Seperti benang yang merajut setiap helai rotan, demikian pula semangat dari para penganyam rotan di Desa Gohong dan Buntoi, Kalimantan Tengah. Di antara rimbunnya hutan gambut dan hijaunya pepohonan, mereka tak hanya berjuang mencari penghidupan tetapi juga melestarikan budaya lokal yang telah menjadi warisan turun-temurun. Baru-baru ini, mereka melakukan perjalanan kaji banding ke Kabupaten Katingan dan Palangka Raya, meniti jejak-jejak inspirasi dari pengrajin yang telah lebih dahulu merambah industri rotan modern.
Di balik anyaman rotan yang mereka hasilkan, ada keinginan untuk terus maju dan meningkatkan kualitas serta efisiensi produksi. Alasan inilah yang membawa mereka melakukan kaji banding ke Kabupaten Katingan dan Palangka Raya.
“Kaji banding ini bukan sekadar perjalanan, tetapi sebuah upaya untuk belajar dari pengrajin rotan lain yang telah lebih dulu menguasai industri modern,” ungkap Onasis, Manager Pengembangan Usaha Program PTEHG Pulang Pisau.
Menurut Onasis, menyatakan bahwa kunjungan ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Industri Rotan di Katingan membuka mata para penganyam bahwa mesin seperti mesin pembelah rotan dan mesin penganyam dapat memberikan kemudahan dan mempercepat proses kerja mereka.
“Kami ingin memahami bagaimana teknologi dapat menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi, serta bagaimana mesin-mesin canggih mampu mengubah cara produksi tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya yang ada,” jelas Marlinie, saah satu peserta kaji banding.
Hari pertama, para peserta disambut di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Industri Rotan Kabupaten Katingan. Di sini, Hendi, sosok yang akrab dengan deru mesin jangat, menyambut mereka.
“Ini mesin jangat, alat yang akan membuat pekerjaan kalian lebih cepat dan efisien,” ujar Hendi dengan bangga, tangannya mengelus mesin pembelah rotan yang kokoh.
Mesin-mesin canggih yang berjajar rapi memecah hening, seolah menyuarakan harapan untuk mempermudah pekerjaan mereka. Mesin pembelah rotan dan mesin penganyam yang menderu bukan hanya sekadar alat, tetapi simbol transformasi, yang menjanjikan peningkatan efisiensi dan kualitas produk anyaman rotan lokal.
Di bawah arahan Hendi dan para teknisi, para pengrajin dari Gohong dan Buntoi belajar mengoperasikan mesin-mesin tersebut. Meski awalnya sedikit canggung, namun tangan-tangan mereka cepat menyesuaikan ritme, selaras dengan denting mesin yang terus berputar. Mata-mata mereka berbinar, membayangkan betapa mesin-mesin ini dapat memotong waktu produksi hingga separuhnya.
Hari berikutnya, mereka beralih ke sentuhan tradisional di outlet Indang Apang dan Jawet Niang di Palangka Raya. Di tempat ini, Niang, seorang pegiat anyaman yang telah merintis usahanya sejak tahun 2000, berbagi kisah tentang bagaimana kolaborasi telah menjadi kekuatan utama di balik keberhasilan usahanya. Dengan lugas, ia menyampaikan bahwa anyaman rotan bukan sekadar produk, tetapi juga jembatan menuju keberlanjutan dan keberdayaan komunitas.
“Di sini kita bukan pesaing, kita adalah sahabat dalam seni rotan,” ungkap Niang.
Dengan bangga, Niang menceritakan, bahwa setiap staf produksi bekerja dari rumah. Di rumah-rumah mereka, setiap helai rotan menjadi karya yang bernyawa. Bagi Niang, anyaman rotan bukan hanya sebuah produk, tetapi juga alat untuk merawat lingkungan.
“Rotan adalah sahabat hutan, ia tumbuh dan kita pun hidup dari hasilnya tanpa harus merusak hutan kita,” jelasnya dengan senyum penuh harap.
Melalui perjalanan ini, para penganyam rotan Desa Gohong dan Buntoi tidak hanya membawa pulang pengetahuan tentang teknologi modern, tetapi juga semangat gotong-royong dan inovasi yang terpancar dari rekan-rekan mereka di Katingan dan Palangka Raya. Kaji banding ini membekas dalam sanubari mereka, menorehkan tekad baru untuk terus menganyam harapan, keinginan untuk terus maju dan meningkatkan kualitas serta efisiensi produksi sehingga dapat menjangkau pasar luas dan Go Internasional.
Penulis: Alma
Editor: Joko W.