Janji Pemerintah untuk memberantas mafia hukum di sektor kehutanan sedang dimulai. Salah satu upaya penegakan hukum ini jelas langkah maju. Walau sangat disangsikan akan mudah ‘mengurut kacang’ pelaku-pelakunya. Terbukti beberapa pelaku kejahatan kelas kakap, semisal pengemplang pajak kehutanan, pelaku illegal logging, koruptor sektor kehutanan yang sudah tercium penyidik hukum lenyap tanpa jejak dan hilang dalam ingatan Pemerintah.
Sudah menjadi pengetahuan umum, kawasan hutan negara masih dalam konflik tenurial, klaim kepemilikan dan pengelolaan antara rakyat (terutama masyarakat adat) dan negara. Kemenhut (Kementerian Kehutanan) sendiri mengakui 60% kawasan hutan negara masih berkonflik dengan masyarakat lokal (adat), dan hingga kini belum ada ketegasan dan kejelasan status tenurial.
Kondisi ini bagi siapapun akan mengiyakan, ketidakjelasan dan ketidaktegasan kepemilikan atas kawasan hutan menjadi titik rawan terjadinya pelanggaran dan kejahatan baik level kriminal biasa, kriminal khusus (korupsi, manipulasi, kejahatan korporasi), maupun kejahatan HAM. Masih terjadinya pelanggaran ijin pengelolaan, pelepasan, alih fungsi dan tukar guling kawasan hutan oleh Pemerintah (pusat dan daerah) dan pemangku kepetingan kehutanan lainnya adalah bukti persoalan hukum yang berpangkal dari ketidakjelasan dan ketidaktegasan status tenurial.
Unsur hukum kepemilikan atas suatu barang (benda) melingkupi, ada barang yang dimilikinya, ada pemiliknya, dan ada sistem yang mengatur kepemilikannya. Di sektor kehutanan, barang yang dimiliki adalah kawasan (tanah hutan) dan sumberdaya hutan. Mengacu pada hak kepemilikan (property ownership) maka cara untuk menggambarkan konsep hak milik publik dan pribadi di sektor kehutanan sering kali menggunakan cara bundle of rights yaitu cara penjelasan dari kompleksitas kepemilikan terhadap barang (sesuatu).
Di Indonesia kawasan hutan dan sumberdaya hutan tidak jelas dan tegas, apakah kawasan hutan dan sumberdaya hutan adalah hak milik publik atau pribadi. Undang-Undang Dasar Indonesia hanya menyebutkan kawasan hutan dan sumberdaya hutan dikuasai negara dan digunakan untuk ksejahteraan dan kemakmuran rakyat atau yang lebih populer dengan sebutan HMN-Hak Menguasai Negara. HMN sangat multitafsir, yaitu negara yang menguasai, memiliki dan mengelola sumberdaya alam dan variannya. HMN menjadi debat hukum kepemilikan berkepanjangan hingga saat ini.
Pemberesan soal-soal di atas adalah langkah awal untuk melakukan penegakan hukum lebih lanjut, baik yang bersifat kriminal biasa, kriminal khusus, kriminal luar biasa, dan kejahatan HAM di sektor kehutanan.
Mulai dari Perhutani
Keseriusan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, mau memberantas mafia hukum di sektor kehutanan sesuai perintah Presiden harus diawali di Jawa. Perhutani sebagai salah satu badan usaha milik negara yang ditetapkan undang-undang untuk mengelola kawasan dan hutan di Jawa harusnya menjadi target penyusuran pertama. Pertimbangannya, Perhutani selalu tampil sebagai pihak yang selalu mendapat gugatan dari masyarakat baik berkenaan dengan hak tenurial, penebangan liar, manajemen pengelolaan, dan kejahatan HAM sedari dulu.
Berkaitan dengan penebangan liar yang ramai dan mencapai puncaknya di tahun 1997-1999 di lahan-lahan kelolanya, Perhutani perlu menjelaskan kemana hasil-hasil kayu yang dilelang dari hasil penebangan liar. Dari sisi keberhasilan manajemen Perhutani selama ini harus juga dipertanyakan, publik mengamati dalam 10 tahun terakhir Perhutani ditengarai menuju pailit namun para pejabatnya masih menikmati hidup mewah. Dan terutama soal penyelesaian-penyelesaian dari kasus-kasus kekerasan yang terjadi dimana tak urung masyarakat sekitar lahan Perhutani menjadi korban penembakan. SPP (Serikat Petani Pasundan) menyebutkan hingga tahun ini kejadian konflik kekerasan antara petugas Perhutani dengan petani tidak kurang dari 300-an kejadian.
Saat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) menjadi momok bagi penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) di tahun-tahun dan pemerintahan sebelumnya, Nurmahmudi, Menteri Kehutanan di pemerintahan lalu, mengawali pemberantasan KKN dalam tubuh Departemen Kehutanan. Alangkah bagusnya, Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan sekarang memulai pemberantasan mafia hukum di sektor kehutanan di Jawa yaitu targetnya Perhutani, karena Perhutani yang dekat dengan pelupuk mata Pusat.
Perhutani itu mulai beroperasi berdasarkan PP pada tahun 1972, sampai dengan tahun 2011 ini Perhutani berusia 39 tahun. kayu yang di panen dari hutan Perhutani selama ini minimal usianya 45 tahun (untuk Mahoni dan Pinus) sementara Jati sampai dengan 80 tahun.
artinya…..
sampai dengan saat ini Perhutani melakukan pemanenan kayu bukan dari hasil usahanya sendiri, tetapi hasil warisan (yang di tanam oleh masyarakat sekitar hutan yang dipekerjakan oleh jawatan kehutanan sebelum PP itu lahir/bahkan jaman Belanda).
sementara menjaga saja mereka tidak berhasil……(habis di 1997-2000). belum lagi penanaman yang mereka lakukan…..mana yang berhasil…..????!!!!
dari 57 KPH yang tersebar di 3 Unit (Jateng, Jatim dan Jabar) mana KPH yang surplus……????
selamat mengkaji
f