Zaman penjajah membuat rakyat jajahannya sengsara, merampok hasil bumi, membakar lumbung-lumbung padi rakyat. Kini zaman kemerdekaan, ternyata rakyatnya tidaklah go freedom. Hasil bumi (baca: hasil hutan) tidak dirampok, tapi rakyat tidak bisa menikmatinya, lumbung padi tidak dibakar, tapi ribuan ton rotan dibiarkan membusuk.
Hal ini terungkap dalam Dialog dan Workshop ‘Rattanation’ Rabu-Kamis, 14-15 Juli 2010, di Hotel Bidakara Jakarta, yang digelar oleh RMU-KpSHK. Andrianus Sengkoy, Pengumpul Rotan-Kutai Barat, mengatakan, “… Rotan di Kutai Barat dibusukkan, dibiarkan terlantar ratusan, ribuan ton!”
Kiamat Rotan! Yang pernah dikhawatirkan Djauhari, Koordinator KpSHK, akan mungkin benar-benar terjadi, jika pemerintah tidak segera mengubah kebijakan ekspor rotan, menjadi kebijakan yang menyejukkan, jika tidak petani akan membabat habis rotan dan pohon pelindungya, menggantikannya dengan pohon karet, atau menjual tanahnya ke perkebunan sawit, atau menyulap gambut menjadi batubara, yang semuanya kini lebih ekonomis, namun mengancam pelaksanaan mitigasi perubahan iklim dari sektor hutan semisal REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation).
Yohanis, Ketua P3R- Perkumpulan Petani dan Pengrajin Rotan Kedang Pahu dan Ketua Forum Petani dan Pengumpul HHBK Kutai Barat – Kaltim, mengkhawatirkan, “Apabila tidak ada penanganan yang serius tentang pengolahan dan pemasaran rotan baik dalam negeri maupun ekspor keluar negeri, maka kemungkinan besar seluruh potensi rotan yang sudah ada sekarang akan tidak dapat dipertahankan kecuali para petani dengan terpaksa mengkorversi lahan rotan menjadi tanaman lain yang lebih menguntungkan”.
Ambar Tjahyono, Ketua Umum ASMINDO, mengatakan, “Sampai kapanpun rotan masih akan dibutuhkan oleh dunia. Tergantung bagaimana kita sebagai pemilik rotan untuk peduli semaksimal mungkin atas berlangsungnya industri bahan baku rotan”.
Kebijakan Ekspor Rotan Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/8/2009, dalam makalah yang disampaikan Yamanah, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Dialog Rattanation di Bidakara Jakarta, 14 Juli 2010, dalam peraturan tersebut mengatur antara lain jenis rotan yang dapat diekspor adalah dari jenis rotan Taman/Sega (Calamus caesius) dan Irit (Calamus trachycoleus).
Tentang pembatasan ekspor rotan, Andrianus Sengkoy mengusulkan agar ditambahkan jenis Rotan Pulut Merah dan Rotan Pulut Putih selain TSI (Taman/Sega/Irit), sehingga bisa diekspor yang pada hari sebelumnya disebutkan harganya 3200 US Dolar, sementara itu di Kutai Barat dibusukkan, dibiarkan terlantar ratusan, ribuan ton. “Berapa miliar uang yang kita buang, kalau pemerintah tidak mau bisa kita berikan ke fakir miskin. Atau kalau pemerintah tidak senang kita bisa berikan ke Malaysia. Malaysia lebih rajin mempromosikan, tanpa kita minta pun mereka senang mempromosikan barang kita tanpa kita suruh”.
Menurut Yamanah, evaluasi pelaksanaan Permendag No. 36/2009 mengakui bahwa menurunnya minat petani rotan untuk mengusahakan rotan dan beralih ke sektor usaha lainnya, hal ini terjadi karena adanya pembatasan ekspor.
Yamanah mengutarakan bahwa pembahasan Permendag ini dihadiri hampir seluruh pemangku kepentingan rotan termasuk instansi terkait dan Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO).
Seharusnya pemerintah (Kemendag) dalam membuat kebijakan melibatkan Forum Multi Pihak, forum yang independen tidak ada intervensi pihak tertentu, semua memihak kepentingan bersama bukan forum boneka buatan pemerintah. Sesuai dengan forum yang digagas oleh peserta workshop Rattanation di Bidakara Jakarta, 14-15 Juli 2010. (inal)
“…Yang jelas tindakan pemerintah melakukan pelarangan ekspor rotan dari sejak tahun 1979, sama sekali tidak berhasil membina industri kerajinan berbahan baku rotan untuk ikut berperan secara nyata di tingkat dunia. Walaupun bahan baku rotan di dunia 85%nya berasal dari Indonesia, peran industri kerajinan kita ternyata hanya mampu menguasai 2,9% pasar dunia dengan pertumbuhan 7% pertahunnya, sementara Cina bisa tumbuh 11% dan Jerman 9%….” ” … Bila memang demikian apa untungnya menjadi industri rotan di negara penghasil 85% rotan dunia?.. ” http://www.rotanindonesia.org