K.P. SHK

Dari Parapihak untuk Rawa-Gambut

Festival Orang Rawa-Gambut se-Indonesia yang digelar KpSHK (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan) pada waktu lalu (21-22/04) di Hotel Salak, Bogor, telah menghadirkan tidak kurang sebanyak 150 orang partisipan dari Sumatera, Kalimantan dan Papua. Partisipan yang hadir cukup beragam sesuai dengan tujuan acara tersebut, yaitu mempertemukan semua pemangku kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial di rawa-gambut.

Acara yang semula dikhawatirkan memunculkan debat tidak produktif antarpihak, karena yang hadir adalah para pelaku usaha di sektor perkebunan sawit, hutan tanaman, masyarakat adat, LSM, dan badan konservasi alam pemerintah dari kawasan rawa-gambut yang selama ini dianggap saling “serang” di lapangan, ternyata tidak terjadi.

“Desentralisasi kehutanan sedang terjadi, termasuk di rawa-gambut. Oleh karena itu, perlu ada kerjasama masyarakat yang ada di dalam dan di luar (berbagai pihak, red). Jika tidak terjalin kerjasama yang baik, akan merugikan masyarkat itu sendiri, ” ujar Emmy Hafild dari Kemitraan saat berbagi pengalamannya soal reformasi kehutanan dan rawa-gambut di hari pertama Festival Orang Rawa-Gambut se-Indonesia.

Desentralisasi kehutanan harus diikuti dengan kesadaran pemerintah di daerah. Bupati sebagai pemegang kuasa pemerintahan di tingkat kabupaten harus memiliki pemahaman tatakelola sumberdaya hutan yang baik. Karena kalau tidak, deforestasi dan degradasi hutan termasuk di dalamnya rawa-gambut akan semakin tinggi dan menghilangkan kepentingan ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar dan di dalam rawa-gambut.

“Selain masyarakat dan LSM, Pemerintah harus berperan penting dalam hal kebijakan untuk menyelamatkan ekosistem rawa gambut termasuk masyarakat di dalamnya, untuk itu perlu dikembangkan model-model pengelolaan yang didalamnya menyentuh tingkat sosial dan ekonomi. Untuk itu saat ini perlu dikembangkan kerjasama dengan kabupaten-kabupaten, apalagi dengan diterapkannya desentralisasi kehutanan, ” lanjut Emmy Hafild yang di tahun-tahun sebelumnya dipercaya memimpin WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dalam dua periode kepengurusan (1995-2003).

Pemahaman parapihak akan pentingnya ekosistem rawa-gambut di seluruh kawasan hutan di indonesia menjadi kepentingan bersama. Dari hasil workshop parapihak tentang “Rawa-Gambut untuk Kehidupan” di hari pertama Festival (21/4) dihasilkan satu harapan bersama parapihak untuk secara bersama melakukan upaya rehabilitasi eksositem rawa-gambut, meningkatkan potensi ekonomi masyarakatnya, dan mengkonservasi rawa-gambut yang masih menyimpan kekayaan hayati khas hutan tropis Indonesia serta adanya penyelesaian konflik sosial yang konprehensif antarpihak.

Dan tak kalah pentingnya, parapihak dalam pertemuan dua hari tersebut juga berharap ada perbaikan citra Indonesia agar tidak dituduh sebagai emitor karbon ke-3 dunia dari kerusakan dan kebakaran rawa-gambut dalam konteks pengurangan pemanasan global dan perubahan iklim. (tJong)

Leave a Reply

Lihat post lainnya