“Sebenarnya nelayan kerja mati-matian, tapi tetap miskin. Kami tak mau dikata malas. Renungan saya, hampir semua pulau telah saya singgahi, tetapi nelayan tetap miskin! Saya nelayan yang bodoh, tapi apakah yang di atas (Pemerintah -red) juga bodoh? Padahal Indonesia kaya sumberdaya alam.”
(Sopuan 66 tahun, nelayan di Semarang, 2003)
Kemerdekaan mengeluarkan pendapat dan berbicara di muka umum di negeri ini dilindungi konstitusi. Kejadian penangkapan dua aktivis lingkungan hidup, Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Nasional, dan salah seorang kepala bagian WALHI Erwin Usman pada 11 Mei 2009 yang lalu, dimana keduanya ditangkap saat bersama para aktivis nelayan yang sedang melakukan aksi damai di Pantai Malalayang, Manado.
Aksi menuntut pertemuan WOC (World Ocean Conference) atau CTI (Coral Triangle Initiative) Summit untuk menghasilkan kesepakatan penataan dan pemanfaatan laut demi keadilan lingkungan dan sosial tersebut ditengarai sebagai aksi yang kurang pantas sehingga mendapat tindakan represif aparat dengan cara melakukan penangkapan dua aktivis lingkungan hidup.
Selain itu, Forum Internasional Kelautan dan Keadilan Perikanan (FKKP) yang digagas oleh organisasi masyarakat sipil se-Asia Pasifik turut juga dibubarkan sepihak oleh aparat polisi yang menyebabkan dideportasinya belasan orang perwakilan organisasi masyarakat sipil dari luar Indonesia (Filipina, India, Thailand, dan lain-lain) (12/5) ke negara mereka masing-masing dengan alasan tidak boleh berada di lokasi dilaksanakannya WOC-CTI di Manado.
Untuk itu, KpSHK (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan) sebagai bagian dari kelompok masyarakat sipil Indonesia dan Iternasional, sebagai lembaga yang juga memprotes tindakan-tindakan aparat polisi tersebut. KpSHK meminta kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia untuk:
* Membebaskan tanpa syarat aktivis Indonesia yang ditangkap saat melakukan aksi damai bersama aktivis nelayan di Pantai Malalayang, Manado (11/5).
* Mematuhi Konstitusi Negara Republik Kesatuan Indonesia dan Deklarasi HAM soal kemerdekaan berpendapat dan memperjuangkan aspirasi nelayan dan hak nelayan miskin.
* Memberikan ruang dan mengakomodasi kepentingan masyarakat sipil dan nelayan untuk menggelar ekspresi mereka demi kepentingan pengelolaan laut berbasis komunitas yang adil dan lestari.
Demikian sikap KpSHK atas terjadinya pencorengan nilai-nilai demokrasi dan HAM di pelaksanaan WOC-CTI Summit di Manado.
Bogor, 13 Mei 2009
Atas nama KpSHK
(37 anggota, 22 individu, dan 22 komunitas adat di seluruh Indonesia)
Mohammad Djauhari
Koordinator KpSHK
Telp. (+62) 251 8380301
Fax. (+62) 251 8380301
E-mail: kpshk[at]kpshk.org
Web: www.kpshk.org