K.P. SHK

Karhutla Bisa Dicegah, Asal Kita Bergerak Sebelum Api Membesar

Musim kemarau datang lebih cepat tahun ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan bahwa Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, sudah memasuki musim kemarau mulai minggu kedua bulan Juni 2025. Puncaknya diprediksi terjadi pada bulan Agustus, dengan suhu permukaan yang bisa mencapai 36°C. Gambut akan mengering, semak belukar akan menjadi bahan bakar alami, dan api bisa menjalar dengan cepat jika kita lengah.

Di Kahayan Hilir, salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi, masyarakat tidak menunggu aba-aba dari pusat. Mereka belajar dari pengalaman pahit tahun 2023, saat api membakar dan kepanikan menyebar karena kurangnya koordinasi. Tahun berikutnya, 2024, menjadi titik balik. Empat hutan desa berhasil bertahan dari kebakaran besar. Bukan karena hujan turun atau nasib sedang baik, tapi karena masyarakat dan lembaga lokal mulai membentuk Tim Darurat Karhutla (TDK), yang menyatukan tim patroli, LPHD, Masyarakat Peduli Api (MPA), dan lainnya.

Tahun 2025, langkah pencegahan dimulai lebih awal. Apel siaga direncanakan digelar pada pertengahan Juni ini. Pos pantau sudah aktif sejak awal bulan Juni. Di desa-desa rawan seperti Gohong, Kalawa, Mantaren 1, dan Buntoi, patroli dan penjagaan menara pengawas mulai berjalan. Di beberapa titik, sekat bakar sedang dipelihara. Beberapa lokasi bahkan mulai menjalankan program pembasahan untuk mencegah gambut terlalu kering.

Anang Sugito, yang baru saja dipilih sebagai Ketua TDK tahun 2025, bicara tegas di hadapan para kepala desa dan tokoh masyarakat. “Kalau api sudah besar, semuanya terlambat. Kita harus cepat, tanggap, dan gotong royong. Kami siap bergerak ke titik api kapan pun,” katanya lantang. Dukungan datang dari berbagai pihak, mulai dari BPBD, Manggala Agni, hingga KPSHK sebagai fasilitator kegiatan. Bahkan, Hasanudin dari Manggala Agni mengingatkan dengan serius, “Kalau gambut dibiarkan kering, api bisa menjalar sampai ke dalam tanah. Harus ada pembasahan, jangan tunggu kering dulu.”

Kepala Desa Garung, Wanson, menyampaikan harapan yang sederhana tapi penting. Ia mengatakan, “Kami sudah anggarkan pembelian mesin pemadam dan perlengkapannya. Tapi tanpa koordinasi, semua alat itu bisa sia-sia. Kami ingin sebelum ada kegiatan, tim TDK berkoordinasi dulu dengan desa.” Ini bukan soal alat semata, tapi soal saling percaya dan bekerja sebagai satu kesatuan.

Koordinasi menjadi kata kunci. Sumari dari Gohong, yang pernah langsung terjun saat titik api muncul, menekankan pentingnya komunikasi cepat antar wilayah. Dalam diskusi, ia berkata bahwa di Gohong, begitu api muncul, mereka tidak menunggu aba-aba dari kabupaten. Mereka langsung bergerak, karena tahu api tidak akan menunggu dana cair.

Dari sisi teknis, KPH Kahayan Hilir dan BPBD Pulang Pisau menyoroti pentingnya pemetaan daerah rawan, pengecekan alat, dan pembagian peran yang jelas. Ridwan dari KPH Kahayan Hilir bertanya, apakah sudah ada yang memetakan sekat bakar yang tersedia dan menilai kondisi alat pemadam. “Jangan sampai waktu kejadian kita baru sadar kalau selang bocor atau radio mati,” ujarnya.

Masyarakat juga menyinggung insentif dan apresiasi terhadap para petugas di lapangan. Tapi semua sepakat, yang terpenting saat ini adalah kesiapan dan kekompakan. Mereka tidak ingin menunggu instruksi turun baru bergerak. Mereka ingin bersiaga sebelum bencana datang.

BMKG menyebut musim kemarau tahun ini akan lebih pendek, sekitar 130–150 hari, namun tetap berisiko tinggi. Ini artinya waktu bersiap makin sempit, tapi ancamannya tidak mengecil. Wilayah seperti Kahayan Hilir, yang terbiasa kemarau lebih awal dibanding daerah lain, harus lebih cepat dalam bertindak.

“Karhutla bukan hanya membakar pohon,” kata Anang di akhir pertemuan. “Ia merampas udara bersih, mengganggu kesehatan anak-anak, dan menghancurkan mata pencaharian warga. Kami tidak ingin jadi pahlawan setelah kebakaran. Kami ingin jadi penjaga sebelum api datang.” Semangat itu kini menyebar. Dari hutan desa ke kantor desa, dari pos jaga ke menara pantau, dari ruang rapat ke tanah lapang. Karena musim kemarau bisa dikalahkan asal kita tak tinggal diam.

Penulis: Alma
Editor: JW

Leave a Reply

Lihat post lainnya