Mewujudkan nawacita pemerintah Indonesia yang hingga tahun ini belum tercapai dalam mengoptimalkan fungsi hutan sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat di desa-desa di pingir dan sekitar hutan, untuk membantu mengurangi kemiskinan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui skema Perhutanan Sosial didukung oleh Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat, Kementerian Pertanian didukung oleh Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan serta Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat juga Dewan Rempah Indonesia, bertekad untuk meningkatkan kesejahteraan petani hutan melalui peningkatan dan mutu produktivitas hasil hutan bukan kayu khususnya rempah hingga tercapai kembali kejayaan rempah nusantara.
KpSHK atas dukungan ICCO telah melakukan Identifikasi Potensi Komoditas untuk Mata Pencaharian dalam Sistem Hutan Kerakyatan (SHK) atau sekarang populer disebut sebagai skema Perhutanan Sosial (PS). Hasil kajian tersebut selain disajikan sebagai database produk petani hutan, juga adanya rekomendasi kebijakan komoditi dan pasar produk perhutanan sosial.
Dalam Workshop Potensi Komoditi Rempah (dan HHBK) Mendukung Pengembangan Usaha di Wilayah SHK, yang dilaksanakan KpSHK pada 20 November 2019 di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) Kementerian Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No.3, Cimanggu, Bogor. Dihadiri Dewan Rempah Indonesia, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan dari Direktorat Perkebunan Kementerian Pertanian, Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dari Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Mitra CEA-ICCO, NTFP-EP Indonesia, serta pelaku usaha PT. Alam Sari Interbuana.
Hasil Kajian Potensi Rempah dan HHBK di Unit Wilayah Kelola SHK / Perhutanan Sosial dipaparkan Roni Jaya Winangun (Peneliti KpSHK) dan Nurhidayat Munir (Project Manager KpSHK), narasumber Sigit Ismaryanto Direktur PT Alam Sari Interbuana sekaligus Pengurus Pusat Bidang Pemasaran Promosi dan Advokasi Dewan Rempah Indonesia), Eko mewakili Direkturt Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (BUPSHA – Dirjen PSKL, KLHK), M.Fauzan mewakili Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP – Dirjen Perkebunan, Kementan), serta Molide Rizal mewakili Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO).
Beberapa potensi komoditi rempah hasil kajian KpSHK pada 5 Unit SHK adalah Kayu Manis di Kerinci, Lada dan Pala di Kepahiang dan Cengkeh di Kolaka. Sementara Hasil Hutan Bukan Kayu lainnya seperti, Kopi di Kerinci, Kepahiang dan Jember, Karet dan Damar di Sekadau.
Menurut Sigit selaku Direktur PT.Alam Sari Interbuana, Indonesia adalah pemain utama pasar Pala di Belanda. Berdasarkan data tahun 2017, Ekspor pala (HS 090811) Indonesia mencapai USD 6,43 juta atau dengan pangsa pasar72,7%. Indonesia juga merupakan pemain utama produk Kayu Manis di Belanda dengan pangsa pasar 62,2% pada tahun 2018. Indonesia memiliki keuntungan komparatif dalam produksi kayu manis karena dapat tumbuh subur terutama di daerah Kerinci. Indonesia juga pemain utama Cengkeh, Tahun 2015 Jerman mengambil alih dari Belanda sebagai pengimpor utama Cengkeh.
Sigit yang juga sebagai Pengurus Pusat Bidang Pemasaran Promosi dan Advokasi di Dewan Rempah Indonesia bahwa menurutnya upaya peningkatan daya saing rempah di pasar internasional, adalah meningkatkan akses pasar, melalui kerjasama FTA (Free Trade Agreement) untuk meningkatkan dan memfasilitasi perdagangan produk rempah sehingga meningkatkan akses pasar. Diperlukan pemenuhan dan pemahaman terhadap regulasi teknis, standar dan metode penilaian kesesuaian yang ditetapkan. Meningkatkan kemitraan, melalui menjalin kembali kerjasama kemitraan, dan membuat program dan kegiatan kemitraan.
