Hari berkabung petani rotan se indonesia, karena Peraturan Menteri Perdagangan mengenai penutupan ekspor bahan baku rotan sudah ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, pada 30 November 2011. Maka aturan penutupan kran ekspor rotan akan dimulai per 01 Januari 2012.
Pemerintak tak pernah mendengarkan jeritan 2,5 juta petani rotan di Aceh, Mentawai, Palembang, Katingan, Kutai, Makassar, dll. Kenapa rotan petani disetop untuk ekspor? Kenapa Minyak Sawit Mentah dan Batu Bara tidak pernah distop ekspornya ? Politik apa ini?
Jangan-jangan permendag ini hanya mampu membusukkan jutaan ton rotan petani ?..
Politik busuk dibalik permen.
Sangat disangsikan bahwa Permendag ini mampu menyerap, semua stok bahan baku rotan dari seluruh daerah penghasil rotan oleh industri dalam negeri (Cirebon ?).
Industri Nasional (Cirebon?) hanya mampu menyerap 20% dari total produksi rotan alam dan budidaya, sisanya diekspor ke China, Jepang dan Taiwan. Menurut KADIN Indonesia 400.000 ton rotan pertahun, rotan lestari untuk ekspor.
Soal penentuan harga rotan di tingkat petani, pengumpul, dan industri rotan, petani tidak yakin permendag ini mampu mengatasinya, kecuali pemerintah melaui BPR (Badan Penyanggah Rotan) seperti BULOG dapat menampung semua rotan petani dengan beragam jenis rotan, ukuran dan kualitas.
Menteri perdagangan yang mengagas soal penentuan harga ini sendiri tidak memahami kondisi dan perlakuan terhadap komoditi dan petani rotan kita.
Era ekspor rotan, pasar cukup luas dan banyak jenis rotan yang dapat diperdagangkan, sehingga petani rotan mempunyai banyak pilihan dalam mengumpulkan rotan dalam hutan. Saat larangan ekspor maka petani rotan hanya dapat mengumpulkan beberapa jenis rotan saja sesuai dengan jenis yang dibutuhkan industri rotan dalam negeri.
Di Sulawesi selama ini memperdagangkan 7-8 jenis rotan untuk pasar ekspor dan pasar dalam negeri, kini hanya bisa menerima 2-3 jenis rotan dari petani pengumpul rotan.
Petani rotan yang hanya boleh mengumpulkan 2-3 jenis saja dalam hutan, maka pendapatan petani cenderung turun dibanding mengumpulkan 7-8 jenis rotan dalam hutan. Maka untuk mengimbangi pendapatan petani harga untuk 2-3 jenis rotan ini harus dinaikkan.
Jika tidak demikian maka petani berhenti mengumpulkan rotan dan beralih mencari pekerjaan lain. Atau membabat habis rotan dan tumbuhan inangnya. Permendag ini memberikan peluang ekspansi perkebunan sawit dan tambang pada lahan-lahan petani rotan.
Apakah pasar dalam negeri yaitu industri mebel di Cirebon dapat memahami kondisi ini? Apakah buyer furniture dapat mengabulkan kenaikan harga mebel Cirebon?
Soal jenis rotan, bagaimana menetukan harga jenis rotan yang tidak terpakai oleh industri mebel dalam negeri? Apakah masih ada harganya? Siapa yang akan membeli jenis rotan yang tidak dipakai dalam negeri tetapi juga tidak bisa diekspor?
Kalau menghentikan ekspor, pastikan dulu industri dalam negeri sanggup menyerap semua rotan petani di seluruh indonesia, jangan korbankan 2,5 juta petani rotan. Kalau dasarnya keputusan ini karena demi menyelamatkan ratusan ribu pengrajin rotan di Cirebon.
Petani rotan juga warga negara mepunyai hak yang sama untuk hidup dan dilindungi hidupnya. Petani rotan tak peduli rotannya dijual ke mana oleh siapa, yang penting rotannya laku semua.
