Jorong Bariang Kampuang Dalam adalah wilayah kelola kaum dibagian Timur Hutan Adat Bukit Parambo. Dalam pengelolaan sumber daya alam khususnya hutan, masyarakat sekitar Hutan Adat Bukit Parambo membentuk kelompok tani, diantaranya Kelompok Tani (Keltan) Batang Tarap.
Sang Seketaris Khairul saat ditemui Aftrinal (KpSHK) ditemani Salpayanri (ICS) di rumahnya di Jorong Bariang Kampung Dalam di Nagari Lubuk Gadang Utara, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan – Sumatera Barat, mengaku akrab dengan teman-teman konservasi, beliau pernah bergabung dengan ICS (Wahana Konservasi Masyarakat) di Solok Selatan sebagai Tim Patroli Satwa bekerjasama dengan FFI (Flora Fauna International).
Anggota Keltan Batang Tarap 35 orang 15 diantaranya perempuan. Kegiatan anggota laki-laki baladang sementara perempuan basawah. Berladang dikerjakan laki-laki selain karena lokasi yg lebih jauh dari sawah, berladang juga lebih berat dari bersawah. Tanaman ladang diantaranya Karet, Kopi, & Kayu Surian.
Wilayah kelola masing-masing anggota antara 1 s/d 2 Ha. Khairul menuturkan baladang sudah dilakukan sejak nenek-moyang mereka lahir, jauh sebelum ada penyebutan Hutan Lindung Batang Hari & TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) yang mengapit wilayah kelola mereka di Hutan Adat Bukit Parambo.
Jika tidak ke ladang anggota laki-laki ada yang mencari emas ke Sungai Batang Hari, Batang Kandih, yang kini menjadi terkenal dengan adanya Giok Kandih (Batu Sungai Dareh) yang berharga ratusan juta. Batu termahal mengalahi harga emas & mobil.
Menurut Khairul baladang di Hutan Adat Bukit Parambo ada aturan Ninik Mamak. Setiap Jorong ada batas-batas wilayah kelolanya. Profil Bukit Parambo yang memanjang dari Selatan ke Utara dikelilingi oleh 6 Jorong di Nagari Lubuk Gadang Utara. Ujung Selatan dikelola oleh Jorong Sei Landeh. Utara bagian Barat oleh Jorong Tanggo Akar dan Utara Bagian Timur untuk Korong (dibawah Jorong) Bandar Runtuh, sebelah Barat bagian Selatan oleh Jorong Bariang dan Bagian Timurnya untuk Jorong Bariang Kampuang Dalam. Antara Jorong Tanggo Akar & Jorong Bariang adalah bagian Jorong Sarik Taba.
Contoh kasus sengketa lahan kopi antara kaum dari Jorong Bariang Kampung Dalam dengan kaum Jorong Bariang diselesaikan secara adat melalui Ninik Mamak, menurut cerita Khairul baru diketahui setelah 5 tahun bahwa lahan tersebut adalah milik wilayah Jorong Bariang, maka melalui musyawarah-mufakat Ninik Mamak, Datuk sebagai puncuk pimpinannya memutuskan hak mengelola lahan tersebut berikut tanaman kopinya dari Jorong Bariang Kampuang Dalam diserahkan kepada Jorong Bariang.
Peran perempuan di Sekitar Hutan Adat ini juga sangat besar melebihi Kartini Indonesia. Sebut saja Ummi Qalsum istri Khairul yang pernah mengenyam kuliah di IAIN Muhammadiyah Padang, telah mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk Jorong Bariang Kampung Dalam.

Struktur Adat di Jorong Bariang Kampung Dalam ini sangat jelas walau tidak tertulis. Tampuk pimpinan seperti jorong-jorong yang lain adalah Datuk. Jorong Bariang & Jorong Bariang Kampung Dalam dipimpin oleh Datuk Lipati, dibantu oleh Panito, Panji Alam (Malin) & Duobalang. Panito berperan memelihara adat, Panji Api atau Malin sebagai ulama, dan Duobalang yang dipangku oleh Kilek Bajau bisa disebut sebagai pemelihara keamanan & kerukunan.
Duobalang adalah orang-orang yang kuat dalam pemahaman agama dan adatnya serta seorang pemberani. Gelar Kilek Bajau ini diterima oleh Salpayanri atas pilihan para Mamak di Jorong Bariang Kampuang Dalam. Salpayanri adalah Mitra KpSHK yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif ICS (Wahana Konservasi Masyarakat) di Solok Selatan.
Pelanggaran terhadap adat akan diberikan sanksi, salah-satu sanksi terberat adalah dibuang keluar kaum, atau denda 1 ekor Kerbau Putih. Padahal Kerbau Putih adalah hal mustahil diperoleh. Sanksi ini diberikan kepada kaum yang kawin 1 suku, ini dihindari sampai dengan saat ini tidak boleh kawin 1 suku.
Sanksi untuk pelanggaran lain, misalnya tidak ikut gotong-royong, maka Kilek akan menegurnya, jika hal ini tidak diindahkan maka Ninik Mamak akan bersidang di Rumah Gadang, kemudian Datuk akan menjatuhkan sanksi kepada pelanggar. Sanksi yang membuat malu pelanggar antar lain saat lebaran Datuk tidak akan naik ke rumah orang yang melanggar perintah, sampai orang ini patuh kepada Kilek atau telah membayar denda. Denda bisa berupa 10 zak semen, dahulunya dibayar dengan beras, ternak kambing bahkan kerbau tergantung beratnya pelanggaran.

Para illegal logging & perusak lingkungan di indonesia ini seharusnya tahu adat, tahu siapa Duobalang Kilek, dan malu pada Datuk. (inal)