K.P. SHK

Anti Sosial di Rawa Gambut

Rawa gambut, ekosistem khas Indonesia. Ada tiga pulau besar yang memiliki ekosistem rawa gambut, Yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Total kawasan dengan ekosistem rawa gambut di Indonesia mencapai 22,1 juta ha (sebelumnya 38, 3 juta ha). Pendekatan ekoregionalisme yang digembar-gemborkan KLH baru-baru ini sudah lama diterapkan dalam pembangunan kehutanan di Indonesia, terutama untuk kawasan hutan fungsi lindung dan konservasi. Dan celakanya KLH tidak memiliki tawaran baru untuk ujicoba ekoregionalisme, seperti yang dikutip media nasional, Menteri KLH Gusti Muhammad Hatta menganggap Heart of Borneo sebagai langkah uji coba pembangunan Indonesia berbasis ekoregionalisme (Kompas 11/11).

Dalam kancah teori ekoregionalisme memiliki pesaing konseptual, yaitu bioregionalisme. Pertarungan konseptual antara ekoregionalisme dengan bioregionalisme berbeda dari sisi manusia sebagai kunci utama peubah lingkungan. Pertarungan dua pendekatan ini menemukan titik buntu saat manusia dinisbikan sebagai bagian utama dari lingkungan. Harmoni dalam konsep ekoregionalisme, adanya penyetaraan manusia dengan species lainnya sebagai faktor penyimbang lingkungan. Namun manusia sebagai makhluk sosial yang selalu dinamis dinisbikan, bahkan tak jarang dalam kenyataan, kelompok-kelompok masyarakat (adat) yang berada dalam kawasan hutan yang memiliki fungsi konservasi hutan dan alam dihengkangkan dari wilayah hidupnya.

Anti Sosial

Arti ekoregionalisme yang membedakan dengan bioregionalisme adalah 3 pendekatan utama yang dipakai. Ekoregionalime berbasis pendekatan biodiversitas dari flora dan fauna, kesamaan karakter geologis dan ekosistem ansih. Sementara bioregionalisme menekankan pada aspek gejala kesamaan budaya, kesamaan demografi dan kesamaan pengetahuan sosialnya.

Kembali kepada satu kawasan rawa gambut sebagai kawasan khas Indonesia dalam konteks pengelolaan berbasis ekosistem regional, harus memperhatikan dan mempertimbangkan kehidupan sosial, budaya manusia yang hidup dan bergantung terhadap kawasan tersebut. Tidak bisa tidak, pilihan Kementerian Lingkungan Hidup yang melakukan pendekatan pembangunan lingkungan hidup dengan pendekatan ekoregionalisme harus belajar dari Kementerian Kehutananan yang lebih dulu menerapkan konsep tersebut. 

Taman Nasional Sembilang di Sumatera Selatan dan Taman Nasional Berbak di Jambi adalah dua model pengelolaan kawasan rawa gambut dengan konsep ekoregionalisme (baca: konservasi hutan dan alam) oleh Kementerian Kehutanan. Dua taman nasional ekosistem rawa gambut ini tidak pernah terdengar semakin bagus karena fungsi konservasinya sebagai hutan rawa gambut, namun lebih cenderung mengalami pengrusakan akibat konversi (illegal conversion) untuk Hutan Tanaman Industri dan perkebunan kelapa sawit (Wetlands International, 2001).

Dua pengelolaan ekosistem hutan rawa gambut yang berbasis ekoregionalisme  tersebut juga tidak menjadi gambaran bagus tentang sebuah pendekatan pro ekologi. Artinya ekoregionalisme yang anti sosial tidak signifikan sebagai pendekatan pengelolaan ekosistem regional sumberdaya hutan dan alam.

Pelik Kewenangan

Hingga saat ini baru 5 propinsi yang mendapatkan penetapan kesepakatan tataruang wilayah propinsi yaitu Bali, Sulawesi Selatan, Lampung, Bengkulu dan Yogyakarta. Banyak propinsi lainnya masih dalam proses penyelesaian. 

Kesepakatan dalam penataan ruang pusat-daerah yang secara substansial menempatkan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) sebagai metodologi komplementer penataan ruang (menurut UU No.26 tahun 20067 tentang Penataan Ruang), Kementerian LH seharusnya menggunakan konsep bioregionalisme karena penataan ruang sangat bersifat demografis, tidak dengan ekoregionalisme.

Sementara itu substansi kehutanan (hutan rawa gambut) dalam penataan ruang masih dalam kewenangan Kementerian Kehutanan (berdasarkan UU No.41 tahun 1999) dimana penetapan kawasan konservasi hutan dan alam mutlak oleh Menteri Kementerian Kehutanan. Hal ini yang berbenturan dengan Kementerian LH dalam hal teknis basis penentuan peta dasar penetapan tata ruang dan khususnya perdebatan definisi teknis ekosistem rawa gambut.

Pemberesan soal pelik kewenangan dalam tataruang dan tatakelola sumberdaya hutan dan rawa gambut seharusnya segera dilakukan oleh Pemerintah. Tanpa itu, semua akan berjalan seperti biasanya, carut marut karena tumpang tindih kewenangan dan kebijakan.

Leave a Reply

Lihat post lainnya