K.P. SHK

Kepastian Hak Tenurial SHK Kebun Energi

Catatan Syam Asinar Radjam

Sejak tahun 2012, propinsi Kalimantan Timur ditetapkan sebagai Lumbung Energi Nasional. Wilayah ini merupakan penghasil batubara dan migas. Pemasok bahan bakar untuk pembangkit listrik di daerah lain. Tapi propinsi ini justru terkesan krisis energi. Terutama, energi listrik. Kondisi yang memperlihatkan negara dalam keadaan kurang tenaga seperti ini, beberapa desa tampaknya mesti mencari solusi sendiri dalam memenuhi kebutuhan energi listrik.

Desa Muara Siran, misalnya. Di sini listrik hanya tersedia pada malam hari. Menyala sejak pukul 5 sore, padam di pukul 7 pagi. Padahal perahu ponton lalu lalang mengangkut batubara melintasi sungai yang hanya beberapa langkah kaki dari rumah penduduk.

Bukan dari batubara, kebutuhan listrik masyarakat ini dipasok dari bangunan serupa gardu kecil di tepi sungai. Sebuah unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Kalau listrik tersedia dalam 24 jam, banyak kegiatan ekonomi yang bisa berkembang di sini,” ungkap Hairil, kepala Desa Muara Siran.

Desa Muara Siran hidup dari sektor perikanan air tawaran. Sebagian besar dari perikanan tangkap, sisanya budidaya dalam kerambah. Ketika datang musim hujan, hasil tangkapan ikan melimpah, tapi harga jual jatuh. Ikan lele alam dijual dengan harga Rp 5.000/kg. Sudah murah, sebagian terbuang percuma.

Menurut Hairil, pedagang pasar di pasar Samarinda hanya membeli ikan lele yang masih hidup. Ikan yang sudah mati mereka tolak. Terbuang saja. Selain dijual segar, masyarakat Muara Siran juga mengolah ikan. Dikeringkan di bawah matahari atau diasap jadi ikan salai. Jumlahnya masih terbatas. Cuaca di musim hujan menjadi kendala.

Kalau energi listrik cukup, tersedia sepanjang waktu, mungkin akan lain ceritanya. Sebuah industri skala kecil untuk pengolahan ikan dapat berdiri di sini. Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Muara Siran berpendapat, “Kalau listrik 24 jam, banyak bisa dilakukan. Misal, bikin abon lele. Pengeringan minyaknya bisa pakai mesin kecil. Tapi butuh listrik.”

Kebun Energi, Sebuah Rencana

Pada awalnya terjadi pertemuan tingkat kabupaten Kutai Kertanegara yang membahas pengembangan kehutanan masyarakat dan energi biomassa. Lalu, lahirlah gagasan pengembangan kebun energi di Muara Siran. Dari luas keseluruhan wilayah desa seluas 42. 213 hektar ini, rencana tata ruang dan wilayah desa ini mencadangkan sekitar 400 hektar lahan untuk kebun energi.

Areal kebun energi akan ditanami dengan jenis tanaman kayu energi yang cocok dengan ekosistem rawa gambut, relatif cepat dipanen, serta memberi kalor dan produksi tinggi. Kebun energi ini akan dipanen bergilir kemudian diolah menjadi pelet kayu untuk dijual ke pembangkit listrik yang akan memasang jaringan sampai ke desa Muara Siran.

PLTD_Mini_Muara _siran

Gagasan ini masih dalam tahap penyempurnaan menuju implementasi. Masih banyak tahapan yang perlu dilewati. mulai dari kepastian pasar biomassa atau produk olahan dalam bentuk pelet kayu yang dihasilkan, pemilihan jenis tanaman kayu dibudidayakan, permodalan, dan sistem pengelolaan usaha kelompok. Tapi yang pasti adalah dibutuhkan jaminan kepastian hak tenurial atas lahan gambut yang akan dijadikan kebun energi

Jalan masih panjang… # # #

Leave a Reply

Lihat post lainnya