjadi prioritas utama yang kemudian berkembang pada kerajinan limbah plastik dan tali kur. Bambu di buat menjadi vas bunga, tempat tissue, figura foto, tempat alat tulis, sedangkan limbah plastik menjadi keranjang, serta tali kur menjadi tas, dompet dll.
YAPPI dan LaPAK turut memasarkan produk kerajinan serta memfasilitasi perempuan Sakuli dalam kegiatan pameran di Kolaka dan Kendari. Notabene KWT berharap produk kerajinan mereka laku di pasaran dengan harga yang sesuai bahkan lebih tinggi. Kerajinan tangan masih dikerjakan secara sampingan sehingga perbandingan biaya produksi dan nilai jual belum seimbang. Jika saja produk kerajinan ini telah diproduksi massal kemungkinan besar akan menjadi usaha pokok bagi kelompok perempuan Sakuli.
Kegiatan pendampingan produk kerajinan tangan perempuan Sakuli bernilai edukatif untuk berorganisasai dalam aktifitas diskusi, tanya jawab, berpendapat, serta berkreasi. Meskipun dalam pertemuan-pertemuan kaum laki-laki KTH (Kelompok Tani Hutan) seringkali mendominasi musyawarah sementara perempuan kurang dilibatkan dan diakomodir pendapatnya. Berlangsungnya kegiatan PSDABM membuat kelompok perempuan Sakuli mulai berani menyampaikan beberapa permasalahan, merumuskan solusi yang paling mendasar dan paling mungkin dapat diatasi bersama.
Masih banyak hal yang harus dilakukan dalam upaya dan dukungan terhadap produk kerajinan tangan KWT maupun dalam mencapai sebuah gambaran ideal dari perempuan Sakuli yang berdaya dalam PSDABM. Namun jika ini terus ditekuni dan dilakukan bukan tidak mungkin jalan yang samar-samar gelap, lama kelamaan akan semakin terang benderang seperti semburan matahari yang pasti dari timur puncak Gunung Latambaga.
Dari pengalaman perempuan Sakuli ini, kita dapat melihat bahwa masyarakat Sakuli yang Heterogen telah memiliki mekanisme bertahan hidup akibat perubahan lingkungan yang mengancam kehidupan mereka. Mereka mencari alternatif sumber ekonomi baru, yang dahulu dianggap biasa namun sangat bermanfaat pada saat yang sulit.
Secara umum masyarakat Sakuli masih didominasi oleh suku asli Tolaki Mekongga dan Bugis-Makassar yang dalam proses pengambilan keputusan kurang melibatkan perempuan. Padahal perempuanlah yang sebenarnya akan meluangkan banyak waktu dan tenaganya di kebun dan ladang mereka. Tentu saja perubahan ini akan lebih positif dan produktif jika melibatkan perempuan.
#KpSHK/AbdulMaal#