Raffles Brotestes Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, mengatakan, “Perlu adanya suatu kordinasi yang kuat antar lembaga untuk memutuskan siapa sebenarnya pihak yang berhak mengeluarkan jumlah titik panas, sehingga antisipasi penanggulangannya juga bisa segera dilakukan bila kita mendapati memang terdapat titik api di suatu daerah.” Demikian disebutkan dalam Siaran Pers KLHK dengan tema “Pojok Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rencanakan Aksi Cepat Tangani Kebakaran Hutan dan Lahan” (KLHK, 31/03/2016).
Siaran pers ini menyebutkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah berhasil memadamkan 11.240 ha kebakaran lahan dan hutan, berdasarkan estimasi KLH, peristiwa ini juga melepas 1,1 giga ton CO2 eqivalen ke udara. Pada tahun 2016 berdasarkan pantauan satelit NOAA18 dengan menggunakan tingkat signifikan dan kepercayaan sebesar 80%, data menunjukkan adanya penurunan jumlah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi dari Januari-Maret 2016, dibandingkan pada bulan yang sama di tahun 2015.
Lanjutnya “Pada Februari 2015 misalnya hasil pantauan satelit NOAA mencatat ada 518 titik api, sementara tahun ini hanya 166 titik api,” ujar Raffles. Raffles juga menjelaskan, KLHK tengah mengembangkan aplikasi yang bisa diunduh oleh petugas pemantau kebakaran hutan dan lahan di daerah melalui telepon genggam (smartphone) mereka. Aplikasi ini memberi informasi secara langsung (real time) lokasi-lokasi dan kordinat daerah dengan titik panas (hot spot) yang tinggi. Bila setelah pemantauan lapangan petugas mendapati bahwa titik panas tersebut tidak berpotensi menjadi titik api, maka laporan tersebut dapat langsung dihapus (delete), secara langsung sistem ini akan membaca penghapusan informasi ini sebagai laporan bahwa titik tersebut aman dari kebakaran.
Menurut siaran pers tersebut bahwa Dr. Indroyono Soesilo, yang turut hadir dalam diskusi ini menerangkan pihaknya bersama dengan tim dari Institut Teknologi Bandung, tengah mengembagkan alat berbentuk drone dan pesawat tanpa awak, yang dilengkapi kamera, untuk memantau dan mencitrakan gambar serta kordinat kebakaran hutan secara langsung (real time).
Aftrinal Sya’af Lubis (Divisi Pengendalian Perubahan Iklim SHK) di KpSHK mengatakan “SAMPAN Kalimantan bisa jadi Ketua Tim Drone/WTA Karhutla KLHK. Kalau ITB baru mau mengembangkan, SAMPAN sudah lebih maju, mereka sudah memproduksi sendiri dan mengaplikasikannya tahun kemarin di Kalbar”.
Fajri Nailus (Direktur Eksekutif SAMPAN Kalimantan) saat dihubungi menegaskan “SAMPAN Kalimantan siap untuk mengambil bagian dalam tim pemantauan KARHUTLA di KLHK memakai drone, kami punya infrastruktur dan tim”.
Saat ini SAMPAN juga sedang mengembangkan koneksi antara WTA / Drone dengan tekhnologi informasi berbasis hand phone ataupun media sosial.
#inal-KpSHK#