Mbah Waroh (80-an Tahun), nama aslinya adalah Asmo namun masyarakat sekitar lebih mengenalnya dengan sebutan Mbah Waroh. Mbah Waroh tokoh yang pertama kali mengambil inisiasi membentuk Kelompok Tani. Usia bukanlah penghalang baginya untuk berbuat dan memperjuangkan nasib petani lainnya yang telah lama hidup miskin dan tak bisa menggarap lahan. Raganya yang tua tak membuatnya pantang surut langkah. Gaya bicaranya masih tegas dan lugas. Semangatnya masih berapi-api untuk mewujudkan mimpi. Mimpi untuk keluar dari kemiskinan dengan menggarap lahan tanpa harus kucing-kucingan dengan petugas (Perhutani).
Tahun 2005 Mbah Waroh juga menginisiasi Kelompok Tani Rengganis membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) dan melakukan kerjasama dengan PERHUTANI melalui sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Keputusan membentuk LMDH adalah langkah taktis strategis untuk menanggulangi kemiskinan sekaligus ikut melestarikan hutan.
Disebut taktis strategis sebab dalam prakteknya, RENGGANIS tidak hanya ikut pola pikir PERHUTANI lewat sistim LMDH/PHBM. RENGGANIS memiliki konsep pengelolaan hutan sendiri yaitu hutan sebagai rimba sosial. Konsep rimba sosial dalam pandangan RENGGANIS merupakan cara yang tepat dalam mengurangi kemiskinan dan sekaligus melestarikan hutan. Karena konsep ini tumbuh dari kesadaran masyarakat sendiri bukan dipaksa dari atas. Konsep ini selanjutnya dikenalkan oleh pemerintah kita sebagai Perhutanan Sosial.
Pasca perusakan kawasan hutan secara besar-besaran di lereng Selatan Hyang Argopuro Jember 1998-2000, masyarakat sekitar kawasan hutan Lereng Selatan Hyang Argopuro menyadari bahwa tindakan ini akan menimbulkan musibah jangka panjang, terbukti dengan terjadinya bencana banjir bandang pada 2006.
Kesadaran untuk tidak mengulang terjadinya bencana diatas menumbuhkan pemahaman kolektif masyarakat sekitar hutan Lereng Selatan Hyang Argopuro, bahwa hutan harus tetap dijaga kelestariannya, terjaga selain fungsi ekonomi yang selama ini menjadi tumpuan.
Menyatukan fungsi ekologis dan ekonomi hutan sudah menjadi isu yang terus dicari bagaimana menyandingkan dalam satu tindakan nyata dilapangan. Terdengar mustahil tetapi hal ini bukan tidak mungkin. Tujuan lain dengan terbentuknya kelompok tani ini adalah sebagai media pembelajaran bagi masyarakat sekitar hutan untuk ikut mempertahankan fungsi hutan sebagai daerah resapan air. Kesadaran masyarakat ini terbangun secara swadaya sehingga kawasan lereng Hyang kini menjadi kawasan yang hijau.
Pada 2007 Kelompok Tani Rengganis bersedia melakukan kerjasama kembali dengan Perhutani KPH Jember melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) dan membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), melalui PHBM kesejahteraan masyarakat pinggir hutan dibangun dengan menanam tanaman kayu. Hasilnya adalah lereng Hyang Argopuro terutama yang berada diatas desa Badean dan Desa Pakis termasuk lereng yang menghijau dibanding wilayah lainnya dalam KPH Jember.
Kelompok Tani Hutan RENGGANIS sudah melakukan kerja-kerja dalam menjaga fungsi ekologis hutan melalui berbagai tanaman tahunan terutama tanaman yang memiliki pengaruh ekonomi langsung pada masyarakat sekitar hutan, seperti tanaman kopi terutama jenis robusta, karet dan berbagai macam tanaman buah-buahan yang berkayu keras.
Maka penjagaan fungsi ekologis hutan tidak harus dengan mengorbankan fungsi ekonomi hutan yang bisa dinikmati oleh masyarakat sekitar hutan. Pemilihan tanaman tahunan yang berpengaruh kepada ekonomi masyarakat menjadi pilihan terbaik dan strategis. Selain itu, kurun 5 tahun terakhir tingkat kesejahteraan penduduk sekitar hutan membaik, diantaranya bisa dibuktikan dengan banyaknya haji atau calon jemaah haji dari kedua desa ini.
Saat ini tercatat 536 Rumah Tangga Petani yang tergabung dalam LMDH Rengganis dan telah mengelola kawasan hutan seluas 1.032,29 Ha diwilayah RPH Suci BKPH Lereng Hyang Timur KPH Perhutani Jember berdasarkan Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK) antara LMDH Rengganis dan Perhutani KPH Jember yang kemudian dibungkus dalam Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK) dari Kementrian LHK Tahun 2019, yaitu Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan antara LMDH Rengganis dan PERHUTANI KPH Jember. Mimpi Mbah Waroh kini menjadi nyata dengan telah diterbitkannya SK Perhutanan Sosial oleh Kementerian LHK RI.
Salah satu NGO lingkungan di Jember yaitu SD INPERS (Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif), sejak 2004 telah mendampingi masyarakat desa sekitar hutan lereng Selatan Hyang Argopuro. SD INPERS melakukan kerja-kerja pengorganisasian masyarakat terutama lewat pembentukan kelompok tani hutan tersebut, untuk mempertemukan antara nilai-nilai sisi ekologis dan fungsi ekonomi hutan.
Langkah-langkah yang sudah dan terus dilakukan SD Inpers saat ini didukung oleh KpSHK (Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan) dan ICCO Asia Tenggara dalam implementasi Civic Engagement Alliance (CEA) 2019 di Indonesia, diantaranya memperkuat LMDH secara organisasi maupun penambahan pengetahuan soal-soal kehutanan, hukum dan lain-lain, pendampingan terhadap petani hutan anggota LMDH maupun bukan anggota LMDH yang terkena kriminalisasi, bersama-sama menyusun, mengusulkan dan mengajukan kawasan hutan yang sudah dikerjasamakan selama ini menjadi HKm (Hutan Kemasyarakatan), bersama-sama dengan pemerintahan desa meminta kawasan hutan yang dikerjasamakan menjadi hutan desa, dan mengembangkan inisiasi potensi produk unggulan di sekitar Hyang Argopuro yang dimiliki oleh Petani Hutan Rengganis.
Hingga saat ini, pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang banyak di usahakan oleh anggota kelompok LMDH Rengganis adalah Kopi, dalam satu hektar kebun kopi masyarakat biasanya mampu menghasilkan 1-3 ton kopi per musim panen.
#Bambang/Byou/Inal/SD-Inpers/KpSHK#