K.P. SHK

Pembangunan Berkeadilan Iklim

Macan Asia Antara Mengaum dan Bertepuk Dada

Indonesia, negara kaya sumberdaya alam yang tergolong dalam kelompok negara sedang berkembang (Developing Country) yang melancarkan pembangunan berbasis industrialisasi sektor sejak tahun 70-an. Yaitu sejak Indonesia menerapkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) di bawah Pemerintahan Orde Baru. Istilah “lepas landas” dalam konsep Repelita akan dicapai pada 25 tahun pelaksanaannya, artinya level pembangunan Indonesia akan setara dengan negara berkembang (Developed Country) pada akhir pelaksanaan Repelita V. Atau Indonesia sudah masuk dalam Era Lepas Landas pada tahun 90-an.

Era Lepas Landas Indonesia tersebut ditandai dengan majunya sektor-sektor andalan ekspor Indonesia. Nilai ekpsor migas dan non migas (kehutanan, pertanian, perkebunan, dan manufaktur) menjadi output pembangunan berbasis industri nasional. Bahkan Indonesia saat itu dikenal sebagai negara pengekspor beras, pengekspor kayu lapis, pengekspor migas, dan bahkan produsen pesawat terbang yang hampir tidak tersaingi oleh negara-negara sedang berkembang lainnya di Asia. Era Lepas Landas selaras dengan sebutan Indonesia sebagai Macan Asia waktu itu.

Keberhasilan tersebut tentu menuai beberapa kondisi buruk terutama adanya penipisan sumberdaya alam dan kerusakan daya dukung lingkungan, selain penurunan nilai demokratisasi sosial dan politik karena karakter pemerintahan Orde Baru yang otoritarianisme.

Indonesia menikmati hasil kejayaan pembangunan berbasis industrialisasi sektor tidak lebih dari 30 tahunan sebelum terkena prahara krisis ekonomi yang berdampak kepada krisis politik (lahirnya Reformasi).

Keadilan Iklim ala Macan Asia
Pembangunan berbasis industrialisasi sektor sudah dilaksanakan berabab-abad lamanya di dunia. Negara-negara di Eropa sudah terlebih dahulu mengenyam dampak kemajuan karena industrialisasi sektor sejak Revolusi Industri atau Jaman Pencerahan. Hampir 400 tahun negara-negara yang sebagian besar pelaku penjajahan dan pembentuk koloni di benua-benua lainnya menikmati ekspoiltasi sumberdaya alam dan lingkungan yang dipicu dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Negara-negara yang tergolong dalam negara maju (Develop Country) ini adalah negara penikmat dari eksploitasi sumberdaya alam di buminya sendiri dan bumi negeri-negeri jajahan atau koloninya.

Membandingkan penikmatan kemajuan karena industrialisasi sektor antara negara-negara Developed Country dengan Developing Country dalam konteks memerangi perubahan iklim, negara yang lebih dulu menikmati kemajuan industrialisasi sektor seharusnya memiliki tanggung jawab lebih besar dalam penurunan emisi karbon dan perbaikan lingkungan di dunia. Kalau tidak isu pemikulan tanggungjawab bersama tentang penurunan emisi karbon memunculkan ‘ketidakadilan permanen’ dalam relasi antarnegara di dunia. Dan semua negara untuk menjawab persoalan ini harus mampu menemukan jalan pembangunan yang berkeadilan iklim.

Senada dengan pernyataan Zhang Qie Yu, Duta Besar China untuk Indonesia, yang dilansir Harian Kompas (15/12), isu negara berkembang menjadi andalan dunia memerangi perubahan iklim sungguh tidak adil. Menurutnya, negara berkembang baru tidak sepuas negara-negara maju dalam menikmanti pembangunan di negerinya. Di negara-negara sedang berkembang baru masih bergelut dengan kemiskinan dan keterbelakangan.

China sebagai negara maju baru yang tergolong pengemitor karbon pertama setelah Amerika dari 10 negara maju lainnya. Ungkapan Zhang Qie Yu tampak sebagai bentuk pernyataan pembelaan, China baru ‘Lepas Landas’ dan menjadi ‘Macan Asia’, sudah terusik dengan beban tanggung jawab,yaitu harus mengurangi pelepasan emisi karbon dari penggunaan energi fosil industinya hingga kondisi ideal (rekomendasi IPCC 40% hingga 2020).

Berbeda dengan Indonesia sebagai negara yang pernah mendapat sebutan ‘Macan Asia’ karena keberhasilan industrialisasi sektor dan ekonomi di tahun-tahun 1990-an, kini bertepuk dada, Indonesia komit mengurangi penurunan emisi karbonnya hingga 26% sampai tahun 2020 yang melebihi angka komitmen negara-negara maju pengemitor. Dan benarkah? Ini yang menjadi tugas beratnya.

Leave a Reply

Lihat post lainnya