Surat Terbuka (12/5) KpSHK dan Orang Rawa Gambut. Pemberian penghargaan UNESCO tentang penyelamatan alam Riau melalui pembentukan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu seluas 178.722 hektar kepada Gubernur Riau M Rusli Zainal dan Sinar Mas bukan prestasi penyelamatan lingkungan hidup dan alam.
Sejarah peruntukkan dan alih fungsi hutan rawa gambut di Riau sangat mengenaskan. Dari 4 juta hektar hutan rawa gambut Riau dalam kurun waktu 10 tahun terakhir justru telah dialihfungsikan menjadi areal perkebunan besar kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang jumlahnya mencapai 3 juta hektar. Kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu adalah sisa kawasan hutan rawa gambut yang tidak mungkin lagi dikonversi bagi peruntukkan lain, karena kawasan tersebut merupakan hutan rawa gambut dalam dan merupakan wilayah dengan biodiversitas tinggi.
Salah satu alasan pemberian penghargaan UNESCO tersebut kepada Gubernur Riau dan Sinar Mas, karena Gubernur Riau sebagai kepala pemerintahan tertinggi di Riau mendukung pembentukan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil yang diinisiasi oleh Sinar Mas yang memberikan areal produksinya seluas 72.255 hektar untuk kawasan tersebut.
Sebelum menjadi dilema publik, mana aktor penyelamat lingkungan dan mana aktor perusak lingkungan pemberian penghargaan UNESCO tersebut hendaknya dibatalkan demi keadilan sosial dan lingkungan.
UNESCO Harus Obyektif
Pemberian penghargaan apapun harus didasari oleh obyektivitas. Pemberian areal produksi Sinar Mas untuk Cagar Biosfer Giam Siak Kecil adalah kewajiban setiap perusahaan atau industri sektor kehutanan, apalagi demi kepentingan pelestarian dan keberlanjutan biodiversitas Indonesia.
Sinar Mas adalah perusahaan yang memiliki areal konsesi dan ijin operasi perkebunan besar sawit dan HTI di Riau. Dengan begitu tidak mungkin tidak Sinar Mas merupakan salah satu perusahaan yang melakukan konversi dari 4 juta hektar hutan rawa gambut di Riau dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pemberian 72.255 areal produksi Sinar Mas untuk Cagar Biosfer Giam Siak Kecil sangat tidak imbang dengan dengan pengrusakan hutan rawa gambut karena konversi ke perkebunan besar sawit dan HTI oleh Sinar Mas, 3 juta hektar hutan rawa gambut di Riau salah satunya karena adanya operasi perkebunan sawit (Sinar Mas Group memiliki areal perkebunan besar sawit 159.072 hektar, Scale Up-2009) dan HTI (APP-Asia Pulp Paper memiliki ijin seluas 1.139.164, Scale Up-2009) hektar dari Sinar Mas.
Dampak lain konversi 3 juta hektar hutan rawa gambut di Riau yang sebagian ijin pembukaannya diajukan oleh Sinar Mas telah menimbulkan konflik sosial baik kekerasan maupun konflik tenurial dengan masyarakat lokal (adat) setempat. Konflik kekerasan dan tenurial tersebut hingga kini tidak terselesaikan.
Dua hal mendasar tersebut di atas hendaknya menjadi pertimbangan utama obyektivitas bagi UNESCO sebelum memberikan penghargaan penyelamatan alam melalui pembangunan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu kepada Gubernur Riau dan Sinar Mas. Bukan sebatas karena keberhasilan pembangunan Cagar Biosfer itu sendiri. Dan Pemerintah Propinsi Riau dan Sinar Mas (utamanya) seharusnya bertanggung jawab terhadap kerusakan hutan rawa gambut di Riau karena alih fungsi ke perkebunan besar dan HTI selama ini.
Setuju…..