K.P. SHK

Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah Menjaga Kelestarian Hutan Gambut

Pemantauan tinggi muka air tanah merupakan faktor penting dalam kelangsungan ekosistem tanah gambut. Penurunan tinggi muka air tanah dapat menyebabkan dekomposisi tanah gambut, menghasilkan subsidence, dan meningkatkan emisi karbon dioksida. Selain itu, penurunan muka air tanah juga menyebabkan lahan gambut yang tadinya menjadi cadangan karbon berubah menjadi sumber emisi karbon, serta meningkatkan risiko kebakaran di musim kering. Oleh karena itu, pemantauan dan pengelolaan tinggi muka air tanah yang tepat sangat diperlukan untuk pemulihan lahan gambut yang rusak dan untuk pengelolaan berkelanjutan lahan gambut. Restorasi tinggi muka air tanah, dengan menjaga agar tingginya sekitar 40 cm di bawah dan 100 cm di atas permukaan tanah gambut, merupakan langkah penting dalam pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan.

Dalam rangka mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta menjaga ekosistem gambut yang semakin terancam, Program Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG) melaksanakan kegiatan pemantauan melalui sumur pantau Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) dan Sumur Subsiden di empat Hutan Desa (HD) di Kalimantan Tengah, yakni Buntoi, Mantaren I, Kalawa, dan Gohong. Kegiatan ini dimulai sejak 2023, merupakan bagian dari upaya pencegahan kebakaran hutan dengan melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pelaksanaan dan pemantauan.

Program ini adalah bagian dari PTEHG yang direncanakan berlangsung selama 25 tahun, dimulai pada tahun 2023, dengan fokus pada pembasahan lahan gambut dan pemantauan kondisi hidrologis sebagai sistem peringatan dini Early Warning System terhadap bahaya kekeringan dan kebakaran. Sumur Pantau TMAT, yang dilengkapi dengan alat pemantau mengukur tinggi muka air tanah, kelembaban tanah, dan curah hujan. Data yang diperoleh dari sumur ini akan memberikan informasi penting terkait kondisi lahan gambut yang berpotensi memicu karhutla, sekaligus meningkatkan kapasitas mitigasi bencana.

Imam Basuki, Tenaga Ahli Pendamping K.P.SHK, menegaskan, “Kegiatan ini sangat penting dalam menjaga kondisi hidrologis gambut. Dengan adanya Sumur Pantau TMAT dan Sumur Subsiden, kami dapat memonitor secara lebih intensif dan mengambil tindakan preventif yang diperlukan agar kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalkan.”

Masyarakat lokal turut berperan aktif dalam kegiatan ini. Karlin, Ketua LPHD Buntoi, menyatakan, “Di desa kami yang memiliki luas lahan 7.025 hektar, kebakaran hutan dan lahan menjadi masalah besar, terutama pada musim kemarau. Melalui sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan oleh KPSHK, kami tidak hanya diajarkan cara pemasangan dan pemeliharaan sumur pantau, tetapi juga diberdayakan untuk melakukan pemantauan secara mandiri.”

PTEHG ini tidak hanya memberi solusi untuk memitigasi karhutla, tetapi juga mendukung Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 yang diperbaiki dengan PP No. 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, yang mengharuskan pengelolaan ekosistem gambut yang ramah lingkungan dan berbasis pada data pemantauan yang akurat.

Imam mengatakan, “Keberlanjutan dari kegiatan ini akan terus dijaga melalui pemantauan dan evaluasi rutin terhadap kondisi Sumur Pantau TMAT dan Sumur Subsiden. Untuk memastikan informasi yang diperoleh tetap akurat dan dapat ditindaklanjuti, K.P.SHK bersama LPHD akan melakukan pemantauan bulanan terhadap sumur pantau, termasuk pemeliharaan dan pembersihan sumur agar alat pemantau dapat berfungsi secara optimal. Selain itu, data yang terkumpul akan dianalisis secara berkala untuk menentukan apakah tindakan tambahan diperlukan, seperti pembasahan tambahan atau perbaikan lainnya, guna menjaga stabilitas tanah gambut.”

Data yang diperoleh akan digunakan untuk melakukan peringatan dini terkait potensi kebakaran, serta sebagai dasar untuk penyesuaian kebijakan pengelolaan lahan di masa mendatang.

“Keberlanjutan program ini sangat tergantung pada keterlibatan masyarakat, kami akan terus memberikan pendampingan teknis dan pelatihan untuk memastikan bahwa hasil pemantauan ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat” tambah Imam Basuki.

Dengan adanya 21 Sumur Pantau TMAT dan 9 Sumur Subsiden yang tersebar di empat desa, program ini diharapkan dapat mengurangi dampak kebakaran hutan dan lahan, serta menjaga kelestarian ekosistem gambut yang sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan hidup.

Penulis: Aris

Editor: JW

Leave a Reply

Lihat post lainnya