K.P. SHK

Batang Keladi Pun Berharga

Desa Perigi atau Talang Nangka, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan adalah salah satu desa dari 4 desa yang berkonflik dengan perusahaan sawit, PT. Persada Sawit Mas, milik Chandra Tex sedari beberapa tahun lalu. Kini desa dengan jumlah penduduk mencapai 2.800 jiwa ini dipimpin seorang kepala desa (kades) hasil pemilihan kepala desa Talang Nangka setahun lalu (2008). Bunawas namanya.

Hampir setahun Bunawas menjadi Kades Talang Nangka. Sebelumnya, saat penulis berkunjung ke Talang Nangka setahun lalu, Bunawas masih menjadi anggota BPD (badan perwakilan desa) yang tergolong kritis, yang waktu itu pula ada keinginannya mencalonkan diri menjadi kepala desa Talang Nangka.

Kades muda tersebut kini melanjutkan pendidikannya di Universitas Muhammadiyah di Palembang. Bunawas ambil kelas Sabtu-Minggu.

“Sejak lahan 5.000 ha itu balik ke warga 4 desa, warga desa sudah menyiapkan diri dengan koperasi. Di desa ini sudah ada koperasi. Anggotanya sudah 40 orang. Tapi masih ada soal dengan surat-surat,” jelas Bunawas, Kades Talang Nangka.

Dari penuturan pria yang kini berencana untuk kursus percakapan Bahasa Inggris ini, memang masih ada ganjalan soal pengembalian lahan rawa gambut bersengketa antara warga dengan PT.PSM. Ada sekitar 800 ha lahan masih tidak jelas statusnya. Karena seluas 300 ha masih dikelola PT.PSM yang berada di areal Divisi I (yang di Divisi II relatif tidak ada tanaman sawit perusahaan) yang diusulkan menjadi areal HGU PT.PSM.

“Belum ada bicara lagi dengan perusahaan. Bahkan sekarang tersebar isu. Perusahaan berani kasih 10-20 juta bagi warga yang mau sawit, ” jelas Bunawas sambil membuka laptop (komputer jinjing) yang baru dibelinya dari bantuan untuk desa Talang Nangka di lantai dua rumahnya.

Menurut Bunawas, lahan rawa gambut yang dikembalikan (di-enclave berdasarkan keputusan Bupati OKI) kepada warga 4 desa tidak mungkin diajukan menjadi areal plasma PT.PSM. Dari pengalaman warga yang sedari awal menolak kehadiran PT.PSM di OKI, perusahaan sawit sering sekali melalaikan tanaman sawit yang di areal plasma.

“Aturan plasma sawit tak benar. Sawit plasma milik petani tak dirawatnya,” tegas Bunawas menilai aturan pola inti-plasma perkebunan sawit pada umumnya.

Lahan rawa gambut yang dikembalikan kepada warga Talang Nangka ini sedang diupayakan untuk peningkatan ekonomi warga. Alternatif pemanfaatan lahan tersebut masih dalam tahap pencarian. Yang kuat tertangkap penulis saat mewawancarai beberapa warga Talang Nangka, melalui Koperasi Simpan-Pinjam Perigi Jaya, warga berencana memajukan karet.

“Hasil musiman di desa ini banyak. Ada pisang dan ada singkong. Batang keladi pun jadi berharga setelah dibawa ke Palembang,” tutur Bunawas yang kakak perempuannya sering pulang-pergi Perigi-Palembang menjual hasil ladang keluarga ke pasar di Kota Palembang.

Leave a Reply

Lihat post lainnya