Di atas pepohonan yang menjulang dan lahan gambut yang luas, berdirilah menara-menara yang tidak hanya tinggi, tetapi juga penuh harapan. Menara pantau karhutla ini seolah menjadi mata elang yang selalu waspada, memantau setiap gerak-gerik api yang bisa muncul kapan saja di hutan desa. Di tengah musim kemarau yang panasnya terasa hingga tulang, menara ini menjadi pahlawan tak bersuara, siap mendeteksi ancaman kebakaran hutan sebelum api membesar dan melahap segalanya.
Karhutla, atau kebakaran hutan dan lahan, bukanlah ancaman baru bagi Indonesia. Setiap tahun, si jago merah datang, meninggalkan jejak kehancuran yang dalam. Hutan yang hijau berubah menjadi hitam, dan asapnya tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga kesehatan. Seolah napas bumi tersedak oleh kebakaran yang terjadi, menyebabkan sesak nafas dan infeksi pernapasan (ISPA) bagi banyak orang.
Bagi warga di Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, ancaman ini semakin nyata, terutama di lahan gambut. Tanah yang terlihat tenang di permukaan ternyata menyimpan bara di bawahnya, siap terbakar kapan saja. Pada Tahun 2015, kebakaran besar melanda, akibatnya hutan yang dulunya rimbun kini membutuhkan waktu puluhan tahun untuk pulih kembali.
Namun, dari kejadian tersebut, lahirlah semangat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Program Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG) bersama Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di empat desa – Gohong, Mantaren 1, Kalawa, dan Buntoi – mengambil langkah besar dengan mendirikan menara pantau karhutla. Menara ini tidak hanya menjadi bangunan tinggi, tetapi juga simbol perlindungan hutan. Dengan mata yang mengawasi dari atas, tim patroli karhutla bisa mendeteksi titik api atau “hot spot” sedini mungkin, sebelum api itu menyebar liar.
Seperti pahlawan yang selalu siaga, menara pantau ini berdiri kokoh di tengah-tengah hutan. Dengan ketinggiannya, tim patroli bisa melihat jauh ke sekeliling, mengawasi setiap tanda bahaya.
“Kami bisa mendeteksi asap-asap mencurigakan dari menara ini,” kata Ganti Upek, Ketua Tim Patroli Karhutla Mantaren 1
Keberadaan menara ini bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal rasa memiliki. Masyarakat sekitar dilibatkan dalam pembangunannya, agar mereka merasa bangga dan bertanggung jawab.
“Kalau kita ikut membangun, kita juga yang akan menjaga,” ujar Atim, seorang warga di Desa Mantaren 1. Rasa kepemilikan ini sangat penting, karena menara ini adalah perisai pertama mereka melawan karhutla.
Menara pantau ini bukan sekadar menara, tetapi juga wujud kepatuhan terhadap aturan negara. Dalam peraturan No. 32 tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, sarana-prasarana seperti menara pantau sangat dianjurkan untuk mendukung upaya pencegahan dan pengendalian karhutla. Tidak ada yang lebih berharga dari deteksi dini, karena seringkali kebakaran yang besar sulit dikendalikan hanya karena terlambat terdeteksi.
Dengan menara pantau ini, tim patroli karhutla tidak lagi berjuang sendirian. Mereka memiliki sekutu yang tak pernah tidur, tim patroli terbantu untuk mengawasi setiap sudut hutan dari atas.
Keberhasilan menara pantau tidak bisa lepas dari dukungan masyarakat. Sinergi antara tim patroli dan warga sekitar adalah kunci penting dalam pencegahan kebakaran hutan. Masyarakat yang terlibat merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga menara, menjaga hutan, dan menjaga kehidupan mereka sendiri.
Dengan berdirinya menara pantau ini, ada harapan bahwa bencana karhutla bisa dicegah. Menara ini menjadi saksi bisu perjuangan manusia melawan api, menjaga hutan gambut yang rentan terbakar.
Menara pantau karhutla bukan hanya simbol perlindungan, tetapi juga harapan. Harapan bahwa dengan kerja keras dan teknologi sederhana, kita bisa melindungi hutan dari kehancuran. Harapan bahwa bumi kita, yang hijau dan subur, akan tetap terjaga untuk generasi mendatang.
“Dari ketinggian menara ini, kita bisa melihat masa depan yang lebih cerah, tanpa asap dan tanpa api,” ungkap Ganti penuh keyakinan. Karhutla bukanlah hal yang tidak bisa dihindari. Dengan langkah yang tepat, seperti mendirikan menara pantau, kita bisa mencegahnya. Karena hutan bukan hanya milik kita hari ini, tetapi warisan untuk anak cucu kita esok hari.
Penulis : Alma
Editor : Joko