Ritual adat yang berkenaan permohonan ijin kepada dewa-dewa atau leluhur masyarakat adat sebelum membuka lahan produksi seperti membuka hutan untuk perladangan, di masyarakat adat yang berada di Desa Pilang, Kecamatan Jambiren Raya, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dikenal dengan sebutan ngariyau dan manyanggar.
Ngariyau, ritual permohonan ijin membuka ladang yang luasnya antara 5-10 hektar. Sementara Manyanggar, ritual permohonan ijin membuka lahan baru dengan luas lebih dari 11 hektar. Ngariyau cukup dengan menyembelih satu ekor ayam, sedang Manyanggar dilaksanakan dengan hanya memotong seekor babi atau sapi sebagai simbol persembahan untuk leluhur masyarakat adat (umum) di kawasan rawa gambut Kalimantan Tengah.
“Upacara ngariyau dan manyanggar dilaksanakan saat membuka ladang. Ngariyau cukup potong seekor ayam dan manyanggar dengan seekor babi atau sapi. Upacara ini untuk memindahkan roh-roh yang ada di lokasi ladang,” ujar Jamal, ketua kelompok induk calon HKm (Hutan Kemasyarakatan) di Balai Desa Pilang, Pulang Pisau, saat pertemuan hasil indentifikasi dan penyiapan usulan HKm yang dimediasi oleh YCI (15/3).
Tidak hanya soal ritual permohonan ijin membuka ladang, umumnya masyarakat adat di Pulang Pisau juga punya ritual saat musim panen ladang tiba. Saat ini karena pengaruh agama-agama luar yang dianut masyarakat adat selain agama setempat semisal Islam dan Kristen, musim panen biasanya masyarakat melakukan upacara ucap syukur, mengeluarkan zakat padi (penganut Islam), dan melakukan perpolohon (penganut Kristen).
Saat ini di Desa Pilang sudah ada 3 kelompok warga yang sedang menyiapkan usulan areal untuk mendapatkan ijin HKm. Yaitu, Kelompok Handil Batu seluas 340 ha, Kelompok Sungai Tamua seluas 400 ha, dan Kelompok Gantalang seluas 400 ha.