Gerhan atau gerakan rehabilitasi hutan dan lahan sudah sedari dulu sarat dengan berbagai pelanggaran. Baik dari soal teknis pelaksanaannya maupun kejahatan korupsi anggarannya. Di beberapa daerah Gerhan menjadi gerakan kontra produktif dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu pemulihan dan penghutanan kembali kawasan kritis terutama untuk fungsi lindung dan konservasi.
Tahura (Taman Hutan Raya) adalah salah satu bentuk kawasan hutan fungsi konservasi yang kewenangannya berada di Dinas Kehutanan Propinsi atau Kabupaten. Propinsi Lampung memiliki Tahura Wan Abdul Rahman (WAR) yang dulu berstatus Hutan Lindung Register 19 (Gunung Bentung, Gunung Pesawaran dan Gunung Ratai). Sedari kawasan Tahura ini berkonflik dengan masyarakat yang sudah mengelola sebagian hutan di dalamnya. Areal Tahura WAR seluas 22.244 ha (SK Menhut No.804/KPTS-II/1993).
Berbagai kesepakatan antara Pemerintah dan masyarakat berkenaan dengan pengurangan ketegangan (konflik) tenurial di Tahura WAR, muncul semisal Penandatanganan Piagam Kolaborasi Tahura WAR antara Dinas Kehutanan Propinsi Lampung dengan masyarakat di tahun 2006 (WGT, 2006), Pengukuhan dengan MoU (Memorandum of Understanding) diperbolehkannya masyarakat mengelola Tahura WAR (SHK Lestari, 2008), dan Pemantapan dan penataan batas Tahura WAR dengan wilayah kelola masyarakat pada Mei 2010 lalu (SHK PBL, 2010).
Baru-baru ini, Dinas Kehutanan Propinsi Lampung kembali mengingkari kesepakatan-kesepakatan tersebut. Dengan alasan pelaksanaan Gerhan. Sekitar 26 ha lahan kelola masyarakat akan tergusur. Saat ini masyarakat dari Kelompok SHK PBL-Padang Cermin sedang berusaha mendudukkan kembali persoalan ini kepada kesepakatan terakhir mengenai pemantapan areal batas lahan kelola masyarakat di Tahura WAR.
“Bulan lima lalu Dishut sudah sepakat. Kami tanda tangan, Dishut tanda tangan. Batasnya sudah jelas. Kok tiba-tiba kini Dishut lupa karena ada Gerhan,” ujar Prayit dari SHK PBL-Padang Cermin di Lampung (8/11).
Alasan penggunaan 26 ha lahan kelola SHK PBL-Padang Cermin menjadi areal Gerhan, dari penuturan Prayit setelah bertemu dengan Dishut Propinsi Lampung, karena Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Lampung baru diganti. Dan ini menjadi gejala umum, pergantian pejabat di kantor-kantor pemerintah akan menimbulkan hal yang demikian. Dokumen-dokumen kesepakatan yang melibatkan pihak di luar pemerintahan akan bernasib ‘tidak berlaku’.
Persoalan konflik Tahura WAR dengan masyarakat lokal pengelola SHK sudah lama difasilitasi oleh banyak pihak. Konfirmasi terakhir setelah adanya rencana pengabaian-pengakuan 26 ha lahan kelola SHK PBL-Padang Cermin oleh Dishut Propinsi Lampung, kepada salah satu pihak yang mendukung penyelesaian konflik Tahura WAR ini, Walhi Eksekutif Daerah Lampung, Hendrawan mengatakan, pihaknya akan segera berkomunikasi kembali dengan Dinas Kuhutanan Propinsi Lampung.
“Setahu saya, Tahura WAR dengan SHK PBL-Padang Cermin sudah tak ada masalah. Bahkan waktu lalu ada kesepakatan pemantapan batas lahan kelola masyarakat di Tahura WAR. Kalau ada soal Gerhan, nanti kami akan datangi Dishut segera,” sahut Hendrawan, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Lampung.