KOMPAS, (06/01/11) memuat sosok Julius Hoesan dengan profil lengkap, Kompas menulis “Ketika pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang pembatasan ekspor rotan, usaha ekspor rotan dan rotan olahan di Palu, Sulawesi Tengah, mati suri. Julius Hoesan tampil bersuara lantang membela ribuan pemetik, pengepul, dan pengolah rotan agar tak kehilangan pekerjaan”.
Julius selalu bangga menyebut rotan sebagai tumbuhan langka di dunia. Mengacu data Yayasan Rotan Indonesia, ia menyebutkan, populasi rotan alam terbesar di dunia, sekitar 85 persen, ada di hutan Indonesia. Tak hanya itu, dari 500-an jenis rotan, sekitar 350 di antaranya juga ada di Indonesia. Dengan fakta ini, seharusnya Indonesia bisa menjadi ”raja rotan
KpSHK (14/07/10) setahun lalu telah membahasnya dalam Rattanation yakni dialog para pihak di sektor rotan guna mencari penyelesaian dari carut-marut perdagangan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu ini. Dihadiri langsung Bu Yamanah (Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan dari Kementerian Perdagangan), ASMINDO, APRI, YRI, LSM penggiat lingkungan, dan petani pengumpul rotan.
Saat ditanya Lisman (YRI), apakah harga bahan baku rotan bisa lebih tinggi dari pada bahan jadi? Julius Hoesan dengan tegas menjawab “Menurut permendag 36 menutup kesempatan menjual rotan dan dilarang diekspor tapi harus dikupas atau dipoles sementara kita tidak punya teknologi untuk memoles. Rotan natural menurut permendag 36 tidak bisa diekspor karena harus dikupas atau dipoles dulu padahal banyak sekali rotan di Indonesia yang diameternya kecil apanya lagi yang harus dikupas karena diameternya Cuma 2,5 mm atau 3 mm? seperti rotan dari Kaltim. Sebelum dilarang natural rotan itu harganya tinggi, saya menemukannya di Singapura berasal dari hutan Malaysia. Saya tanya harganya berapa? ws nya $3200/ton setahu saya untuk membuat satu container mebel rotan membutuhkan 3-4 ton bahan baku. Dan nilai rata-rata mebel rotan berkisar $6000-10.000 /tahun bayangkan kalau rotan merah dengan nilai $3.2 x 3ton = $9400 bukankah nilai 3 ton rotan tersebut sudah lebih tinggi dari nilai satu container bahan baku? Dengan adanya Permendag berapa banyak rotan yang tidak bisa diekspor? Tidak bisa digunakan di dalam negeri, jadi jangan bicara nilai tambah, rotan malah makin kehilangan nilai!”
Indonesia raja rotan, ironisnya rotan malah kehilangan nilai.
BENARKAH EKSPOR BAHAN BAKU ROTAN TIDAK BERNILAI TAMBAH ?
Oleh: Julius Hoesan
ROTAN adalah salah satu hasil hutan ikutan (HHBK) yang dapat meningkatkan penghasilan masyarakat dan berbagai pihak, mulai dari petani pemungut, pengumpul, industri primer rotan asalan maupun w/s, industri rotan setengah jadi, industri mebel & kerajinan rotan termasuk para pekerja dan perajin. Disamping itu pemerintah mulai dari tingkat pedesaan sampai ke pusat juga mempunyai kepentingan yakni berupa pendapatan dari retribusi, PSDH, PPh, PPn, pajak ekspor (biaya keluar) dan sebagainya.
Dalam memperjuangkan kepentingan yang berbeda atau bahkan bertolak belakang, masing-masing pihak memberi argumentasi dan melakukan perdebatan yang tiada hentinya, walaupun disinyalir banyak argumentasi atau perdebatan hanya ber-sifat menang-menangan saja, artinya siapa yang lebih mampu meyakinkan dan membuat opini, maka dia lah yang dibenarkan, ditengahi oleh wasit atau pembuat kebijakan yang juga kurang paham tentang permasalahan rotan secara menyeluruh.
Hal seperti ini lah yang menimbulkan kerugian diberbagai pihak, ironisnya…..,yang dikorbankan adalah NILAI EKONOMIS ROTAN INDONESIA (85% populasi dunia), hancur akibat kebijakan pemerintah yang pukul rata.
Salah satu permasalahan yang muncul dalam polemik rotan yang turut mematikan nilai ekonomis beberapa species (jenis) rotan saat ini adalah opini yang dihembuskan oleh pihak tertentu sehingga berkembang anggapan di masyarakat bahwa “PEMERINTAH MENGIJINKAN EKSPOR BAHAN/ROTAN MENTAH YANG TIDAK MEMPUNYAI NILAI TAMBAH”.
Ya, kami semua sependapat, JANGAN EKSPOR ROTAN MENTAH, Rotan mentah harus diolah dulu di dalam negeri untuk mendapatkan NILAI TAMBAH.
