Areal REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) dalam aturan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan (Peraturan Menteri Kehutanan No.30 tahun 2009) mencakup semua areal peruntukan kawasan hutan (produksi, lindung dan konservasi). Dan ini sesuai dengan maksud dan rencana pemantapan tata guna dan pemanfaatan kawasan hutan atau yang dimaksud dengan substansi dari Peraturan Pemerintah No.3 tahun 2008.
REDD sebagai upaya pengurangan laju deforestasi dan kerusakan hutan sangat relevan dengan beberapa upaya penyelamatan hutan alam di Indonesia, khususnya bagi upaya moratorium (jeda penebangan) hutan alam (semisal, Pemerintah Aceh sudah melakukan moratorium atas kawasan hutan di Aceh), dan pemantapan fungsi lindung dan konservasi.
Sejak banyaknya kejadian penyelewengan ijin pengusahaan hutan terutama pengeluaran ijin penebangan kayu (IPK) di awal-awal otonomi daerah sehingga menyebabkan Departemen Kehutanan melakukan penertiban IPK-IPK liar dan mencabut dan membekukan ratusan HPH (hak pengusahaan hutan), Departemen Kehutanan belum pernah mengeluarkan peta peruntukan kawasan hutan yang baru (terbaru), termasuk peta peruntukan HKm (hutan kemasyarakatan), HTR (hutan tanaman rakyat), Hutan Desa dan Hutan Adat.
Peta peruntukan kawasan hutan sangat penting, terutama bagi daerah. Daerah perlu memiliki pedoman bagi pencadangan kawasan hutan di wilayahnya yang akan diperuntukkan untuk beberapa inisiatif atau program kehutanan terbaru, terutama untuk program HKm, HTR, Hutan Desa, dan Hutan Adat, karena kewenangan pemberian ijin dari program-program ini prosedurnya harus melewati pemerintah daerah. Yang terlihat aneh kemudian di Propinsi Riau dan Jambi, pencadangan kawasan hutan untuk HTR sudah keluar sebelum Pemerintah Pusat, dalam hal ini Dephut, mengeluarkan peta peruntukan HTR (atas pedoman apa dua propinsi ini mencadangkan kawasan hutannya untuk HTR?).
Kembali keurusan tata cara REDD, kalau urusan peta peruntukan kawasan hutan yang menjadi program yang dirancang cukup lama saja pemerintah belum bisa menerbitkan, apalagi peta peruntukan kawasan hutan untuk REDD? Walau tata cara REDD mencakup semua areal peruntukan kawasan hutan.
Lalu pelaku REDD (national dan internasional) yang menurut aturan Permenhut No.30 adalah pemegang ijin pengelolaan kawasan hutan (HPH, HTI, HKm, HTR, Hutan Desa, Hutan Adat, Konservasi, Lindung dll) mengacu pada peta peruntukan kawasan yang mana dan menurut siapa? Sementara itu Departemen Kehutanan belum memiliki design cara penghitungan emisi karbon standard (pelepasan dan penyerapan) dari design inventori hutan (National Forest Invetory-NFI) yang sudah diterapkan sejak tahun 80-an.
Apakah perlu pemaksaan redesigning national forest inventory, padahal teknis penghitungan REDD sangat spesifik, dari beberapa cara penghitungan REDD dari proyek-proyek uji coba sangat bermacam-macam pendekatan, di hutan dataran tinggi berbeda dengan hutan dataran rendah dan lain-lain.