K.P. SHK

MENGENAL RUMAH BETANG: PELINDUNG KELUARGA SANG JAWARA

Rumah Betang di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau merupakan rumah adat yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah yang menjadi salah satu wisata di desa. Asal mula Rumah Betang dijadikan wisata budaya karena pada tahun 1982 terjadi peralihan pengelolaan rumah dari ahli waris kepada pemerintah yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah sehingga Rumah Betang menjadi situs budaya milik Kalimantan Tengah.

Beralih ke sejarah singkat rumah betang, John Feri selaku ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Ekowisata Desa Buntoi mengungkapkan bahwa Rumah Betang dibangun oleh Singa Jala yang merupakan jawara desa yang sering merantau untuk berperang ke berbagai tempat. Tujuan pembangunan Rumah Betang yaitu sebagai tempat tinggal sekaligus untuk melindungi keluarganya ketika ditinggal merantau keluar daerah.

Kondisi ruang tengah Rumah Betang yang dipenuhi perabotan kuno seperti belanga, tombak, alat musik tradisional, serta meriam tembaga (Doc. KPSHK/Febrina, September 2022)

Pada tahun 1800-an, Singa Jala adalah orang yang sering melakukan tradisi kayau selama merantau ke berbagai tempat. Kayau adalah orang yang biasa memenggal kepala sebagai bentuk keberanian dan kekuatan untuk menguasai suatu daerah. Dahulu, jika Singa Jala merantau ke daerah lain maka dianggap menantang pemimpin daerah tersebut untuk perebutan wilayah. Semakin banyak jumlah kepala yang dipenggal oleh Singa Jala maka semakin banyak orang yang mengakui kekuatan Singa Jala dan menandakan bahwa seorang jawara telah menguasai daerah tersebut. Selain itu, kepala yang dipenggal biasanya dibawa keliling daerah lainnya atau dijadikan seserahan atau syarat untuk ritual tertentu.

Sebelum Rumah Betang dapat berdiri kokoh, pembangunan rumah betang diperlukan sebuah ritual khusus yang mensyaratkan atau memerlukan pengorbanan berupa penyerahan tumbal sesuai jumlah tiang yang digunakan pada saat membangun rumah.  Betang didirikan pada tahun 1867-1870 oleh jipen atau para budak yang bekerja pada Singa Jala. Bahan bangunan didatangkan dari daerah Taringen Manuhing dari Manen Paduran Kahayan. Keseluruhan bahan bangunan terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), sedangkan untuk tiang utama rumah terbuat dari kayu manang/menang. Kayu manang memiliki struktur yang kuat untuk dijadikan tiang. Menurut John Fery, kayu manang merupakan sebuah pohon yang tumbuh besar ditumbuhi oleh parasit atau benalu. Namun parasit itu selalu mati atau tidak bisa tumbuh di kayu manang. Oleh karena itu, kayu tersebut disebut manang. Kayu manang tidak tenggelam atau selalu mengapung diatas permukaan air. Kayu manang sering dijadikan bahan bangunan karena dipercaya bisa membawa keberuntungan pemilik rumah dan melindungi penghuni rumah atau sebagai penolak bala.

Penjelasan tentang tiang utama yang terbuat dari kayu manang oleh John Feri (Doc. KPSHK/Febrina, September 2022)

Rumah Betang memiliki hulu menghadap ke timur dan ke hilir menghadap barat. Bentuk dari Rumah Betang berupa rumah panggung yang memanjang dengan panjang mencapai 30-150 meter dan lebar 10-30 meter yang ditopang oleh tiang-tiang di bagian tengah dan setiap sudut rumah dengan tinggi sekitar 5 meter. Karena bentuk Rumah Betang yang tinggi, maka diperlukan sebuah tangga sebagai akses ke pintu masuk.

