Kabupaten Kerinci adalah pelopor dalam pengelolaan hutan adat di Indonesia. Keberadaan hutan adat di Kabupaten Kerinci bahkan telah dijaga dan dikelola oleh masyarakat Kerinci sejak zaman penjajahan Belanda. Keberadaan hutan di Kabupaten Kerinci merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Kerinci mengingat setengah dari wilayah Kabupaten Kerinci adalah kawasan hutan. Masyarakat menjaga dan memanfaatkan hutan adat sebagai tempat mencari hasil hutan non-kayu yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, menjadikan hutan adat sebagai tempat pelestarian tumbuhan dan hewan, serta menjadikannya kawasan penjaga mata air untuk kebutuhan sanitasi dan pertanian.
Kabupaten Kerinci merupakan daerah di Indonesia yang paling banyak mengeluarkan kebijakan mengenai hutan adat. Hal ini ditandai dengan ditetapkannya 10 hutan adat dalam Peraturan Daerah No. 24 Tahun 2012 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kerinci tahun 2012-2030. Perda RTRW tersebut meneguhkan keberadaan hutan adat di Kabupaten Kerinci yang sebelumnya telah ditetapkan oleh SK Bupati pada tahun 1993, 1994 dan terakhir tahun 2013. Pemda Kerinci merencanakan akan kembali mengukuhkan 5 hutan adat lagi hingga 2030.
Sejalan dengan perkembangan itu, pada level nasional terjadi perubahan kebijakan mengenai Hutan Adat, khususnya setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No.35 tahun 2012yang mengembalikan kedudukan hutan adat sebagai bagian dari wilayah masyarakat adat yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai bagian dari hutan Negara. Paska Putusan MK tersebut Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan melalui Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menerbitkan Surat Edaran Menteri Kehutanan No. SE.1/Menhut-II/2013 tanggal 16 Juli 2013 kepada Gubernur/Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan untuk segera membuat Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Hutan Adat sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999[1].
Perubahan kebijakan nasional tentang “Hutan Adat dan Masyarakat Adat” yang progresif tersebut tentu perlu disambut dengan antusias oleh para pemangku kepentingan hutan adat di wilayah, terutama di Kabupaten Kerinci. Kebijakan mengenai pengelolaan hutan adat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perbaikan tata kelola kehutanan yang sedang dilakukan dalam skala nasional baik melalui Roadmap Forest Tenure Reform maupun Nota Kesepahaman Bersama 12 Kementerian dengan KPK.
Sepanjang perjalanan perubahan kebijakan kehutanan yang mendorong partisipasi masyarakat sekitar dan dalam kawasan hutan, para pemangku kehutanan Kerinci tampak lebih maju dibanding wilayah laindan bisa memberikan inspirasi dan kontribusi bagi perbaikan yang dilakukan secara nasional. Terbukti dari berhasilnya memasukkan perencanaan pembangunan hutan adat ke dalam RTRW Kabupaten Kerinci.
Sebagai wilayah yang dikenal masih kental dengan aturan-aturan adat setempat dan wilayah yang berada dalam kawasan hutan TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), sudah selayaknya para pemangku kepentingan hutan adat di Kabupaten Kerinci secara sadar dan bahu-membahu memperjuangkan kepastian hukum pengelolaan hutan adat bagi masyarakat adat Kerinci. Para pemangku adat dan hutan adat Kerinci layak mempercepat lahirnya Perda Pengelolaan Hutan Adat Kerinci untuk semakin memantapkan pengelolaan hutan adat yang mensejahterakan dan menciptakan kelestarian serta menjadi pelopor yang patut dicontoh oleh daerah lain yang hendak membentuk Perda tentang Pengelolaan Hutan Adat.
Pembentukan Perda tersebut juga memberikan jaminan terjadinya penyelesaian konflik tenurial di kemudian hari yang selama ini konflik tenurial di berbagai daerah lain hingga ke level komunitas sering kali tidak menemukan kepastian penyelesaian secara hukum. Ada sekitar 16,7 juta hektar wilayah kelola masyarakat berada di sekitar dan dalam kawasan hutan (Data KpSHK, 2005).
Dialog Percepatan Perda Hutan Adat Kerinci
Percepatan pembuatan peraturan daerah tentang perlindungan masyarakat adat dan pengelolaan hutan adat di Kabupaten Kerinci bukan sekadar menyambut Surat Edaran Menhut No.1/2013, tapi harus didasari oleh hasil perjuangan semua pihak untuk mengembalikan kembali pengelolaan hutan adat ke tangan masyarakat adat Kerinci selama ini. Pengukuhan 10 hutan adat Kerinci melalui Surat Keputusan Bupati Kerinci harus diperkuat oleh satu peraturan daerah.
Pengukuhan terhadap keberadaan hutan adat bisa menjadi salah satu wujud pembangunan yang berwawasan lingkungan sekaligus berbasiskan masyarakat. Dalam dialog antara pendamping kelompok (LSM) dan kelompok pengelola hutan adat Kerinci (7 kelompok) dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten pada tahun lalu[2], 7 kepala desa yang hadir mewakili 7 kelompok pengelola hutan adat Kerinci dalam dialog menginginkan pengelolaan hutan adat tidak hanya sebagai fungsi lindung tetapi juga ada manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Untuk mewujudkan berbagai hal di atas, sangat penting untuk mempertemukan kembali para pemangku kepentingan masyarakat adat dan hutan adat di Kabupaten Kerinci dalam satu dialog atau pertemuan yang strategis.
Tujuan
Dialog para pihak untuk menggagaspembentukan Perda Pengelolaan Hutan Adat Kerinci bertujuan:
- Melakukan konsolidasi antara sesama para pemangku hutan adat baik dari pemerintahan desa, lembaga adat, dan lembaga pengelola hutan adat dengan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci.
- Mengidentifikasi model sosial dan lingkungan, peluang serta tantangan dalam pembentukan Perda Pengelolaan Hutan Adat di Kabupaten Kerinci.
- Mengikat komitmen politik dan hukum para pihak untuk penyusunan Perda Hutan Adat Kerinci.
Waktu dan Tempat
Dialog para pihak “Percepatan Lahirnya Perda Hutan Adat Kerinci” akan dilaksanakan pada 13-14 Maret 2014. Acara akan bertempat di Sungai Penuh, Kerinci.
Peserta
Peserta Dialog adalah wakil dari desa-desa pengelola hutan adat Kerinci, tokoh masyarakat/adat, Pemda, DPRD dan LSM setempat (Kerinci). Rangkain acara Dialog para pihak ini akan dibagi dua hari. Hari pertama akan mengundang narasumber dari KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) dan BRWA (Badan Registrasi Wilayah Adat). Hari kedua akan diadakan talkshow antar pemangku kebijakan (Dishutbun, BBTNKS, KLH Kab, Ketua KPH, DPRD, Kepala Desa dan para Pengelola Hutan Adat, Kantor Sosial dan Biro Hukum Pemda Kerinci) sebagai narasumber serta mengajak wakil parapihak untuk menyusun tim inisiator Perda Hutan Adat (meminta kesediaan wakil-wakil para pihak untuk mendorong, mengawal lahirnya Perda).
Pelaksana
Dialog yang akan dilaksanakan di Kabupaten Kerinci melibatkan para pemangku kepentingan hutan adat di Kerinci dan secara langsung akan difasilitasi oleh satu kepanitiaan bersama antara KpSHK, Epistema Institute, LTA dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kerinci.