K.P. SHK

Akhiri Politik Banyak Bicara Kebaikan

Aksi Keadilan Iklim Untuk Komuniti Forestri
(Release Pendukung SHK untuk COP 15-UNFCCC 7-19 Desember 2009)

Besok adalah hari pertama dimana dimulainya Pelaksanaan Pertemuan Parapihak tentang Perubahan Iklim PBB ke-15 (COP 15 UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark (7/12). Perbincangan politik tentang iklim ini sudah masuk keputaran ke-15 dari sejak negara-negara di dunia perhatian terhadap kondisi kesehatan dan keselamatan sistem kehidupan di bumi (1977). Wal hasil putaran ke-15 perubahan iklim ini hanya akan menjadi perlambatan penyelamatan bumi dan manusia, terutama di daerah-daerah yang masyarakatnya termiskinkan dan terbodohkan oleh praktik pembangunan yang berorientasi ekonomi semata. Pertemuan Parapihak tentang Perubahan Iklim PBB ke-15 adalah Pertemuan Politik Dagang Karbon PBB.

Panel Internasional Perubahan Iklim (IPPC), sudah secara jelas dan terang memberitahukan bahwa konsentrasi karbon di atmosfer tidak boleh melebihi 450 ppm (part per metric) yang pada tahun 2000 konsentrasinya sudah mencapai 370 ppm, karena kalau tidak hal ini akan menyebabkan meningkatnya suhu udara rata-rata di bumi.

Di bulan-bulan menjelang pelaksanaan tersebut, Indonesia sebagai negara Non Annex 1 (negara yang tidak berkewajiban menurunkan emisi karbonnya) telah dengan yakin dapat menurunkan emisi karbonnya sebanyak 26% sampai 2020 dengan tanpa bantuan (pendanaan) luar, dan dengan bantuan luar dapat menurunkan 41%. Penurunan emisi karbon oleh negara-negara Non Annex 1 menjadi tanda adanya pelimpahan sebagian tanggung jawab dari negara-negara Annex 1. Pelimpahan sebagian tanggung jawab dari Annex 1 kepada  Non Annex 1 ini berimplikasi kepada bantuan pendanaan bagi upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di negara-negara Non Annex 1 yang relatif masih memiliki hutan luas. Indonesia mengusulkan REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) sebagai skema pelimpahan tanggung jawab para Annex 1 tersebut.

Persoalan kehutanan di Indonesia sarat dengan beberapa hal mendasar yaitu konflik tenurial, penurunan kualitas fungsi dan kuantitas manfaat karena alih fungsi, korupsi dan kejahatan HAM. Konflik tenurial kehutanan meliputi 16 juta hektar dengan masyarakat (adat) di sekitar dan di dalam hutan (komuniti forestri), 72 juta hektar luas kawasan hutan yang berhutan sebagai fungsi konservasi alam dan lindung, setiap pembukaan hutan menimbulkan 3-4 konflik dengan masyarakat setempat dan mengakibatkan kekerasan terhadap kemanusiaan. Dan hal-hal tersebut memperkuat hasil penelitian tentang dana liar sektor kehutanan dari penegakan hukum atas illegal logging antara 2003-2006 (HRW, 2009), yang kebocorannya hingga 2 milyar dolar.

REDD yang diusulkan Indonesia untuk kesepakatan UNFCCC pasca Protokol Kyoto (saat ini yang akan dibicarakan di COP 15 UNFCCC Kopenhagen) dan persoalan mendasar kehutanan di Indonesia harus sikron. REDD harus membawa penyelesaian persoalan mendasar kehutanan di Indonesia, dapat menuju kepada penyelesaian tenurial, dapat mengurangi kejadian kekerasan dan kejahatan HAM serta dapat memperbaiki tata kelola kehutanan (good forest governance), khususnya bagi pemajuan komuniti forestri di Indonesia.

Untuk itu KpSHK (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerkayatan) beserta para pendukung SHK (37 organisasi anggota) dan forum Kehutananan Adat Indonesia (22 komunitas adat) menghimbau kepada Pemerintah Indonesia untuk:

  1. Tidak menjadikan hutan Indonesia sebagai sektor penjamin bagi skema-skema hutang dalam rangka implementasi REDD di Indonesia.
  2. Tetap menuntut negara-negara Annex 1 untuk bertanggung jawab dalam  menyelamatkan bumi dan manusia dengan cara menurunkan emisi karbonnya  47% sesuai dengan rekomendasi IPCC hingga 2020.
  3. Menindak tegas pelaku-pelaku kejahatan korupsi dan HAM di sektor kehutanan.
  4. Menyelesaikan semua persoalan dasar kehutanan di Indonesia melalui perubahan kebijakan kehutanan, khususnya revisi UU No.41 agar lebih berpihak kepada pemajuan komuniti forestri, dan segera pembatalkan pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian No.14 tentang Perluasan Sawit di Rawa Gambut agar Indonesia dapat berpartisipasi dalam mitigasi perubahan iklim global.

Dan bagi negara-negara Annex 1 harus secara serius membantu dirinya untuk:

  1. Dengan kesadaran tinggi mengurangi emisi karbonnya hingga 47% agar bumi dan manusia terselamatkan dari bencana pemanasan global.
  2. Jangan memberikan skema hutang bagi pelimpahan kewajiban penurunan emisi karbonnya dari hutan-hutan di negara-negara Non Annex 1 (khususnya untuk implementasi REDD di Indonesia) yang sebagian besar masih sangat membutuhkan pendanaan luar dalam proses-proses pembangunannya.
  3. Mendukung pemberian hibah untuk REDD di Indonesia yang menjadi jalan perbaikan sektor kehutanan di Indonesia terutama bagi penyelesaian konflik tenurial kehutanan, penegakan hukum atas kasus kekerasan dan pelanggaran HAM, dan demi pemajuan komuniti forestri yang bertujuan demi keadilan iklim bagi bumi dan manusia.

Himbauan ini dibuat dalam rangka penegakan keadilan iklim di dunia dan sekaligus respon dari pendukung SHK di Indonesia dan di seluruh dunia.

Bogor, 6 Desember 2009

Para Pendukung SHK (Sistem Hutan Kerakyatan):

  1. Sekretariat KpSHK
  2. 37 Anggota KpSHK
  3. 22 komunitas Hutan Adat Indonesia

Leave a Reply

Lihat post lainnya