Meningkatnya produktivitas dari kegiatan manusia berpengaruh terhadap perubahan iklim dan ekosistem, yang didalamnya terdapat berbagai jenis keanekaragaman hayati yang menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat.
Salah satu kegiatan manusia yang berdampak besar terhadap perubahan iklim yaitu pemanfaatan lahan. Maka diperlukan suatu standard untuk mengukur kegiatan yang dirancang bisa dilaksanakan secara berkelanjutan untuk kepentingan perlindungan keanekaragaman hayati, peningkatan kelestarian hutan dan lahan, serta pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Kegiatan ini menggunakan standard Climate, Community, and Biodiversity (CCB) untuk memastikan agar program yang dijalankan dapat mengoptimalkan partisipasi dari semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan desa dengan tetap menghormati hukum adat dan mempertahankan nilai konservasi tinggi yang telah ada di tiap desa tersebut.
Program pengelolaan hutan desa dengan standard CCB ini direncanakan akan dilakukan di 4 desa, yaitu Desa Gohong, Desa Mantaren I, Desa Kalawa, dan Desa Buntoi. Untuk pengumpulan data tahap pertama telah dilakukan di 2 desa yaitu Desa Gohong dan Desa Mantaren I, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 15 Agustus – 5 September 2022. Kegiatan ini dilakukan oleh Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPSHK) yang diasistensi oleh The Landscapes and Livelihoods Group (TLLG).
Desain kegiatan bersama pemerintah dan masyarakat lokal, dimulai dari pemetaan partisipatif, analisis masalah dan solusi, penilaian ancaman dan analisis hambatan, penilaian sosial dan ekonomi, penilaian keanekaragaman hayati partisipatif, survei lapangan, survei rumah tangga untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi dari tiap desa dan sejarah serta budaya desa. Para pihak terkait yang dilibatkan dalam penilaian partisipatif antara lain Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), Dinas Kehutanan, pemerintah desa setempat, Mantir Adat, kelompok perempuan, kelompok pemuda sebagai perwakilan dari masyarakat desa.
Epansyah, selaku Kepala Desa Gohong menegaskan agar program ini dapat memfasilitasi kelompok KUPS untuk segera mendapatkan pendampingan dan jika memungkinkan bisa menghasilkan komoditas utama seperti kelulut, jamur tiram, dan anyaman rotan.
Kebakaran hutan terbesar yang pernah terjadi pada tahun 2015 hampir membakar habis seluruh hutan desa. Dampak yang sangat merugikan masyarakat diantaranya berkurangnya serapan air, meningkatnya suhu, berkurangnya populasi satwa, banjir, asap, menurunnya ketinggian tanah, lahan gambut kering, dan kualitas air asam, sulitnya mencari tumbuhan-tumbuhan yang biasa digunakan sebagai obat tradisional, hingga terganggunya aktivitas serta kesehatan masyarakat.
“Harapannya semoga program ini bisa berlanjut, berjalan dengan aman dan baik, dilakukannya kegiatan evaluasi untuk tiap kegiatan, dan melibatkan mantir adat beserta masyarakat dalam kegiatan lapang karena masih ada sebagian masyarakat yang menentang karena mereka belum mengetahui pentingnya program ini bagi hutan desa.” harap Salampak Liwin, Mantir Adat Desa Mantaren I (18/8/22)
Mari kita dorong terus perlindungan keanekaragaman hayati, peningkatan kelestarian hutan dan lahan, serta peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di desa.
#KPSHK-Hum/Feb/Inal