Tangga yang dipasang di Rumah Betang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah (Doc. KPSHK/Febrina, September 2022)

Menurut kepercayaan orang Dayak, jumlah anak tangga harus ganjil karena bisa memudahkan rejeki atau tidak mengalami kesulitan hidup bagi penghuni rumah. Dahulu, hanya ada satu akses tangga yang ada di Rumah Betang. Hal ini bertujuan agar keluarga di dalamnya aman sehingga tangga di Rumah Betang bisa dilepas pasang atau menggunakan katrol. Tangga akan dilepas menjelang malam hari agar tidak ada akses ke pintu masuk karena banyak musuh Singa Jala atau perampok yang datang pada malam hari. Alasan Rumah Betang berbentuk panggung dan memiliki tiang-tiang yang tinggi karena lokasi Rumah Betang yang umumnya terletak di pinggir sungai, dimaksudkan agar keluarga yang tinggal di Rumah Betang terhindar dari bahaya seperti binatang buas maupun musuh, serta melindungi keluarga dari resiko banjir pada saat air pasang dari sungai.

Alat musik gong dan kangkanung yang berada pada ruang tengah Rumah Betang (Doc. KPSHK/Febrina, September 2022)

Pada umumnya di dalam Rumah Betang, terdapat bagian-bagian seperti rumah biasa yaitu bagian dapur sebagai tempat memasak (dampuhan), ruang tengah, kamar tidur, dan kamar mandi. Di dekat dapur, terdapat beberapa belanai yaitu barang yang mempunyai bentuk seperti guci dengan berbagai macam seperti belanga, guci lumut (belanai kecil), serta lemari besar tempat piring dan alat-alat pesta. Selain itu, ada juga sangku yang merupakan wadah untuk meletakan beras yang digunakan saat acara perkawinan adat. Pada ruang tengah terdapat alat-alat bunyian seperti gong, kangkanung, dan gendang. Ada juga senjata untuk perang berupa lonjo atau tombak dan meriam tembaga (yang dianggap sudah langka). Saat ini, terdapat satu kamar tidur yang konon katanya kamar tersebut selalu gelap yang hanya ditempati oleh Singa Jala dan kamar ini disebut kamar gelap. Pada bagian depan rumah sebelah utara terdapat satu sandung yang dipercaya didalamnya terdapat pedang milik Singa Jala.

Sandung yang berada di depan Rumah Betang (Doc. KPSHK/Febrina, September 2022)

Selain Rumah Betang yang di Desa Buntoi, ada sekitar 7 Rumah Betang yang terdapat di Kalimantan Tengah, termasuk di Desa Tumbang Malahoi dan Desa Tumbang Anoi yang berlokasi di Kabupaten Gunung Mas. Rumah Betang yang ada di Desa Buntoi termasuk rumah dengan ukuran yang paling besar. Namun, pada tahun 1992, 2009, dan 2021 dilakukan beberapa renovasi sehingga Rumah Betang tidak seluas sebelumnya. Dahulu banyak patung-patung semacam arca yang diletakkan di depan Rumah Betang. Patung-patung tersebut terbuat dari kayu ulin dan dibentuk seperti orang yang sedang memegang senjata dan berbagai macam bentuk lainnya.

Saat ini Rumah Betang seringkali digunakan sebagai tempat musyawarah masyarakat yang ada di Desa Buntoi. Dilansir dari website KEMDIKBUD (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/rumah-betang-desa-buntoi/), bahwa pengelolaan Rumah Betang Buntoi dibawah pemerintah, maka Rumah Betang juga dijadikan sebagai tempat wisata yang sudah dikenal secara nasional dan internasional serta ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara seperti dari Rumania, Jepang, Taiwan, Jerman, Australia dan Swiss. Sampai saat ini ada 3 kedutaan besar yang pernah berkunjung ke Rumah Betang yakni duta besar Jerman dan rombangannya pada 16 November 1973, duta besar Swiss dan rombangannya pada 1974, dan duta besar Australia dan rombongannya pada 25 Juli 1977. Tentunya, tujuan dari kunjungan mereka untuk mengetahui sejarah dari Rumah Betang.

 

#KPSHK-Hum/Al/Feb/As

Leave a Reply

Lihat post lainnya