K.P. SHK

Petani Curah Nongko Selamatkan Taman Nasional

Masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani JAKETRESI (Jaringan Kelompok Tani Rehabilitasi) dari Desa Curahnongko Kabupaten Jember dapat mengelola zona rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri.

Pola kemitraan ini dituangkan dalam MoU antara masyarakat dengan Pengelola TN Meru Betiri serta Pemerintah Desa, terkait dengan kegiatan masyarakat, dalam hal ini diwakili JAKETRESI dengan TN Meru Betiri tentang partisipasi masyarakat dalam konservasi, pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi, pelaksanaan rehabilitasi hutan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

MoU ini diperkuat Surat Persetujuan Direktur Jenderal PHKA Tahun 1998 dan Surat Persetujuan Direktur Jenderal PHKA Tahun 1999 tentang kegiatan rehabilitai masyarakat. MoU terkait dengan kegiatan rehabilitasi masyarakat meliputi :
1. Masyarakat dapat mengolah lahan di zona rehabilitasi kawasan TN Meru Betiri.
2. Masyarakat diharuskan menanam tanaman pokok berupa tanaman asli (endemik) yang bermanfaat obat atau manfaat lainnya dari kawasan TN Meru Betiri yang disediakan oleh Balai TNMB dan secara swadaya.
3. Masyarakat boleh menanam tanaman tumpangsari di sela-sela tanaman pokok.
4. Tidak diperbolehkan/dilarang menanam tanaman perkebunan seperti : coklat, kopi, tembakau dll.
5. Hasil tanaman pokok berupa buah menjadi hak dari petani penggarap sedangkan pohonnya tidak boleh ditebang dan merupakan aset TNMB.
6. Status tanah adalah tanah negara yang tidak boleh dirubah menjadi hak milik ataupun status-status yang lain.
7. Masyarakat wajib membantu pengamanan kawasan TNMB yang dilakukan oleh petugas (POLHUT) dan Balai TNMB.

Masyarakat memperoleh hak kelola dengan jaminan bahwa zona rehabilitasi dikelola secara lestari dan masyarakat memperoleh manfaat jangka panjang secara berkelanjutan, obyek dan ruang lingkup kesepakatan bersama ini juga meliputi pemanfaatan jasa lingkungan.

TN Meru Betiri merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah yang memiliki nilai ekologis tinggi. Setidaknya tercatat 499 jenis kekayaan flora dengan 15 jenis diantaranya berstatus dilindungi, 239 jenis telah diketahui berkhasiat obat dan 77 Jenis diantaranya telah dimanfaatkan oleh masyarakat.

TN Meru Betiri juga memiliki 217 jenis fauna dimana 25 jenis adalah mamalia, 18 jenis diantaranya adalah mamalia dilindungi, 8 jenis reptilia, 6 jenis diantaranya dilindungi serta 184 jenis burung dimana 68 jenis diantaranya dilindungi. Flora endemik Padmosari (Rafflesia zollingeriana) dan Macan Tutul (Panthera pardus), Banteng (Bos javanicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Burung Merak (Pavo muticus), Penyu, serta jenis-jenis primata, dan aves lainnya merupakan flora fauna unik yang ada di TN Meru Betiri yang juga dikenal sebagai habitat terakhir Harimau Jawa (Panthera tigris Sondaica).

Terkait dengan pengelolaan TN Meru Betiri, Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan Suaka Alam menyatakan bahwa “Taman Nasional” adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Dalam Permenhut Nomor: P.56/Menhut-II/2005 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional disebutkan bahwa Zonasi Taman Nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan zonasi TN Meru Betiri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan tersebut dan Keputusan Direktur Jenderal PHKA Tahun 2011 Tentang Zonasi Taman Nasional Meru Betiri, sistem zonasi atau pengaturan ruang dalam kawasan di TN Meru Betiri adalah sebagai Zona Inti, Zona Rimba, Zona Perlindungan Bahari, Zona Pemanfaatan, Zona Rehabilitasi, Zona Tradisional, dan Zona Khusus.

Zona rehabilitasi adalah bagian dari Taman Nasional Meru Betiri yang karena mengalami kerusakan memerlukan kegiatan pemulihan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Zona rehabilitasi yang dikelola oleh petani Desa Curahnongko dengan luasan tertentu berbatasan dengan hutan primer, perkebunan, pemukiman, dan areal pertanian.

Hasil pemetaan dan inventarisasi tanaman tahun 2011, oleh KAIL (Konservasi Alam Indonesia Lestari) bersama JAKETRESI mencatat, di lahan rehabilitasi tersebut, terdapat 48 ribu pohon dengan 34 jenis pohon yang ditanam oleh masyarakat dengan sistem agroforestry, yakni mengkombinasikan antara tanaman tumpangsari dengan tanaman obat dan tanaman multiguna lainnya.

Tahun 2009, TN Meru Betiri menjadi lokasi Pilot Project Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan dengan International Tropical Timber Organization (ITTO). Baseline karbon TN Meru Betiri total sebesar 29.690.954,3 tCO2e.

Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan angota kelompok tani tersebut dimulai dari pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tanaman kehutanan dan/atau tanaman tumpangsari. Aktivitas rehabilitasi hingga pemanenan, tidak hanya dilakukan kaum laki-laki. Perempuan Desa Curah Nongko pun aktif terlibat di dalamnya.

Kegiatan utama adalah melakukan rehabilitasi ekosistem dengan target 400 bibit per hektar di lahan kritis seluas 410 hektar. Kegiatan rehabilitasi ekosistem dilakukan dengan sistem agroforestri, yakni dengan memaduserasikan antara tanaman kehutanan yang memiliki nilai konservasi dan nilai ekonomi tinggi.

Tanaman-tanaman tersebut di antaranya; tanaman obat dan tanaman multi guna lainnya, seperti Kedawung (Parkia roxburghii), Kemiri (Aleurites moluccana), Pakem (Pangium edule Reinw. ex Blume), Joho (Terminalia bellirica), Petai (Parkia speciosa), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Rambutan (Nephelium lappaceum), Maa (Mangifera indica), Durian (Durio zibethinus), Alpokat (Persea Gratissima Gaertn), Mlinjo (Gnetum gnemon), Kenitu (Chrysophyllum Cainito), Sirsak (Annona muricata), Pinang (Areca catechu) dsb.

Tanaman kehutanan yang dipilih dalam kegiatan rehabilitasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan keaslian jenis yang berasal dari kawasan TN Meru Betiri dan sekaligus mempertimbangkan usulan jenis tanaman dari masyarakat yang dapat diakomodir dalam ketentuan pengelolaan lahan rehabilitasi sebagai kawasan taman nasional.

Serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dirancang bangun pada penguatan tata kelola hutan yang lestari, penguatan kelembagaan kolaborasi, pengembangan usaha ekonomi berdimensi konservasi terhadap hasil hutan non kayu, pembibitan pohon, inisiasi MEE (Medical, Ecotoursm & Education) serta pengembangan skema dana konservasi yang dapat mendukung bagi kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. #Pendukung SHK#

Leave a Reply

Lihat post lainnya