K.P. SHK

Kerinci Alam Kulit Manis

Bunyi rebana bersahutan, para penari nan cantik jelita berlarian tepuk rebana, bentangkan selendang, memberikan sajian keindahan pada mata dan telinga yang hadir di Pesta Danau Kerinci kala itu. Termasuk saya yang baru saja tiba dan mulai sibuk jeprat-jepret mengabadikan momen secara digital. “Ini tari Sike Rebana, ini tari pengaruh Islam di Kerinci,” sahut seorang wartawan foto lokal yang berdampingan dengan saya di tempat itu. Sebelumnya dari cerita-cerita buku, situs internet tentang Kerinci dan kebudayaannya, Pesta Danau Kerinci merupakan pagelaran kebudayaan Kerinci yang sangat lekat dengan karakter kebudayaan Melayu Muda, yaitu tarian dan nyanyian yang terpengaruh budaya-budaya luar pada abad-abad sebelum kolonial bercokol di Swarnabumi (baca: Sumatera). Tari Rantak Kudo, Iyo-Iyo, Sike Rebana adalah tari-tari asal Kerinci. Dan baru kali ini saya menyaksikan langsung sebagian dari tarian itu.

Pesta makin riuh satu persatu tarian kolosal ditampilkan. Sementara sesekali mata saya tertuju ke lokasi yang lebih tinggi di tempat pagelaran Orang Kerinci itu. Ada tribun layaknya konser-konser dimana para undangan yang berpangkat berada dan menyaksikan pesta. Gubernur Jambi dan beberapa bupati se-Jambi juga menghadiri Pesta Danau Kerinci 1 Muharram itu. Gubernur Jambi hadir berarti ada acara lanjutan pasca pembukaan “Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci” yang akan digelar selama seminggu (15-20 Nopember 2012).

Dan benar, Gubernur Jambi tak hanya datang untuk berpesta. Setelah nonton gelar budaya Kerinci, Gubernur diberitakan memberikan bantuan mini traktor kepada kelompok tani di Kerinci. Entah tujuan politik apalagi ini Gubernur Jambi berbuat baik pada petani. Mekanisasi pertanian di Kerinci justru membunuh petani dan lingkungan hidup di Kerinci. “Apa yang tidak tercemar di sini, danau dan rawang (baca: rawa) sudah lebat dengan eceng gondok dan petani tetap butuh pupuk, pestisida dan kerbau pun makin malas, karena sudah diganti dengan mini traktor,” ujar seorang petani sedang beristirahat di pinggir jalan yang menghubungkan Desa Keliling Danau dengan Sungai Penuh, Jalan Rawang.

“Yang ini tari apa?” tanya saya kepada wartawan foto lokal. “Ini tari Iyo-Iyo, tari ucap syukur hasil panen padi,” jawab Si Wartawan. “Salah satu penari akan kesurupan kah? Biasanya begitu, bukan?” tanya saya mengulang tanya-tanya sebelum menyaksikan sendiri Tari Iyo-Iyo ini. “Oh iya, biasanya ada yang kesurupan, karena menurut kepercayaan orang sini, kesurupan tanda roh nenek moyang hadir di pagelaran ini,” sahut Si Wartawan yang Orang Kerinci menjelaskan sedikit tentang tari hasil asimilasi Kerinci Kuno dengan Islam.

Sudah beratus jepretan saya lakukan untuk mengabadikan secara digital momentum Pesta Orang Kerinci ini. Tampak sekitar panggung utama pagelaran ribuan penonton yang terdiri tua-muda, laki-perempuan, membentuk lingkaran ikut menyaksikan pesta. Dan di lokasi yang sama juga digelar lomba dayung ibu-ibu, pameran pembangunan Kab. Kerinci, dan tak lupa juga ada yang berwisata dengan naik perahu motor ke tengah danau. Kaki sayapun melangkah menyusuri setiap detail pagelaran orang-orang yang bermukim di lembah pegunungan Kerinci Seblat ini.

