Pesta demokrasi legislatif telah usai, para caleg (calon legislatif) tewas (red: tidak mendapatkan suara cukup), banyak pula yang lolos meraup ribuan suara rakyat. Bagaimana nasib rotan indonesia pasca pemilu legislatif kemarin apakah ada angin segar ? Atau tidak ada pengaruhnya?
“Tidak ada caleg yang menyinggung masalah Rotan Pak!” demikian tegas Pak Julius Hoesan anggota APRI (Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia) di Makasar, saat dikonfirmasi KpSHK (30/04/14).
Mari kita ingat kembali Peraturan Menteri Perdagangan No. 35 tahun 2011 tentang Larangan Ekspor Rotan Mentah pada akhir tahun 2011 yang lalu. Bagaimana nasib rotan indonesia sekarang?
Menurut Julius pasca larangan ekspor ini justru mengakibatkan Petani/Pencari/Pengumpul dan pengusaha pengolahan rotan di daerah sentra rotan, kebanyakan sudah beralih profesi mencari penghidupan lain. Industri mebel dan kerajinan rotan banyak yang beralih mennggunakan bahan baku lain (substitusi) seperti rotan imitasi (plastik, aluminium) enceng gondok, kulit pisang, dll.
Sahdan kini negara tetangga penghasil rotan telah menggantikan posisi indonesia sebagai suplier rotan dunia seperti Philipine, Malaysia, Laos, Myanmar, Vietnam dan Kamboja. Merekalah yang bangkit menggantikan posisi indonesia.
Ini artinya Permendag No.35/2011 tersebut telah menjadi bom bunuh diri yang membunuh kehidupan rakyat sendiri. Sebaliknya Permendag ini justru menjadi amunisi bagi penguatan usaha rotan negara lain. Kini negara lainlah yang memasok kebutuhan bahan baku rotan dunia.
Padahal menurut Djauhari (Koordintor Nasional KpSHK) dalam data KpSHK 2012 menunjukkan bahwa potensi produksi rotan Indonesia yang berkelanjutan (sustainable) hingga 10 tahun ke depan sebesar 600.000 ton per tahun dengan daya serap industri kerajinan dan meubel rotan yang tidak beranjak dari 13%, sementara itu daya serap rotan mentah di pasar internasional masih cukup stabil yaitu sebesar rata-rata 300.000 ton per tahun.
Hingar – bingarnya pesta demokrasi legislatif dengan jargon eksekutif capres cawapres tahun inipun tidak ada nilainya buat membangiktkan rotan indonesia, buktinya tak satupun caleg terpilih di daerah sentra penghasil rotan mau menyuarakan nasib petani pemungut dan pengumpul rotan.
Hal ini sudah terbukti saat KpSHK mengunjungi DPR RI (Thn 2012,) tak ada fraksi yang paham soal rotan, kecuali sekedar basa-basi, apalagi soal politik busuk penyetopan eskspor rotan.
Sudah rahasia umum kalau para caleg itu hanya memegang amanat ketua parpolnya bukan amanat rakyat, apalagi amanat masyarakat pinggir hutan.
Jadi siapapun capres (Calon Presiden) cawapres (Calon Wakil Presiden) yang diiklankan, mereka tidak punya niat membangkitkan kembali indonesia sebagai suplier rotan dunia. Kecuali mereka bukan antek asing dan mau memegang amanat rakyat, khusususnya masyarakat di dalam dan pinggir hutan
(By. Inal)