Melestarikan rotan, berarti melestarikan hutan. Karena rotan habitatnya mensyaratkan adanya hutan. REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) sebagai kerangka sistemik menyelamatkan hutan saat ini.
Rotan merupakan komoditas yang dihasilkan dari hutan alam dan hasil budidaya masyarakat. Rotan ada dua kelompok, pertama: sifatnya solitair (berdiri sendiri namun bergerombol), kedua: sifatnya klaster (tumbuh merambat bergerombol pada pohon pelindung lainnya). Sifat rotan yang tumbuhnya menjalar memanjat pada pohon pelindung yang bila dipotong/dipanen secara rutin dan teratur maka akan menumbuhkan tunas-tunas baru yang lebih banyak sehingga membantu menjaga kelestarian tumbuhan rotan (Latar Belakang pelaksanaan Permendag No.36/2009).
Masih tersedianya rotan alam di sekitar dan di dalam kawasan hutan mengindikasikan masih adanya tegakan hutan di kawasan tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Kepala Dusun Sisere, Alirman, yang juga sebagai pencari rotan, “Kami bergantung hutan, rotan ini kami bisa cari di hutan sana, hutan habis rotan akan habis. Rotan tak ada, kami orang tak bisa bertani kakao,” ujar Alirman, Kepala Dusun Sisere, di kediamannya. (Warga Rotan Sisere, tJong-KpSHK, Juni 2010).
Rotan sebagaimana asalnya merupakan tumbuhan yang tergolong dalam kelompok palempaleman yang hidupnya merambat. Golongan ini termasuk dalam sub-famili calamoideae yang mempunyai 13 marga dan sekitar 600 jenis dan hidup pada kawasan hutan hujan tropis di Asia Tenggara. (Erwinsyah, Sustainable Forestry Management Specialist. Diskusi. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya Terhadap Pengusahaan Rotan Di Indonesia. September 1999).
Dalam laporan penelitian (2007) yang dibuat oleh tim dari Departemen Kehutanan dan International Tropical Timber Organization—sebuah organisasi di bawah naungan PBB—disebutkan, dari 600 jenis rotan di dunia, 350 di antaranya ada di Indonesia. Sebanyak 80 persen rotan yang beredar di dunia juga berasal dari Indonesia. Luas areal hutan rotan di Indonesia diperkirakan mencapai 13,3 juta hektar, dari 143 juta hektar total luas hutan Indonesia.
Budi Hoesan (40), pengusaha rotan generasi ketiga di Makassar, meyakini bahwa, selain rempah-rempah, hasil bumi yang merangsang minat bangsa-bangsa Eropa memperebutkan Nusantara ini adalah rotan. Kepopuleran rotan dari Indonesia sempat mencapai puncaknya 5-10 tahun silam.
Saat ini pun rotan diperkirakan tetap dapat tempat di hati warga dunia. Helmut Merkel, Redaktur Pelaksana MobelMakt dalam artikel ”On The Trail of Rattan” memastikan rotan akan tetap laku di pasaran karena ramah lingkungan. Berbeda dengan kayu, proses pengambilan batang rotan tidak mengorbankan pohon induk sehingga hutan tidak rusak dan tak menimbulkan pemanasan global.
Menebang pohon, bagi petani rotan seperti Mans (46) di Pendolo, Poso, Sulawesi Tengah, justru membuat tempat hidup rotan hilang. ”Rotan hidup melingkari pohon inang. Jadi, semakin tinggi pohon, rotan yang melilitnya akan makin panjang,” kata Mans, yang sudah tiga turunan menjadi pencari rotan.
Kearifan lokal membiasakan petani tidak membabat habis rotan saat memetiknya. Pangkal tumbuhan ini selalu disisakan. Harapannya, kelak, 3-5 tahun ke depan rotan akan tumbuh lagi dan bisa mereka petik kembali. (Tonton Taufik. Ungkapan Cinta Tanah Air Lewat Rotan. Export-Import-Indonesia, May 2010).
Kearifan lokal ini sejalan dengan pemikiran Steni (HuMA) tentang REDD sebagai kerangka sistemik menyelamatkan hutan dan mendorong masyarakat adat/lokal pemilik wilayah atau tanah menjadi tuan atas wilayahnya sendiri sekaligus secara otonom mengembangkan model pengurangan deforestasi yang berbasis tradisi mereka. (Steni, Bernadinus. Rancangan REDD dan Persoalan Tenure. Peneliti pada Perkumpulan HuMa Jakarta. Desember 2009). Lestarikan Rotan, Selamatkan Hutan! (inal)
wow!! infonya oke…
mampir nich …..
Terima kasih
tambah wawasan lagi saya… makasih
Terima kasih, semoga menjadi bahan semangat kami untuk selalu menginformasikan..
.yukkk sama-sama selamatkan hutan…
Mari kita selamatkan hutan dan orang Indonesia..