Hutan Adat Keliling Danau Kerinci

Pesta Danau belum usai saat saya kembali melangkahi rencana perjalanan saya di Kerinci. Yang utama dari perjalanan ini saya ingin mendokumentasikan tutupan hutan di Kerinci. Rudi seorang pengojek yang menemani saya untuk sementara menjadi narasumber, Ia dapat menunjukkan dimana saja letak hutan-hutan adat di desa-desa Keliling Danau Kerinci. Walau Rudi baru tahu istilah hutan adat, namun Dia hanya tau lokasi-lokasi kebun (hutan) yang rimbun dengan tanaman kulit manis. “Saya baru kali ini dengar hutan adat, tapi kalau kebun kulit manis di sini banyak, apalagi di desa-desa di Keliling Danau Kerinci ini,” ujar Rudi kepada saya.

Satu persatu Rudi menunjukkan lokasi kebun kulit manis. Dan setiap kali ia tunjuk lokasi kebun kulit manis saya langsung jepret, sembari bertanya kepadanya perkembangan Kerinci dengan kebun kulit manisnya. Rudi menyebutkan hasil kulit manis tidak seperti 10 tahun lalu, walau masih banyak Orang Kerinci yang mengusahakannya. “Harga kulit manis tak sehebat dulu, petani sekarang tak banyak menjual kulit manis. Dan ada upaya memajukan kulit manis oleh Pemda. Pemda janji akan bangun pabrik sirup kulit manis dan pengolah serbuknya, tapi sampai sekarang belum ada,” tutur Rudi.

Bantuan-bantuan Pemerintah Propinsi atau Pusat untuk Kabupaten Kerinci hampir setiap tahun ada. Dulu, Bansos (Bantuan Sosial) yang menjerat Bupati Kerinci sebelum Haji Murasman, yaitu Fauzi Si’in, dibui selama dua tahun karena menggelapkannya yang seharusnya diperuntukkan peningkatan taraf hidup petani miskin di Kerinci yang dari 360.000 jiwa penduduk, 30%-nya masih dalam kondisi miskin. “Pak Murasman ini tidak jauh beda dengan Fauzi Si’in, hanya gemar pesta, dan bikin perayaan adat, tapi tetap saja petani miskin sengsara, bansos untuk penyediaan pupuk dan perbaikan irigasi tak sampai kepada petani,” keluh Rudi.

Bantuan untuk membangun pabrik kulit manis itu pun ditengarai salah satu untuk peningkatan ekonomi petani kulit manis. Namun hingga kini tak jua dibangun dan tak segera memberikan manfaat langsung bagi petani kulit manis yang secara penyelamatan lingkungan seharusnya diberi penghargaan karena telah berhasil mempertahakan tutupan hutan di Kerinci. Dari jarak pandang mata di lokasi wisata Danau Kerinci tampak yang rimbun adalah kebun-kebun kulit manis yang berada di lahan-lahan datar hingga perbukitan. Di Kawasan Keliling Danau Kerinci kebun-kebun kulit manis mendominasi sebagai tutupan hutan. “Bukit-bukit yang rimbun itu kebun kulit manis, dan bukit-bukit yang gundul itu sudah masuk kawasan TNKS,” jelas Rudi sambil menunjukkan kepada saya lokasi-lokasi kebun kulit manis di Keliling Danau.

Hari sudah menjelang sore, tak lupa saya kontak Ibu Elly dari AMAN Jambi yang juga seorang Kepala Desa Perempuan di Kerinci. Ibu Elly masih di stand pameran pembangunan, di lokasi Wisata Danau Kerinci. “Ibu saya sedang berkeliling seputar danau, besok saya kontak kembali, salam,” kataku via telepon genggam kepada Ibu Elly. “OK, Mas. Maaf saya sibuk hari ini, karena hari pertama pameran, besok boleh kontak lagi,” sahut Ibu Elly.

Rudipun mengantarkan saya ke penginapan, Hotel Kerinci di Sungai Penuh. Hotel Kerinci, hotel yang baru seminggu beroperasi. Hotel sederhana yang sedikit memberikan ruang leluasa kepada sayauntuk melanjutkan rencana perjalanan memotret Hutan Adat Kerinci pada esok harinya. Kerinci Alam Sakti, dimana saktinya mungkin di rimbunnya Kulit Manis yang dikelola secara turun-temurun di tanah leluhur Orang Kerinci. (tJong)

Leave a Reply

Lihat post lainnya