K.P. SHK

RRI : Suara Konflik Tanah Perkebunan

WALHI: Stop Sementara Ekspor CPO Selama Konflik Tanah Perkebunan Belum Selesai

Kamis , 23 Februari 2012 16:46:43

Oleh : Dian Trihapsari

KBRN, Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengungkapkan konflik yang terjadi akibat perebutan lahan yang berbuah tindakan kekerasan dengan penembakan, pembunuhan  dan pemenjaraan warga setempat, ternyata tidak mempengaruhi secara langsung jalannya produksi tandan buah sawit (TDS) dan distribusi CPO (Crude Palm Oil).

Padahal kekerasan yang diakibatkan dari konflik perkebunan sudah melibatkan petani, warga setempat, dan pekerja pabrik sawit.

Hal tersebut disampaikan oleh Mukri Friatna dari Eksekutif Nasional Walhi dalam jumpa pers yang berlangsung di kantornya hari ini, Kamis (23/2).

Menurutnya, sepanjang tahun 2011 lalu, nilai ekspor CPO dari Indonesia mencapai 16,5 juta ton atau meningkat 7,3 % dibandingkan dengan tahun 2010. Sementara itu, Koordinator Nasional Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Muhamad  Djauhari, yang juga turut hadir dalam jumpa pers hari ini mengatakan sudah seharusnya pemerintah menghentikan sementara ekspor CPO Indonesia, karena pemicu konflik petani di Indonesia disebabkan adanya ketidakjelasan lahan kelapa sawit untuk industri CPO dengan lahan masyarakat adat

“Meminta untuk semua pihak, pada pihak yang terkait, untuk stop sementara ekspor CPO Indonesia keluar. Alasan yang cukup mendasar sebenarnya, dari berbagai konflik yang ada di Indonesia, terutama konflik konversi hutan ke perkebunan kelapa sawit, itu sebenarnya beralaskan konflik tanah hutan. Catatan kami, KpSK, bahwa hampir 30 % klaim kawasan hutan yang diklaim oleh masyarakat atas kawasan hutan negara, itu sekarang dikonversi ke perkebunan sawit. Jadi kenapa kemudian muncul beberapa kasus-kasus kekerasan, HAM dan penembakan dan pemenjaraan itu sebenarnya berawal dari konflik klaim kawasan hutan, terutama yang dikonversi menjadi perkebunan sawit yang tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah,” jelas Muhammad Djauhari.

“Pemerintah sendiri menyadari bahwa 56 % kawasan hutan itu dalam kondisi konflik,” tegasnya kembali. (NGH/Dian Trihapsari/AKS)

(Editor : Agus K Supono)

Sumber :

Kantor Berita Radio Nasional

http://www.rri.co.id/index.php/detailberita/detail/10441

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Lihat post lainnya