“Untuk mengembalikan kejayaan Rempah Nusantara, marilah kita bersinergi bermitra dari semua stakeholder, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dewan Rempah Indonesia, pelaku usaha, NGO, asosiasi-asosiasi, semuanya. Mari bermitra, bersinergi mengembalikan kejayaan rempah Nusantara” himbau Sigit.
Kunci Keberhasilan dalam Pengembangan Perhutanan Sosial menurut Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (BUPSHA) pertama adalah pendampingan kepada kelompok tani PS, ke-dua identifikasi potensi dan pemanfaatan potensi secara optimal dilakukan melalui kegiatan jangka pendek, menengah dan jangka Panjang dapat terpenuhi, ke-tiga akses ke permodalan seperti KUR dan BLU, dan ke-empat adalah jaminan pasar atau adanya offtaker yang siap membeli produk yang dihasilkan dari kelompok usaha perhutanan sosial.
Eko mewakili Direktur BUPSHA mengatakan “Perhutanan sosial adalah pemberian akses kelola masyarakat terhadap kawasan hutan. Kita harapkan masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan bisa lebih sejahtera hidupnya dengan akses kelola tersebut”.
“Kuncinya adalah dipengembangan usaha. Salah satu produk yang berpotensi besar untuk dikembangkan adalah rempah-rempah, sebagaimana bangsa kita dulu jaya dengan rempahnya. Kita harapkan kedepan kejayaan itu bisa kembali dan menjadi lebih baik lagi. Salah satunya dengan perhutanan sosial” jelas Eko.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP) menyampaikan bahwa tantangan pengembangan komoditas perkebunan adalah produktivitas (benih, tanaman tua/ rusak, serangan OPT), penanganan pascapanen, keamanan pangan (kualitas & standarisasi), inovasi produk bernilai tambah, penguatan baik SDM, kelembagaan petani, dan kemitraan, kemudian akses pembiayaan, akses pasar & promosi, serta infrastruktur pasar & rantai pasar yang panjang.
Fauzan mewakili Direktur PPHP menegaskan “Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Direktorat Jenderal Perkebunan, terus berupaya dan mendukung, serta mendorong para petani kita memberdayakan kesejahteraannya. Untuk itu kedepan untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia akan terus kami perhatikan dan kami fasilitasi”.
Lanjutnya “Perlunya sinergitas, koordinasi, dan sinkronisasi berbagai stakeholder pertanian khususnya perkebunan dan berbagai pelaku usaha yang berkecimpung dalam komoditas perkebunan. Kunci kejayaan rempah Indonesia adalah 4K, yaitu Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas, dan Komitmen kita bersama” tegasnya.
Komoditas Prioritas menurut Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) untuk tanaman rempah adalah Lada, Pala, dan Cengkeh. Tanaman industri adalah Jambu Mete. Tanaman Obat yaitu Jahe, Temulawak, Kunyit, Pegagan dll. Sementara Komoditas Prioritas Tanaman Aromatik adalah Nilam, Serai Wangi, Akar Wangi dan Mentha.
“Kami dari lingkungan penelitian dan pengembangan siap bekerja sama berkolaborasi bersinergi dengan semua pihak untuk menggali dan mengembangkan potensi rempah Indonesia di seluruh tanah air untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan bangsa Indonesia” jelas Molide Rizal mewakili Kepala Balittro.
Roni Jaya Winangun perwakilan KpSHK menyatakan “Petani hutan adalah aset bangsa dalam pemberdayaan kehutanan, oleh karena itu perlu kita dukung salah satunya dengan mengidentifikasi komoditas petani hutan. Diperlukan kerjasama dan sinergitas antara semua stakeholder. Mari kita sama sama mendukung petani hutan yang mandiri”.
#Ari/Byou/Inal/KpSHK#
Link terkait : #rempah-dan-potensi-hasil-hutan-lainnya-di-shk#