Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyampaikan bahwa kerja kehutanan adalah untuk mencapai tujuan negara. Salah satunya menyiapkan agenda terkait mitigasi perubahan iklim untuk mencapai FoLU Net Sink 2030 yang merupakan bentuk keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis iklim diharapakan pada tahun 2030 kita akan mencapai minus emisi, tidak lagi net. Disampaikan juga perlunya partisipasi dari berbagai elemen untuk berkomitmen bersama dalam upaya mendorong kemajuan pembangunan kehutanan Indonesia, termasuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.
Indonesia FoLU Net Sink 2030 adalah keseriusan Indonesia dalam penanganan isu perubahan iklim, merupakan komitmen pencanangan pencapaian sektor kehutanan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sector kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau FoLU (Forestry and other Land Use), suatu kondisi dimana tingkat serapan sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi sektor FoLU terkait pada tahun 2030.
Agenda-agenda untuk mencapai tujuan negara di sektor kehutanan dibahas tuntas dalam acara Kongres Kehutanan Indonesia VII dengan tema “Hutan Terkelola, Bumi Terjaga, dan Bangsa Berdaya” yang diselenggarakan di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta (28 – 30 Juni 2022).
Febrina Mawarti Andarini, S.Hut. sebagai staf Knowledge Management KPSHK (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan) yang hadir secara langsung mewakili KPSHK dalam Kongres Kehutanan Indonesia VII, menyampaikan “Kongres dihadiri secara langsung oleh beberapa Menteri, diantaranya Menteri Koordinasi Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Koperasi dan UMKM, Wakil Menteri BUMN, perwakilan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, dan perwakilan Menteri Dalam Negeri. Selain itu, antusias luar biasa peserta kongres yang hadir secara langsung mencapai hampir 500 orang dan secara daring mencapai 1000 orang” jelasnya.
KKI VII ini merupakan acara puncak dari serangkaian acara kongres kehutanan yang sudah dilaksanakan dalam pra-kongres secara daring di 7 region, yaitu Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali Nusra, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
“Kongres Kehutanan Indonesia VII (KKI VII) ini membahas mitigasi perubahan iklim, FoLU Net Sink 2030, G20, multiusaha kehutanan, peran Dewan Kehutanan Nasional (DKN), dan lainnya, sehingga KKI ini penting untuk dilakukan” ujar Menteri LHK dalam pidatonya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa KKI juga membahas bagaimana pemulihan ekonomi melalui multiusaha kehutanan. Multiusaha kehutanan penting dilakukan terkait PP No. 23 tahun 2021 untuk mengatasi perubahan iklim, perlindungan dan pelestarian lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat kehutanan. Diharapkan dengan adanya KKI VII, DKN bisa mengambil langkah politik dari hasil diskusi kongres ini berdasarkan 5 kamar yaitu Kamar Pemerintah, Kamar Akademisi, Kamar Bisnis, Kamar LSM, dan Kamar Masyarakat, serta perwakilan mahasiswa.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi turut menyampaikan bahwa negara seharusnya meletakkan hutan sebagai aspek spiritual karena keragaman Indonesia terletak dari keragaman hutan. Meletakkan hutan sebagai bagian dari kekuatan negara merupakan bagian dari sendi bangsa. Urusan ekonomi merupakan urusan sekunder karena ketika hutan kita sudah terkelola dengan baik pasti perkembangan ekonomi mengikuti. Beliau juga mengungkapkan seharusnya dengan melestarikan hutan maka investasi juga bisa dilakukan. Sistem pembagian ekonomi harus ditata dengan baik untuk wilayah yang menyediakan sumber air, keanekaragaman hayati, dan konservasi harus menjadi prioritas untuk mendapatkan kontribusi keuangan dari negara karena peradaban sebuah negara diukur dari kejernihan air, kejernihan udara, dan tidak ada penyakit di lingkungan tersebut. Kebhinekaan akan hilang dalam waktu cepat seiring hilangnya hutan.
“Dosa terbesar menurut saya ada dua yaitu pencemaran lingkungan dan perusakan hutan” ujar Dedi Mulyadi.
Kawasan hutan belum dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat sekitar hutan dikelompokkan masyarakat termiskin, sedangkan sektor kehutanan berkontribusi 2,2 triliun masuk dalam 5 sektor terbesar. Terdapat 7378 desa di Kalimantan dan Papua bergantung terhadap sumberdaya hutan.
Dr.Teguh Setyabudi, M.Pd, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, menyampaikan bahwa pembangunan kehutanan untuk pengentasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan di daerah.
“Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat melalui program perhutanan sosial. Perhutanan sosial merupakan strategi untuk menurunkan pengangguran, kemiskinan, ketimpangan penguasaan kawasan hutan, dan meningkatkan lapangan kerja. Hasil survei yang dilakukan, sebanyak 98,4% pendapatan responden mengaku meningkat setelah bergabung kedalam kelompok perhutanan sosial”, jelas Dirjen Bangda Kemendagri.
Dukungan perhutanan sosial sudah dikeluarkan dengan dukungan kebijakan kemendagri melalui surat langsung dan surat edaran. Perhutanan sosial harus dilakukan dengan kolaborasi baik di tingkat pusat dan daerah.
Kehutanan merupakan sektor yang membutuhkan biaya kecil tapi berpengaruh terbesar dalam penurunan emisi karbon. Sektor kehutanan menyerap CO2 terbesar mencapai 497 miliar/ton, sedangkan sektor transportasi dan energi mengeluarkan CO2 terbesar. Kebutuhan dana Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mitigasi perubahan iklim, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca mencapai Rp3461 triliun atau $247 miliar. Hutan juga berkontribusi dalam perekonomian dalam perhitungan Gross Domestic Product (GDP) sebesar Rp5,6 triliun. Pengawasan sektor kehutanan perlu ditingkatkan dengan perhitungan kuantitas keseluruhan aspek untuk melihat sumberdaya alam secara optimal dan APBN menjadi salah-satu yang mendukung. Implikasi pendanaan dan policy fiscal di sektor kehutanan dibahas oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Indonesia berkomitmen dalam konvensi perubahan iklim menyatakan dan menegaskan dalam NDC dengan target penurunan GRK sebesar -140 juta CO2e diharapkan dapat diwujudkan bersama. Lokus utama FoLU Net Sink 2030 yaitu Sumatra, Kalimantam, dan Papua.
Selain itu, ada beberapa topik yang dibahas dalam kongres ini, baik dari pandangan 5 kamar maupun dari masing-masing region. Topik tersebut antara lain, perkembangan perhutanan sosial (PS) dan tanah objek reforma agrarian (TORA), kajian lingkungan hidup strategis dan implementasinya, reklamasi di kawasan dan luar kawasan hutan, green economic, masyarakat adat, serta peningkatan nilai tambah hasil hutan (multiusaha kehutanan).
Semoga dengan adanya KKI, sektor kehutanan dapat memberikan dampak positif yang lebih besar bagi pembangunan Indonesia. Oleh karena itu, Menteri LHK menyatakan bahwa KKI penting untuk dilakukan dan akan dinaikkan statusnya lebih dari sekadar SK Menteri, tapi Keputusan Presiden.
#KPSHK (Febri/inal)