SIARAN PERS
Konferensi Internasional Tenurial Hutan, Tata Pemerintahan dan Tata Wirausaha
Lombok, 11-15 Juli 2011
Kuntoro: “Perkebunan dan Sektor Kehutanan Sumbang 0.1% pada GDP 2010
Sektor kehutanan menguasai 70% atau 133 Juta hektar lahan dari 190 juta hektar lahan yang dimiliki Indonesia. Namun dengan penguasaan lahan yang luas, Sektor Kehutanan bersama dengan perkebunan hanya menyumbang 0.1 % dari GDP (Gross Domestic Product) Indonesia pada tahun 2010. Demikian pernyataan Kuntoro Mangkusobroto dalam presentasi kunci pada Konferensi Internasional Tenurial Hutan di Lombok.
Kuntoro melanjutkan, merujuk data Kementrian Kehutanan ada 33.000 desa yang sebagian dan seluruhnya berada di dalam kawasan hutan, namun hak-hak masyarakat adat dan lokal tidak diakui. Kenyataan ini menyebabkan 10 juta orang yang hidupnya tergantung dengan hutan hidup dibawah garis kemiskinan. Ketidakpastian hak masyarakat adat dan lokal juga menyebabkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan Pemerintah dan Perusahaan yang mendapat konsesi dari pemerintah.
Myrna, dari Koalisi Masyarakat Sipil, menyebutkan 85 konflik kehutanan di 6 provinsi dengan lahan disengketakan seluas lebih dari 2.000.000 hektar. Ia melanjutkan pernyataannya bahwa konflik yang bermula dari Tumpang tindih klaim atas kawasan hutan terjadi karena sistem yang diterapkan negara mengabaikan sistem tenurial masyarakat setempat. Pemerintah cenderung memprioritaskan pemberian izin kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT. Perhutani dan Usaha Swasta, bukan kepada masyarakat desa hutan. Oleh karena itu, tidak heran bila kemiskinan terus terjadi di masyarakat.
Untuk mengatasi hal ini Kuntoro sangat mendukung pernyataan Wapres Budiono pada pembukaan Konferensi yang merekomendasikan dilakukannya perbaikan pengaturan kelembagaan Kementerian Kehutanan agar bisa mengatasi berbagai macam masalah pengelolaan kehutanan. Selain itu, Kuntoro juga mendukung agar Ketetapan MPR IX/2001 tentang reforma agraria dan pengelolaan sumber daya alam perlu segera dilaksanakan sebagai landasan untuk mereview dan merevisi seluruh undang-undang yang mengatur tenurial di semua sector. Tujuannya agar konflik kehutanan bisa diselesaikan dan diantisipasi di masa datang, hak-hak masyarakat lokal atas hutan bisa akui dan dihormati dan mereformasi ketimpangan penguasaan lahan hutan.
**
Untuk komunikasi lebih lanjut hubungi Asep Yunan Firdaus 08158791019