Di bawah rimbunnya pepohonan dan bisikan angin, Pirit Sinar, seperti burung rangkong yang terbang tinggi menjaga sarangnya, terus melangkah melindungi Hutan Desa Mantaren 1. Meski usianya telah menyentuh 62 tahun, semangatnya mengalir deras seperti sungai Kahayan yang tak pernah kering. Sebagai Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), ia tak sekadar memimpin dari jauh, melainkan turun langsung ke lapangan, bersama tim patroli.
“Saya ikut terjun ke hutan, bahkan ikut menginap dengan tim patroli. Kalau tidak ikut langsung, saya tidak merasa puas,” katanya, dengan senyum mengembang yang seolah menyebar kehangatan di tengah sejuknya hutan.
Bak pohon tua yang terus tegak berdiri meski diterpa angin, Pirit adalah mantan kepala desa dua periode yang kini menorehkan perannya dalam program Pengelolaan Terpadu Hutan Dan Lahan Gambut (PTEHG). Program ini menjadi angin segar bagi LPHD, yang kini memiliki pekerjaan rutin menjaga kelestarian hutan. Bagi mereka, hutan bukan sekadar kumpulan pohon, tetapi sumber kehidupan yang memberikan napas kepada masyarakat.
“Hutan ini harus kami jaga sebaik mungkin, semuanya demi anak cucu kami,” ujar Pirit, dengan suara yang tegas namun penuh cinta, seperti seorang ayah yang menjaga anak-anaknya.
Di hutan, tersimpan kekayaan yang tak ternilai yaitu akar bajakah yang menyembuhkan luka, akar kuning yang menyembuhkan penyakit kuning, dan kayu pulai yang menjadi bagian dari alam penyembuh. Hutan telah memberikan segalanya bagi masyarakat, seperti ibu yang tak pernah lelah memberi kasih sayang pada anak-anaknya.
Namun, di balik keindahan itu, bahaya mengintai. Kebakaran hutan adalah musuh yang tak terlihat, merampas kehidupan dan mengusir satwa dari habitatnya. Orangutan, makhluk yang seolah menjadi simbol Kalimantan, harus terusir dari rumahnya. Tak hanya itu, burung enggang yang menjadi filosofi kehidupan suku Dayak, dan satwa endemik lainnya seperti bekantan, beruang madu, hingga macan dahan, juga menghadapi ancaman dari kerusakan alam ini.
“Kebakaran hutan menghancurkan segalanya,” tutur Pirit, dengan nada yang penuh keprihatinan.
Namun, seperti daun yang terus tumbuh meski satu per satu gugur, Pirit tetap menyimpan harapan besar. Program “Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan dan Lahan Gambut” menjadi jembatan bagi masyarakat untuk terus menjaga hutan. Tim patroli yang rutin berpatroli memastikan bahwa hutan mereka tetap aman dari perburuan liar dan pembalakan ilegal.
“Menjaga kelestarian hutan untuk generasi yang akan datang sangat penting,” ujarnya dengan semangat yang seolah tak pernah padam, seperti matahari yang selalu terbit esok hari.
Hutan ini adalah warisan, bukan untuk kita saja, tetapi untuk generasi yang belum lahir. Pirit berharap bahwa hutan akan tetap lestari, menjadi naungan bagi anak cucu mereka.
“Hutan kami harus dijaga supaya lestari,” ucapnya dengan mantap, menutup perbincangan dengan keyakinan bahwa harapan masih bisa bertumbuh di bawah naungan pepohonan yang tinggi dan kuat.
Seperti akar yang tertanam dalam, perjuangan menjaga hutan ini terus berlanjut. Pirit dan timnya adalah penjaga kehidupan, memastikan bahwa warisan alam ini akan terus ada, seiring dengan napas masyarakat yang tak bisa dipisahkan dari hutan.
Penulis : Alma
Editor : Joko
& Aris