K.P. SHK

Marlinie, Penjaga Warisan Anyaman Rotan

Di sudut kecil Desa Gohong, di tepian Sungai Kahayan Hilir, berdirilah seorang perempuan yang tak pernah lelah melawan arus zaman. Marlinie, nama yang sederhana, namun perjuangannya luar biasa. Sejak kecil, tangannya tak pernah lepas dari anyaman rotan. Ia bukan sekadar penganyam rotan biasa. Marlinie (56) adalah penjaga warisan budaya Suku Dayak, satu dari sedikit yang tersisa, yang bertahan melawan gerusan modernisasi.

Bayangkan, sejak Tahun 1980, ia mulai menganyam! Waktu yang panjang itu, bagi kebanyakan orang, mungkin sudah cukup untuk menyerah. Tapi tidak bagi Marlinie. Dari tikar hingga tas, dari gelang hingga topi, karya-karyanya bukan sekadar barang jualan.

Setiap anyaman yang terbuat dari rotan adalah untaian cerita, sejarah, dan keringat perempuan-perempuan terdahulu. Ya, mereka yang dulu berjalan ke hutan, mengumpulkan rotan, membersihkannya, lalu menganyamnya menjadi tikar dengan pola yang tak ternilai harganya.

“Aku mulai menganyam sejak umur 11 tahun,” kenangnya.

Saat teman-temannya bermain di sungai atau berlari di sawah, Marlinie duduk bersama ibunya, menganyam tikar rotan putih. Bukan hanya sekadar keterampilan, ini adalah ilmu bertahan hidup. Setiap tikar yang mereka buat adalah jaminan sebutir nasi esok hari.

“Jika anyaman tidak selesai tepat waktu, kita tidak bisa membeli beras,” tegasnya. Betapa besar tekanan yang ia rasakan sejak usia dini.

Namun, apa yang dulunya hanya sekadar cara untuk bertahan hidup, sekarang telah berkembang menjadi seni yang diakui banyak orang. Anyaman rotan dari Desa Gohong kini merambah hingga pameran-pameran besar. Marlinie bahkan pernah menginjakkan kakinya di luar Kalimantan, menjadi narasumber dan instruktur pelatihan anyaman di Jawa dan Sumatera. Dari seorang gadis kecil yang menganyam untuk membeli beras, kini ia menjadi simbol kebanggaan budaya yang dijaga dengan susah payah.

Sayangnya, meski keberhasilannya membentang sejauh rotan yang ia anyam, Marlinie tetap dihantui satu kekhawatiran besar. Siapa yang akan melanjutkan warisan ini? Generasi muda di desanya, yang seharusnya menjadi penerus tradisi, justru lebih memilih membeli gelang-gelang anyaman daripada belajar membuatnya. Sungguh miris! Sementara orang-orang dari luar desa rela datang jauh-jauh hanya untuk belajar menganyam, anak-anak muda di Gohong lebih memilih memandangi hasilnya daripada terlibat dalam prosesnya.

Marlinie bagaikan benteng terakhir yang menjaga anyaman rotan khas Dayak agar tidak tenggelam dalam lautan modernitas.

“Jika bukan kita, siapa lagi yang akan melanjutkan warisan ini?” tanyanya dengan nada penuh harap.

Pertanyaannya tak butuh jawaban, karena kita tahu betul apa yang ia maksud. Generasi muda adalah kunci. Jika mereka tidak tertarik untuk belajar, anyaman rotan yang begitu berharga ini bisa hilang begitu saja, tertelan zaman.

Ia berharap, suatu hari nanti, menganyam rotan bisa dimasukkan ke dalam muatan lokal di sekolah-sekolah.

“Bayangkan jika anak-anak kita diajari menganyam di sekolah! Mereka tak hanya belajar keterampilan, tapi juga melestarikan budaya,” ujarnya dengan penuh semangat.

Marlinie tahu, ini bukan sekadar soal rotan atau tikar. Ini tentang identitas, tentang bagaimana suatu suku menjaga jiwanya tetap hidup di tengah dunia yang terus berubah.

“Perjuangan ini tidak mudah,” ungkapnya. Bagi Marlinie, anyaman rotan adalah jantung dari warisan budaya Dayak. Setiap helaian rotan yang ia anyam bukan sekadar benang yang disusun rapi, melainkan warisan yang diuntai, impian yang dirajut, dan harapan yang dijaga.

Selama rotan masih bisa dipetik dari hutan, selama tangan-tangan masih mampu merajutnya, Marlinie akan terus menganyam. Dan selama itu pula, warisan Suku Dayak tetap hidup, bersinar di bawah tangan-tangan para penganyam, tak tergantikan oleh apapun.

Jadi, jika suatu saat kau melihat sebuah tas rotan atau tikar yang terbuat dengan tangan-tangan penuh kasih. Ingatlah Marlinie dan perempuan-perempuan seperti dia yang terus menjaga api tradisi tetap menyala, meski badai modernisasi datang silih berganti.

Leave a Reply

Lihat post lainnya