K.P. SHK

SHK: Potret Pengelolaan Aset Desa dalam Konteks UU Desa

Demokrasi partisipatoris yang menjadi semangat dari proses kelahiran UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (sebut saja Undang Undang Desa/UUD) waktu lalu telah mendorong Desa (atau nama lainnya) menemukan otonomi sesungguhnya dalam NKRI. Otonomi desa ini dalam semangat devolusi sumberdaya alam menjadi cikal bakal pengukuhan otonomi komunitas yang selama ini hanya menjadi euforia para pegiat organisasi masyarakat sipil yang mengimpikan secara ideal demokratisasi sumberdaya alam di Indonesia.

Lahirnya UUD adalah ‘sinyal baik’ yang akan membawa desa pada tahap yang lebih maju yaitu ‘mensejahterakan dirinya dengan kekuatan sendiri,’ dan hal ini perlu dikaitkan dengan sistem-sistem pengelolaan sumberdaya alam yang sudah ada dan lama berlangsung di komunitas (desa). Dalam konteks ini, Sistem Hutan Kerakayatan (SHK) potensi yang dapat diadopsi desa sebagai sistem pengelolaan aset desa (seperti yang tertuang dalam UUD, desa akan secara mandiri mengelola keuangan dan aset desa). Demikian disampaikan Koordinator Nasional Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK) Moh. Djauhari disela-sela acara seri diskusi rutin dengan tema “SHK: Potret Pengelolaan Aset Desa dalam Konteks UU Desa” yang digelar Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK) di Rumah Kopi Ranin Bogor, Rabu (23/10).

Dalam kesempatan yang sama, Nia Ramdhaniaty Direktur Eksekutif Rimbawan Muda Indonesia (RMI) menuturkan, kehadiran UU Desa memiliki peluang dan tantangan tersendiri untuk segera disikapi oleh para pelaku gerakan sosial. Menurutnya, pemberlakuan UU Desa yang mengakui sejarah asal usul komunitas dengan sendirinya menempatkan desa (dan desa adat) memiliki kedaulatan penuh atas aset (baca: sumberdaya) yang yang telah dikelola secara turun-temurun baik berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan aset desa lainnya. “Melalui pengelolaan BUM Des, Desa memiliki kesempatan untuk menaikkan Pendapatan Asli Desa (PADes)” ujarnya.

Meski demikian, menurut Nia beberapa tantangan yang harus segera direspon diantaranya, perlunya kepastian hak atas Tenurial untuk mendukung kejelasan aset desa (desa adat) melalui PERDA Desa ADAT, mekanisme pengaturan desa yang tertuang di dalam Rencana Tata Ruang Desa dan diperkuat melalui PERDES, mekanisme representasi dan akuntabilitas di tingkat lokal, dan perlunya penguatan kelembagaan desa melalui peningkatan kapasitas SDM para perangkat desa.

Senada hal tersebut, Gunawan Wiradi atau Pak GWR – sapaan akrab para pegiat advokasi pembaruan desa dan agraria –  menilai, saat ini salah satu persoalan yang medera di pedesaan adalah persoalan rendahnya kapasitas aparatur pemerintah desa. “Sering ditemui, para Kepala Desa tidak mengenal wilayah dan penduduknya” ungkap Pak GWR. Ditambahkannya, saat ini terlalu banyak kebijakan yang mengatur namun kebijakan itu sendiri faktanya tidak dapat membenahi persoalan di tingkat komunitas.

Sementara itu, Ketua Gerakan Desa Bangkit (GDB) Idham Arsyad menilai keberadaan UU Desa harus dilihat sebagai peluang politik komunitas atas pengakuan dan penghormatan atas desa dengan keberagamanya, kejelasan status dan kepastian hukum atas desa, mendorong prakarsa gerakan dan partisipasi  masyarakat sebagai subjek pembangunan serta pada akhirnya dapat memajukan perekonomian masyarakat desa. Namun diakuinya, sejauh ini keberadaan UU Desa belum dapat menyentuh agenda pembaharuan agraria. Menurutnya, persoalan ketimpangan agraris akibat penetrasi/ekspansi industri kapitalisme berbasis lahan skala luas lebih disebabkan pada kebijakan sektoral.

“Persoalan ini (ekspansi agroindustri kapitalistik dan konflik agraria – red) tidak dapat diselesaikan hanya dengan UU Desa karena persoalannya akibat UU sektoral pengelolaan sumberdaya alam” kata Idham.(MYF/Cupi)

Seri Diskusi Rutin KpSHK - SHK: Potret Pengelolaan Aset Desa dalam Konteks UU Desa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Lihat post lainnya