Apakah benar yang diekspor adalah rotan mentah yang tidak mempunyai nilai tambah ? Nah, opini inilah yang menjadi persoalan, maka dari sinilah kita mulai meluruskan pemahaman tentang rotan Indonesia,marilah kita bersama-sama mencari definisi atau pengertian tentang tingkat olahan rotan seperti dibawah ini :
- ROTAN MENTAH (Dilarang di ekspor berdasarkan Permendag No.36/2010)
Merupakan rotan yang baru diambil/ditebang dari hutan,masih basah mengandung air/getah rotan, warna hijau atau kekuning-kuningan (lapisan chlorophyl), belum dilakukan proses apa pun. - ROTAN ASALAN (Dilarang di eskpor berdasarkan Permendag No.36/2010)
Rotan batangan yang telah mengalami proses pengeringan melalui penggorengan atau penjemuran, sudah kering, warna permukaan rotan berubah dari hijau menjadi coklat atau kuning, belum dicuci, masih kotor. - ROTAN NATURAL WASHED & SULPHURED (W/S) (Hanya jenis Taman/Sega/Irit W/S, tetapi rotan alam W/S lainnya dilarang di ekspor)
Adalah Rotan batangan natural berkulit, yang sudah mengalami proses pencucian, pengasapan belerang (sulphured), pencukuran/pengikisan ruas atau tidak (Trimmed or Untrimmed), sortasi ukuran dan kualitas. Semua proses pencukuran/pengikisan ruas dan pencucian rotan W/S ini dilakukan secara manual oleh tenaga manusia, sehingga dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak terutama di daerah penghasil rotan. - ROTAN POLES (RATTAN POLISHED) Adalah Rotan batangan yang telah diamplas/dihilangkan permukaan kulitnya dengan mempergunakan mesin poles (Rattan Surface Milling Machine) sehingga permukaan rotan menjadi rata dan halus.
- HATI ROTAN BULAT (ROUND CORE) Adalah Rotan batangan yang telah melalui proses pengupasan kulit (Splitting Machine), berbentuk hati rotan yang bulat dengan diameter yang sama sepanjang batang rotan.
- HATI ROTAN BENTUK LAIN (SPECIFIC CORE)
– Square core (Hati rotan berbentu persegi)
– Star core (Hati rotan berbentuk bintang)
– Double oval core (Hati rotan berbentuk lonjong)
– Flat Oval core (Hati rotan setengah lonjong)
– Half Round Core (Hati Rotan berbentuk setengah bulat)
– Flat Core (Hati Rotan berbentuk lempeng)
– Dan bentuk lain sesuai pesanan. - KULIT ROTAN (RATTAN PEEL) Merupakan lembaran kulit rotan yang diperoleh dari hasil pembelahan rotan natural W/S dengan melalui mesin penipis (Rattan Peel Trimming Machine).
Berdasarkan uraian tentang tingkat olahan rotan diatas, dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara ROTAN MENTAH dan ROTAN YANG TELAH DIOLAH, sehingga opini yang berkembang bahwa selama ini yang di ekspor adalah bahan/rotan mentah yang tidak bernilai-tambah adalah tidak benar. Opini ini perlu dihapus agar segala kebijakan tentang tataniaga rotan Indonesia dapat menyelamatkan nilai rotan yang terus digempur oleh rotan imitasi/sintetis.
Setiap tingkat pengolahan bahan baku rotan diatas, mulai dari proses rotan asalan menjadi rotan washed & Sulphure (W/S) dan seterusnya, mampu meng-cipta-kan NILAI TAMBAH yang besarnya tergantung dari nilai jual masing-masing species dan tingkat olahan, sama juga hal nya dengan perolehan nilai tambah pada industri mebel & kerajinan rotan, baik berupa nilai tambah ekonomis (karena harga menjadi lebih baik) maupun nilai tambah sosial (kesempatan kerja) terutama bagi masyarakat yang berada di daerah penghasil rotan luar pulau Jawa.
Selama ini, pengembangan opini dan penekanan pihak tertentu dengan tujuan memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompoknya, telah menyeret para pembuat kebijakan menerbitkan peraturan tentang ketentuan tata-niaga rotan yang turut menghancurkan nilai rotan kita, sehingga banyak jenis/species rotan Indonesia bukan hanya tidak bisa meng-cipta-kan nilai tambah, bahkan telah mengalami KEHILANGAN NILAI, karena species tersebut selain tidak dipergunakan oleh industri barang jadi rotan di dalam negeri, juga tetap dilarang ekspor.
Lokakarya dan workshop yang dilaksanakan Kp-SHK selama 2(dua) hari ini, tentu sangat bermanfaat untuk membahas nasib komoditi rotan Indonesia termasuk kepentingan semua pihak.
Untuk menjaga kelangsungan nilai komoditi rotan Indonesia yang kita banggakan (85% populasi rotan dunia) dan upaya memecahkan permasalahan rotan dari hulu sampai hilir, maka diperlukan pemikiran dan waktu yang lebih banyak untuk pembahasannya dengan melibatkan semua pihak seperti petani pemungut di daerah penghasil, pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi/LSM pemerhati rotan dan pemerintah.