Menteri perdagangan tidak berpikir matang, cenderung sepihak, tidak mau repot dan susah. Inilah mental “lima tahunan” (aji mumpung) tidak punya rencana jangka panjang untuk pembangunan bangsa dan petani rotan kita.
Mental aparat yang aji mumpung dan korup, permendag ini membuka pintu penyelundupan, maka penutupan ekspor rotan akan meningkatkan penyelundupan rotan dari daerah-daerah.
Ini dia politik busuk permen dibalik stop ekpsor rotan kita. – (inal) –
Pada pertemuan dengan AMKRI (Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia) di Bogor 07 Des 11 atas undangan Kementerian Kehutanan, dalam acara Workshop “Ekonomi Politik Perdangan Rotan”, AMKRI membantah adanya penumpukkan rotan di daerah.
Mantan pendiri AMKRI menyatakan “Kami kekurangan bahan baku!”
Sesumbarnya lagi “Kalau ada rotan hari ini 30.000 ton kami beli. hubungi AMKRI”
AMKRI menilai tidak ada petani rotan di Kalimantan.
Dari pertemuan itu nampak jelas politik stop ekspor rotan atas inisiasi dan advokasi pengusaha industri mebel di Cirebon.
Saya tidak berpihak pada tutup ekspor atau lanjutkan ekspor. Saya sepakat dengan pernyataan bahwa industri rotan Cirebon adalah pelopor larangan ekspor, saya juga sepakat bahwa untuk menghentikan ekspor maka harus dipersiapkan industri dalam negeri. Saya cenderung pada prinsip bahwa pemerintah harus mendorong dan memfasilitasi diversifikasi produk rotan selain furniture yang terlalu bergantung pada tingkat kesejahteraan masyarakat negara tujuan ekspor. Saya juga cenderung pada tumbuhnya kesadaran pemerintah daerah untuk menggunakan furniture rotan, daripada ikut2an berpihak pada ekspor atau tidak ekspor. Saya sangat sepakat bahwa mempertahankan rotan berarti ikut melestarikan hutan, selama petani rotan tidak melakukan penebangan liar.
Persoalan mendasar adalah sistem tata niaga kita, tidak hanya rotan tetapi juga komoditi lain. Dimana industri selalu berada pada pihak pembeli bahan baku dengan harga lebih murah dibandingkan harga ekspor. Dan itu sudah sesuai dengan standar harga bahan baku industri sejenis di luar negeri sebagai kompetitor kita. Kenapa harga ekspor selalu lebih tinggi, apa yang terjadi sebenarnya. Khusus untuk rotan, saya bisa terima untuk tidak ekspor rotan, tetapi disisi lain harus dilakukan pelarangan impor dan perdagangan semua jenis furniture yang menggunakan rotan imitasi. Jadi Indonesia sebagai penghasil rotan terbesar hanya mengenal rotan asli, tidak mengenal rotan alam.
Demikian pendapat saya, maaf bila ada pihak yang tersinggung. Salam untuk semua aktivis KPSHK
Kalo anda semua mau bukti betapa menderitanya petani rotan di kalteng anda datang kekalteng biar saya liatkan semuanya. Anda enak disana dapat gajih kami disini petani rotan klo ga kerja ga dapat duit apa lg dengan harga rotan kaya gini.
Mana buktinya cirbon mau menampung semua rotan,di kalteng banyak nih.berapa ribu ton cirbon mau saya siapkan,asalkan harga sesui. Ini cirbon cuma mau beli jenis rottan yg kecil yg besarnya ga mau. Mau di apakan yg besarnya kalo ga di beli?????????apa di bakar.trus kalo mau beli dengan harga yg renda,mau makan apa kamiiiiiiiiii……tolong pada mentri perhatikan nasip petani rottan.rotan kami BUKAN hasil hutan TAPI rottan kami hasil kami tanam sendiri kalo anda ga percaya anda buktikan sendiri
pemerintah hanya memikirkan masyarakat cirebon, tidak memikirkan masyrakat kalimantan , lebih baik kita pisah saja dari indonesia , kerana pemimpinnya hanya memikirkan masyarakat jawa ( cirebon)