Bagian (1)
Sistem Handel Suku Ngaju
Hutan gambut di lokasi Areal Kerja Hutan Desa (AKHD) di Kecamatan Kahayan Hilir ini terdegradasi sejak adanya pelaksanaan proyek Pemerintah yaitu “Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar (PLG)” pada tahun 1996 di Kabupaten Kapuas dengan membuka kanal primer dan kanal sekunder. Sejak proyek ini berjalan, kebakaran lahan gambut di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau mulai berdampak buruk terhadap ekosistem hutan gambut.
Dampak lain yang ditimbulkan PLG adalah air pada kawasan rawa cepat mengering yang mengakibatkan beje milik masyarakat tidak berfungsi secara baik. Karena beje membutuhkan kedalaman air yang cukup baik untuk perkembangan ikan pada saat musim banjir.
Para pendukung SHK (Sistem Hutan Kerakyatan) diantaranya di Nasional ada KpSHK (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan), di Kalimanatan Tengah ada Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan (POKKER SHK) dan Suku Ngaju yang tergabung dalam LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) Desa Gohong, Kelawa, Mantaren I dan Buntoi.
Mereka mengharapkan perbaikan tutupan hutan gambut dengan menambah vegetasi atau tanaman yang dapat dimanfaatkan berupa Hasil Hutan Bukan Kayu (Non Timber Forest Product) oleh masyarakat pengelola hutan desa dibawah koordinasi LPHD setempat. Serta peningkatan fungsi ekosisten hutan gambut sebagai area lindung dan kestabilan reservoir air dalam siklus hidrologi dan terjadi pengurangan kejadian kebakaran hutan dan gambut.
Pencegahan Konversi Ekosistem Hutan Gambut oleh Suku Ngaju khususnya di Area Kerja Hutan Desa, Gohong, Kalawa, Mantaren I dan Buntoi, di Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Suku Ngaju yang banyak mendiami areal di sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Kahayan. Masyarakat disini masih menjunjung dan menghargai adat. Hal ini ditunjukkan dengan sikap masyarakat apabila terjadi persoalan seperti sengketa tanah atau perkelahian mereka biasanya langsung menemui Kepala Adat atau Mantir di Kelurahan Kalawa. Bahasa keseharian masyarakat adalah Bahasa Ngaju.
Lahan pertanian milik masyarakat sebagian besar berada di kawasan Handel. Handel adalah sebuah sungai (parit) untuk sistem pengairan tradisional pada daerah pasang surut di kawasan rawa gambut yang digunakan untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan di Kalimantan Tengah. Areal pada sisi kiri dan kanan handel adalah lokasi ladang, kebun karet dan kebun buah masyarakat.
Di Kelurahan Kalawa, sistem handel sudah ada sejak tahun 1914. Handel yang dari dulu digunakan oleh warga adalah Handel Mahikei dan Handel Buluh. Dua handel yang digunakan warga sebagai jalur transportasi ke lokasi ladang, kebun karet, kebun panting dan menuju ke arah hutan untuk memungut hasil hutan.
Setiap handel dipimpin oleh Kepala Handel. Peran penting Kepala Handel adalah mengatur setiap kegiatan transportasi pertanian rawa gambut seperti pemeliharaan sungai dan handel. Selian itu Kepala Handel juga mengatur pembagian lahan di kiri dan kanan handel. Kepala Handel dipilih oleh anggota handel dengan musyawarah.
Handel-handel di atas juga merupakan jalur utama transportasi masyarakat menuju Areal Kerja Hutan Desa (AKHD) yang berupa hutan lindung gambut yang diberikan hak pengelolaannya kepada LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa). Dalam areal Hutan Desa berdasarkan Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD) sudah terbagi dalam beberapa plot AKHD, dimana dalam setiap plot kerja tersebut sudah ada rencana kerja dan implementasi kegiatan oleh kelompok masyarakat dengan berkoordinasi bersama LPHD dan BP DAS.
#Ari, Inal#