K.P. SHK

Pelaksanaan Standar Plan Vivo di Unit SHK

Pendokumentasian SHK-Muayat

Program kerjasama ICCO dan KpSHK dalam membangun unit pengelolaan SHK di komunitas merupakan langkah awal dalam proses sertifikasi Plan Vivo. Dalam mengembangan unit pengelolaan tersebut, diputuskan 3 wilayah pengembangan, yaitu di Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Kerinci, Kabupaten Luwu. Dari ketiga wiayah tersebut didampingi oleh mitra KpSHK yang berada di wilayah kerjanya di lokasi program, yaitu :

  • Kabupaten Solok Selatan (Sumatera Barat) yang berlokasi di Kanagarian Lubuk Gadang dan Lubuk Gadang Utara, didampingi oleh ICS (Intitution Conservation Society / Wahana Konservasi Masyarakat);
  • Kabupaten Kerinsi (Jambi) yang berlokasi di wilayah Kemantan dan Pungut Mudik, didampingi oleh LTA (Lembaga Tumbuh Alami);
  • Kabupaten Luwu (Sulawesi Selatan) yang berlokasi di Desa Uraso, didampingi oleh Perkumpulan Wallacea.

Ketiga lokasi dan mitra KpSHK telam melakukan presentasi di pertemuan Mitra ICCO bersama lembaga Plan Vivo pada tanggal 30 April – 3 Mei 2014 di Denpasar, Bali. Dimana untuk mempromosikan aktivitas yang dilakukan bersama komunitas dalam menjaga keberlanjutan ekonomi – social – budaya – ekologi diwilayahnya masing-masing. Ini merupakan cikal bakal pengusungan sertifikasi Plan Vivo melalui unit pengelolaan SHK untuk untuk memastikan berjalannya prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Sistem Hutan Kerakyatan (SHK). Kesembilan prinsip SHK yang coba diterapkan yaitu : 1) Aktor utama pengelola adalah rakyat melalui lembaga yang di bentuk; 2) Memiliki wilayah yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang mendukungnya; 3) Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan erat; 4) Ekosistem menjadi bagian penting dari sistem kehidupan rakyat setempat; 5) Pengetahuan lokal menempati posisi penting dan melandasi kebijaksanaan dan sistem pengelolaan hutan; 6) Teknologi yang dipergunakan diutamakan teknologi lokal ataupun jika bukan teknologi lokal, merupakan teknologi yang telah melalui proses adaptasi dan berada dalam batas yang dikuasai oleh rakyat; 7) Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip kelestarian [sustainability]; 8) Sistem ekonomi didasarkan atas kesejahteraan bersama, 9) Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya, dalam jenis dan genetis, pola budidaya dan pemanfaatan sumberdaya, sistem sosial, sistem ekonomi dan lain sebagainya.

Sertifikasi plan Vivo sendiri merupakan suatu kerangka sertifikasi bagi proyek yang mendukung petani pemilik lahan kecil pedesaan dan kelompok masyarakat yang mengusung perbaikan pengelolaan sumber daya alam, dengan menggunakan pembayaran jasa ekosistem. Dimana dengan memastikan dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.

Sertifikasi Plan Vivo Sebagai Salah Satu Dukungan Unit Pengelolaan SHK

Sertifikat plan Vivo bermaksud untuk mengambul peran dalam proses jasa lingkungan yang mewakili penyerapan jangka panjang atau dihindarinya emisi satu ton CO2, beserta manfaat tambahan bagi mata pencaharian dan ekosistem :

  • Konservasi keanekaragaman hayati melalui pemanfaatan spesies-spesies asli, penyediaan habitat dan penguatan kawasan lindung;
  • Pengurangan kemiskinan dan penyediaan mata pencaharian yang berkelanjutan melalui diversifikasi penghasilan, ditingkatkannya pertanian dan usaha kecil serta pembangunan kapasitas bagi kelompok masyarakat;
  • Pemulihan ekosistem yang mengalami degradasi, termasuk peningkatan kualitas tanah dan jasa lingkungan;
  • Penyediaan bio-energi yang berkelanjutan; dan
  • Adaptasi ekosistem alami dan ekosistem yang sudah mengalami pengelolaan manusia terhadap perubahan iklim (proteksi Daerah Aliran Sungai/DAS, stabilisasi iklim mikro

Bagaimana sertifikasi plan vivo dalam mendukung unti pengelolaan SHK, ini dapat dilihat dari apa yang akan dan coba dikembangkan oleh Plan Vivo dalam menjaga suatu wilayah dalam keberlanjutan ekonomi – ekologi – social. Diantaranya melalui:

  1. Intervensi proyek memberikan manfaat langsung bagi para petani pemilik lahan kecil dan kelompok masyarakat.
  2. Proyek menciptakan jasa iklim melalui intervensi yang juga memberikan manfaat kepada mata pencaharian dan ekosistem lokal.
  3. Tata kelola proyek yang baik, pelibatan pemangku kepentingan dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
  4. Petani pemilik lahan kecil dan kelompok masyarakat berpartisipasi penuh dalam perancangan proyek dan mengembangkan Plan Vivo (rencana kelola) yang mendukung kebutuhan mata pencahariannya.
  5. Kualifikasi dan monitoring yang kredibel dan bersifat konservasi terhadap jasa iklim.
  6. Pengelolaan risiko yang efektif melalui perancangan dan pelaksanaan proyek.
  7. Insentif berbasis kinerja dan alih bagi manfaat secara merata melalui Mekanisme Imbal Jasa Lingkungan yang transparan.
    1. Perancangan terpadu terhadap kegiatan-kegiatan proyek untuk memastikan manfaat-manfaat bagi mata pencaharian dan ekosistem.

Dengan proses sertifikasi plan vivo ini, diharapkan menjadi salah satu langkah dalam memberikan manfaat ekonomi – social – budaya dan ekologi di suau komunitas dalam pengembangan unit pengelolaan SHK melalui prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.

 

(Ari)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Lihat post lainnya