K.P. SHK

REDD+ Akomodasi Pengetahuan Tradisional

“Menghargai pengetahuan tradisional dan nilai‐nilai kebudayaan masyarakat adat maupun lokal yang melekat pada hutan dengan merujuk pada kewajiban hukum internasional termasuk antara lain Deklarasi PBB tentang Hak‐Hak Masyarakat Adat” Ini merupakan salah satu (usulan) PRISAI Safeguard REDD+ di indonesia, dari 9 butir PRISAI.

Usulan PRISAI, yang merupakan singkatan dari Prinsip Kriteria Indikator Safeguards Indonesia ini dijelaskan Bernaidius Steny dari HuMA (Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum berbasis Masyarakat & Ekologis), pada agenda Konsultasi Nasional Integrasi Protokol Safeguard dalam Instrumen Pendanaan REDD+ Nasional, di Jakarta 19 Januari 2011.

Konsultasi Nasional ini dibuka langsung oleh Kuntoro Mangkusubroto selaku Ketua UKP4 merangkap Ketua Satuan Tugas (Satgas) Persiapan Kelembagaan REDD+.

Mubariq Ahmad selaku Ketua Tim Kerja Strategy Satgas REDD+, menjelaskan aspek safeguard (kerangka pengaman) di dalam Strategi Nasional REDD+, bahwa kriteria dan indikator yang tercakup dalam kebijakan REDD+ nasional untuk memastikan pelaksanaan REDD+ tidak menyimpang dari tujuan awal. Maksud penyusunan Stranas REDD+ antara lain memberi dasar dan arahan bagi sistem tata kelola dan peraturan yang terintegrasi untuk menaungi pelaksanaan skema REDD+.

PRISAI, Prinsip, Kriteria dan Indikator dari Safeguard dalam REDD+ Indonesia, Steny menjelaskan tujuan PRISAI sebagai upaya dini untuk membuat sebuah kebijakan, program maupun proyek REDD+ tidak melawan tujuannya sendiri sebagai upaya mitigasi. Bahwa aktivitas-aktivitas REDD+ tersebut tidak hanya mengurangi pelepasan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan tetapi pada saat yang sama melindungi individu atau komunitas yang berkaitan dengan proyek REDD+.

Kriteria dari Prinsip PRISAI bahwa REDD+ harus menghargai pengetahuan tradisional dan nilai‐nilai kebudayaan masyarakat adat maupun lokal yang melekat pada hutan, adalah bahwa “Proyek REDD+ melindungi pengetahuan dan nilai‐nilai tradisional yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proyek. Dan Proyek REDD+ dapat mengakomodasi penerapan pengetahuan tradisional dan nilai‐nilai kebudayaan tradisional maupun lokal dalam program REDD+” tegas Steny.

Prinsip lainnya adalah bahwa Sumber‐sumber Kehidupan dan akses masyarakat adat dan lokal atas hutan diperkuat dan dipertahankan untuk jangka panjang. Kriterianya antara lain Proyek REDD+ harus mempertahankan akses bagi masyarakat di dalam dan sekitar lokasi proyek dan memperkuat akses kelompok rentan, dan Proyek REDD+ memberi jaminan bagi keberlanjutan manfaat bagi masyarakat atas sumber daya yang tersedia di lokasi program REDD+.

Sementara Ahmad Dermawan dari CIFOR menginisiasi adanya peluang terjadinya korupsi dana REDD+ ini adalah karena ada kekuasaan yang terpusat atau terlalu menyebar. Pembuatan keputusan dilakukan dengan tidak terbuka, ada sejumlah besar dana publik yang terlibat, ada sejumlah jaringan politis yang erat, penegakan hukum lemah, masyarakat yang kurang berdaya, sistem yang kompleks, tidak jelas, mahal, dan lembaga yang lemah.

Menurutnya yang harus juga kita pikirkan adalah koordinasi antar sektor dan antara pusat dan daerah, memperjelas hak, kewajiban dan tanggung jawab. Penyempurnaan data dasar seperti batas kawasan hutan, klasifikasi dan kepemilikannya, produksi dan konsumsi kayu, kondisi gambut. Transparansi dan efektivitas prosedur perijinan, antara lain standar waktu proses perijinan, dan memastikan pihak terkait melaksanakan kewajibannya. Serta Kapasitas pengelolaan dan akuntabilitas keuangan, yakni peningkatan kapasitas pengelola dana publik, terutama di daerah. (inal)

 

2 thoughts on “REDD+ Akomodasi Pengetahuan Tradisional

  1. Alhamdulillah kalau crtiea saya bisa menjadi inspirasi. Terus berkarya ya. nanti kalo themenya kira2 layak jual, bisa dimasukin aja di themeforest.com. Semoga berhasil!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Lihat post lainnya