Bagian (2)
Areal Kerja Hutan Desa (AKHD) di Kecamatan Kahayan Hilir yang meliputi 4 Desa (Desa Gohong, Kelawa, Mantaren I dan Buntoi), Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, masing-masing terbagi dalam zonasi yaitu, Zona Perlindungan (inti) dan Zonasi Pemanfaatan.
Zonasi Perlindungan adalah zona penyangga ekologi dimana Areal Kerja Hutan Desa (AKHD) yang akan tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Pada zona inti masih banyak terdapat pohon dan hewan endemik rawa gambut seperti Pantung, Meranti Rawa dan beberapa jenis binatang seperti Rusa, Trenggiling, Owa dan Orang Utan. Sebagian masyarakat dayak yang ada di Kalawa masih menganggap hutan ini merupakan daerah keramat (pahewan) yang harus dilindungi.
Kedua Zona Pemanfataan adalah zona yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan pemanfaatan HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) dan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Kawasan yang akan direhabilitasi merupakan kawasan bekas areal tebangan dan terbakar yang berupa semak belukar rawa dan anakan pohon.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Gubernur Kalteng tentang Tanah Adat Dan Hak-Hak Adat Di Atas Tanah Di Provinsi Kalimantan Tengah, maka peluang masyarakat diakui hak adatnya sangat berpeluang tanpa dibatasi lagi oleh status kawasan hutan. Pergub ini tidak mengatur khusus batasan klaim tanah dan lahan adat atas kawasan hutan.
Ketentuan Umum Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah tentang Tanah Adat dan Hak-hak Adat di Atas Tanah di Propinsi Kalimantan Tengah dijelaskan bahwa, tanah adat adalah tanah beserta isinya yang berada di wilayah kedamangan dan atau di wilayah desa/kelurahan yang dikuasai berdasarkan hukum adat, baik berupa hutan maupun bukan hutan dengan luas dan batas-batas yang jelas, baik milik perorangan maupun milik bersama yang keberadaannya diakui oleh Damang Kepala Adat.
Tanah adat milik bersama adalah tanah warisan leluhur turun temurun yang dikelola dan dimanfaatkan bersama-sama oleh para ahli waris sebagai sebuah komunitas, dalam hal ini dapat disejajarkan maknanya dengan Hak Ulayat.
Tanah adat milik perorangan adalah tanah milik pribadi yang diperoleh dari membuka hutan atau berladang, jual-beli, hibah atau warisan secara adat, dapat berupa kebun atau tanah yang ada tanam tumbuhnya maupun tanah kosong belaka.
Hak-hak adat di atas tanah adalah hak bersama maupun hak perorangan untuk mengelola, memungut dan memanfaatkan sumber daya alam dan atau hasil-hasilnya, di dalam maupun di atas tanah yang berada di dalam hutan di luar tanah adat.
Pergub tersebut juga mengatur Tatacara Penggunaan dan Kepemilikan Tanah Adat dan Hak-hak Adat di Atas Tanah. Hak-hak masyarakat adat terkait dengan kawasan antara lain :
Eka Malan Manan Satiar atau istilah lainya yang sama, yaitu wilayah tempat mencari hasil-hasil hutan non kayu seperti damar, gemor, jelutung, rotan, pantung, tempat berladang dan berburu. Wilayah tersebut dapat pula disebut sebagai wilayah pemanfaatan masyarakat atau wilayah kerja yang berada kurang lebih 5 km dari kiri-kanan tempat pemukiman penduduk.
Kaleka, yaitu tempat pemukiman leluhur masyarakat adat yang sudah menjadi hutan dan dianggap keramat serta diakui sebagai tanah adat yang bersifat komunal.
Petak Bahu, yaitu tanah yang sudah digarap untuk perladangan dan telah menjadi hutan yang ditandai dengan tanaman tumbuh di atasnya seperti pohon durian, cempedak, karet dan rotan. Selain itu dapat pula ditujukan oleh para saksi-saksi dari warga masyarakat yang bersangkutan.
Pahewan/Tajahan, yaitu kawasan hutan yang dianggap keramat oleh masyarakat dan tidak boleh diganggu. Mereka yang mengganggu kawasan tersebut dianggap melanggar pali dan akan mengalami sakit atau kesulitan dalam kehidupannya pada masa yang akan datang.
Sepan, yaitu tempat berkumpulnya satwa dalam kawasan hutan tertentu, karena tempat tersebut mengeluarkan air hangat yang mengandung garam mineral dan disenangi oleh para satwa. Kawasan tersebut juga dianggap keramat oleh penduduk dan tidak boleh diganggu.
Situs-situs budaya yang berada dalam kawasan hutan atau kawasan pemanfaatan masyarakat yang yang masih memilki keterkaiatan secara emosional dan merupakan identitas suatu masyarakat adat, seperti Sandung, Pantar, Sapundu.
Kegiatan pengawasan dan perlindungan dengan cara melakukan patroli berkala oleh Komunitas Handel-handel, pembuatan Pos Pantau, pelatihan pemadaman kebakaran dan pemantauan hutan bagi anggota handel, penabatan beberapa titik saluran (kanal), monitoring satwa dan tanaman di hutan 4 Area Kerja Hutan Desa. #Ari, Inal#